Pernikahan adalah menggabungkan dua pribadi yang berbeda, tidak terkecuali dalam hal kebiasaan dan kondisi keuangan. Tidak jarang masalah keuangan juga yang menjadi alasan berakhirnya pernikahan dan berujung pada perceraian. Simak artikel berikut sampai habis.

 

Berpisah karena masalah keuangan

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat perceraian di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2020, presentase perceraian naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 pasangan.

Ada tiga alasan utama yang umumnya mendasari perceraian, yaitu pertengkaran yang terus menerus, salah satu pihak meninggalkan pasangannya, dan faktor ekonomi.

Keuangan merupakan satu hal sensitif yang tidak mudah untuk dibicarakan, bahkan dengan pasangan kita sendiri. Kurangnya keterbukaan dalam hal keuangan bisa berdampak pada rasa tidak percaya pada pasangan dan retaknya hubungan.

Melihat fenomena yang terjadi. Financial Planner (CFP) menganggap bahwa keterbukaan pasangan dalam keuangan merupakan fondasi yang harus dibangun pada sebuah hubungan.

Bahkan sebelum memutuskan untuk menuju ke jenjang pernikahan, kita hendaknya saling terbuka dengan pasangan perihal kondisi keuangan, kebiasaan mengatur uang, sampai dengan siapa saja yang menjadi tanggungan finansial kita.

[Baca Juga: Wanita Karier vs Ibu Rumah Tangga, Mana yang Lebih Baik? ]

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menangani masalah keuangan yang mungkin ada dalam pernikahan, antara lain: Saling terbuka soal kewajiban utang yang dimiliki, membuat perjanjian pra-nikah (pre-nuptial) atau pasca nikah (post-nuptial), mengetahui kebiasaan masing-masing dalam mengatur keuangan, dan terbuka mengenai masalah keuangan keluarga masing-masing.

Cara pembuatan perjanjian kawin cukup mudah. Konsultasikan dengan notaris terkait poin apa saja yang mau dimasukkan ke dalam perjanjian tersebut. Umumnya pasangan menyusun daftar harta dan utang apa saja yang dimiliki oleh suami atau istri, kemudian notaris akan memasukkannya dalam perjanjian kawin.

Contohnya seperti berikut ini:

 

Harta Suami:

Rumah di Pakubowono

Mobil Mini Cooper

Dana di rekening Bank X

Harta Istri:

Apartemen di Kelapa Gading

Dana di rekening Bank Y

 

Utang Suami:

KPR di Bank X untuk Rumah di Pakubuwono

Pinjaman Rekening Koran di Bank X untuk bisnis

Utang Istri:

KPA untuk Apartemen di Kelapa Gading

 

Jika solusi menangani masalah tersebut sudah dilakukan namun tetap berakhir dengan keputusan untuk menyudahi hubungan pernikahan, perlu diperhatikan pembagian harta gono-gini agar tidak terjadi perselisihan keuangan di kemudian hari.

Apakah Sobat sudah tahu apa itu harta gono-gini dan bagaimana cara pembagiannya setelah perceraian. Mari kita simak.

 

Harta dalam Perkawinan

Berdasarkan Pasal 53 UU Perkawinan, ada tiga macam harta dalam perkawinan, yaitu:

#1 Harta Bawaan

Harta bawaan yaitu harta yang diperoleh suami atau istri dari sebelum perkawinan. Masing-masing memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda bawaannya.

 

#2 Harta masing-masing

Harta ini dimiliki oleh masing – masing suami atau istri yang diperoleh melalui warisan hibah, wasiat, hadiah dalam perkawinan. Hak terhadap harta benda ini sepenuhnya ada pada masing-masing suami atau istri.

 

#3 Harta Bersama atau Gono-gini

Harta gono-gini adalah harta yang yang dihasilkan oleh suami istri selama masa perkawinan mereka.

Pada saat proses perceraian, proses pembagian harta gono-gini perlu dilakukan segera karena di dalamnya terdapat hak dari suami atau istri. Namun demikian, harta bersama baru bisa dibagi setelah ada keputusan dari Pengadilan.

 

Hal yang menggugurkan harta gono-gini

Terkait penentuan harta gono-gini, perlu diperhatikan ada tidaknya perjanjian kawin. Jika ada perjanjian kawin yang memisahkan harta perolehan suami dan istri selama perkawinan, maka objek harta gono-gini (harta bersama) menjadi hilang.

Demikian juga jika dalam perjanjian sebelum perkawinan (pre-nuptial) tidak disebutkan pemisahan harta bawaan atau harta bawaan masing-masing digabungkan sebagai harta bersama, maka harta suami atau istri sebelum perkawinan dianggap sebagai harta gono-gini.

 

Tips pembagian harta gono-gini tanpa konflik

Setiap orang menginginkan kehidupan rumah tangga yang langgeng dan tidak berakhir dengan perceraian. Tapi tidak ada yang bisa meramalkan apa yang terjadi di masa depan.

Jika kehidupan rumah tangga tidak sesuai dengan rencana dan perceraian diambil sebagai keputusan, perlu diperhatikan pembagian harta gono-gini untuk menghindari konflik di kemudian hari.

