Setelah bukukan kerugian di Q1 2021, PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) masih catat kerugian 377M pada akhir Q2, bagaimana kondisi keuangan APLN? 

 

Sekilas Mengenai PT Agung Podomoro Land Tbk.

Perusahaan yang semula dikenal dengan nama Agung Podomoro Grup (APG) ini didirikan pada tahun 1969 dan mulai melantai di bursa efek pada tahun 2010 dengan kode APLN. 

Per artikel ini dibuat (Oktober 2021), kapitalisasi market APLN di atas Rp 3 triliun, masuk ke dalam urutan 25 besar dari ke-77 perusahan yang terhimpun dalam IDX Property.

Bagi Sobat Finansialku yang masih asing dengan APLN, APLN adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang properti tepatnya dalam pembebasan tanah, pengembang real estat, persewaan dan penjualan tanah berikut bangunan di atasnya seperti apartemen, pusat perbelanjaan, dan gedung perkantoran.

Sebut saja Senayan City Mall, Central Park Mall, APL dan SCTV Tower di Jakarta; Pullman Hotel Vimala Hills di Bogor, Parahyangan Residences di Bandung, The Plaza Balikpapan, Sofitel Bali Nusa Dua Beach Resort, dan Podomoro City Deli Office Tower Medan adalah sebagian kecil dari rangkaian proyek di bawah naungan APLN Grup.

[Baca juga: Pindah ke Kalimantan, Begini Prospek Properti Ibu Kota Baru!]

APLN Masih Merugi di Q2, Bagaimana Kondisi Keuangannya Kini_ APLN

Sumber: agungpodomoroland.com

 

Review Kinerja APLN  1H2021

Revenue stream, atau aliran pendapatan APLN bersumber dari penjualan (marketing sales) tanah, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah tinggal, kios, rumah kantor (rukan), rumah toko (ruko), perkantoran; dan pendapatan berulang (recurring income) dari sewa dan hotel.

Pandemi Covid-19 yang berakibat pada kebijakan pembatasan aktivitas, pergeseran pola aktivitas di kantor menjadi Work from Home, jam operasional pusat perbelanjaan yang dipersingkat, serta konsumen yang menahan pembelanjaannya turut berimbas pada bisnis APLN.

Dalam situasi pandemi ini, kinerja APLN 1H2021 tercatat merugi.

[Baca juga: Prospek Industri Properti: PT Ciputra Development Tbk. (CTRA)]

 

Kerugian APLN kian membengkak dari yang sebelumnya Rp 303 miliar pada kuartal 1 (Q1) 2021, menjadi total Rp 377 miliar pada akhir semester 1 (1H) 2021, terjun -423% jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya pada 1H2020 yang masih mencatat laba sebesar Rp 117 miliar. 

Kerugian tersebut disebabkan oleh:

  • Penurunan penjualan dan pendapatan -10% YoY menjadi sebesar Rp 1.554 miliar;
  • Kenaikan beban pokok penjualan dan pendapatan serta beban penjualan, +14% dan +15% YoY secara berurutan;
  • Penurunan pendapatan keuangan -54% YoY dan peningkatan beban keuangan +11% YoY dan;
  • Penurunan pendapatan lainnya sebesar -60% YoY yang pada tahun lalu turut mendongkrak bottom line APLN

 

Recurring income dari pendapatan sewa pusat perbelanjaan turun -16% YoY ke level Rp 506,5 miliar. Setali tiga uang dengan recurring income, marketing sales juga turun tipis -6,5% ke level Rp 1,047 miliar. 

Marketing sales dari proyek Podomoro Park di Bandung, Podomoro City Deli Medan, Pakubuwono Spring, dan Podomoro Golf View Cimanggis memberikan andil signifikan dalam menyokong kinerja penjualan 1H2021. 

Penurunan penjualan dan pendapatan yang diiringi dengan kenaikan beban pokok penjualan dan pendapatan berimbas pada tergerusnya gross profit margin APLN hingga tinggal sebesar 36,2%.

Level tersebut merupakan nilai terendah APLN dalam 5 tahun terakhir. Sebagai informasi, rata-rata gross profit margin pada IDX Property dalam 5 tahun terakhir berada di level 45%.

[Baca juga: Terawang Prospek Bisnis Properti Saat New Normal Pandemi]

 

Kondisi Kesehatan Keuangan APLN

Cash Flow 

Dari sisi aliran arus kas, meskipun pembayaran kepada pemasok dan penerimaan dari pelanggan terlihat meningkat signifikan di sekitar +140% dan +61% YoY, namun kinerja tersebut “hanya” mengindikasikan pemulihan dari kondisi 1H2020 yang anjlok akibat pandemi.

Artinya, penerimaan dan pembayaran yang terkait operasi selama 1H2021 sudah mendekati kondisi pre-covid (sebelum pandemi).

[Baca juga: Kenali Metode Price To Cash Flow Ratio dalam Valuasi Harga Saham, Lebih Akurat!]

 

Rasio Keuangan

Rasio Likuiditas

Dari segi rasio keuangan perusahaan, rasio likuiditas APLN turun ke level 0,6x, terendah selama 5 tahun terakhir dimana rata-rata-rasio likuiditas APLN ada pada level 1,5x. Artinya, per Juni 2021 lalu, aset lancar APLN belum mampu memenuhi seluruh kewajiban lancarnya

Tidak hanya APLN, memangtrend penurunan rasio likuiditas dapat terlihat pada hampir semua perusahaan properti lainnya.

Kendati demikian, beberapa perusahaan properti seperti Lippo Karawaci Tbk. (LPKR), Ciputra Development Tbk. (CPTR), dan Summarecon Agung Tbk. (SMRA) tetap menjaga rasio likuiditasnya di atas angka 1x.

[Baca Juga: Rasio Likuiditas Dalam Laporan Keuangan dan Implementasinya]

 

Rasio Utang terhadap Ekuitas

Tidak hanya rasio likuiditas yang mengalami perburukan, rasio utang terhadap ekuitas (DER) APLN kian meningkat ke level 2,38x

Sebagai informasi, rasio DER yang tinggi (>1) mengindikasikan bahwa perusahaan sangat bergantung pada utang hingga nominal utang bahkan melebih modal perusahaan. 

Dalam konteks APLN, DER 2,38x artinya utang APLN 2,38x lebih besar dari modal perusahaannya. Secara historikal 5 tahun terakhir, DER APLN tercatat selalu di atas level 1x, namun level 2,38x pada Q2 ini adalah level tertingginya. 

Jika dibandingkan dengan kompetitor pada industri sejenis, DER APLN terbilang tinggi. Pasalnya, dalam 5 tahun terakhir DER rata-rata industrinya (IDX Property) selalu berada di bawah level 1x, kecuali di tahun 2017.

[Baca Juga: Analisis Laporan Keuangan: Rasio Solvabilitas dan Rasio Aktivitas]

 

Jadi.. bagaimana kinerja APLN di 1H2021 ini menurut Sobat Finansialku? 

 

Kalau Sobat Finansialku ingin belajar lebih lanjut mengenai analisis dan pemilihan saham, gabung Grup Belajar Saham Finansialku yang dipandu langsung oleh pakar Value Investing, Rivan Kurniawan, dan Melvin Mumpuni, CFP®, CEO dan Founder Finansialku.com.

Klik banner untuk join!

komunitas saham

 

Yuk, bagikan juga artikel ini pada rekan-rekanmu sesama investor!

Editor: Eunice