Berikut 6 tips membagi harta gono-gini minim konflik:

 

#1 Mendata harta secara menyeluruh

Sebelum melakukan pembagian yang pertama harus dilakukan adalah susun dan hitung jumlah harta yang dimiliki oleh suami maupun istri secara menyeluruh. Disini perlu diperhatikan mana harta yang termasuk harta bawaan, harta masing-masing dan harta bersama.

Dari sana bisa diketahui nilai harta yang dibagi bersama maupun yang dikuasai oleh salah satu pihak saja Dalam mendata dan menghitung harta, perlu juga adanya “saksi” dalam proses tersebut.

Hal ini dilakukan untuk menghindari jika di kemudian hari, salah satu pihak merasa ada kecurangan, sehingga saksi tersebut bisa dijadikan sebagai bukti kuat jika terjadi konflik di masa yang akan datang.

 

Jangan Cerai Dulu Sebelum Paham Harta Gono-Gini 02-Finansialku

Sumber: pwmu.co – https://bit.ly/3vMrNH2

 

#2 Menjual harta yang dimiliki

Untuk mempermudah pembagian harta, bisa juga dilakukan dengan cara melikuidasi seluruh harta sebelum dilakukan pembagian. Melikuidasi di sini artinya melakukan penjualan atas harta bersama suami dan istri, seperti rumah, apartemen, perhiasan, maupun kendaraan.

Dengan demikian, setelah dana penjualan harta tersebut diterima baik dalam bentuk tunai maupun masuk ke rekening, nilai tersebut yang akan dibagi sebagai harta gono-gini.

 

#3 Membagi harta sama rata

Pembagian harta gono-goni sebesar 50/50 atau sama rata umumnya terjadi pada pasangan yang belum memiliki anak. Karena tidak ada tanggungan, maka pembagian seperti ini cenderung dianggap lebih praktis.

[Baca Juga: Finansialku X PIKK Saguling: Mengelola Keuangan Rumah Tangga Di Masa Pandemi ]

Pada pasangan yang sudah memiliki anak, biasanya akan dilihat beberapa faktor lain seperti salah satunya hak asuh anak.

Pengadilan pun biasanya akan melihat pengajuan dari suami dan istri, seperti siapa yang berkontribusi terbesar dalam keuangan keluarga, apakah ada KDRT dalam kasus perceraian tersebut, dan hal lain yang bisa menjadi dasar pertimbangan hakim dalam membuat keputusan.

 

#4 Membeli kembali harta yang dijual

Hubungan yang sudah dibangun bertahun-tahun bukan tidak mungkin meninggalkan kenangan yang mendalam. Bukan pada individunya saja, tapi bisa juga pada harta yang akhirnya dimiliki melalui perjuangan.

Ada beberapa orang yang setelah bercerai dan menjual hartanya guna pembagian harta gono-gini, menginginkan aset tersebut kembali. Jika itu yang terjadi, maka proses pembelian kembali perlu dilakukan secara cepat.

Misalnya, setelah proses perceraian suami menginginkan untuk memiliki rumah yang merupakan harta gono-gini. Maka bisa dilakukan penjualan ke pihak ketiga seperti perantara atau broker property untuk kemudian dibeli kembali oleh suami.

 

#5 Membagi warisan kepada anak

Selain pembagian harta bersama dengan pasangan, pada saat perceraian bisa dilakukan juga pembagian harta sebagai hibah atau warisan kepada anak.

Agar adil, pembagian untuk anak juga perlu didiskusikan oleh suami dan istri, masing-masing pihak bisa menghibahkan atau memasukan harta ke dalam surat wasiat sebagai warisan untuk anak.

[Baca Juga: Cara Melindungi Rumah Tangga Dari Badai Keuangan! ]

Pembagian harta warisan hanya bisa dilakukan pada saat anak sudah memasuki usia 18 tahun. Apabila anak masih di bawah umur, dapat dilakukan dengan surat wasiat yang menyatakan jumlah yang berhak didapat oleh anak. Penyerahan warisan berlaku saat kedua orang tua anak tersebut sudah meninggal dunia.

 

#6 Konsultasikan kepada ahlinya

Dalam proses pembagian harta gono-gini perlu juga dilibatkan ahli hukum seperti notaris maupun pengacara perceraian.

Tidak kalah pentingnya, perlu juga berkonsultasi dengan Perencana Keuangan (Certified Financial Planner) terkait distribusi kekayaan (estate planning, waris & hibah).

Selain memiliki keahlian dalam bidangnya, dengan melibatkan professional bisa membantu dalam melihat permasalahan secara objektif dan mencarikan solusi yang terbaik bagi semua pihak.

 

Perceraian bukan akhir segalanya

Tidak ada yang ingin gagal dalam berumah tangga dan berakhir dengan perceraian, namun jika hal itu terjadi perlu diingat bahwa perceraian bukan akhir dari segalanya.

Terutama dalam keuangan, baik pasangan yang sudah maupun belum memiliki anak. Pembagian harta bersama maupun keuangan pasca-perceraian perlu mendapatkan perhatian. Jangan sampai di kemudian hari masalah keuangan menjadi penyebab retaknya sebuah hubungan jika tidak direncanakan dengan baik.

 

banner -perencanaan keuangan usia 30an

 

Jika Sobat Finansialku merasa artikel ini memberikan manfaat, jangan ragu untuk bagikan informasi ini lewat berbagai platform yang tersedia kepada kawan atau sanak saudara mu, agar mereka juga tahu apa yang kamu ketahui.

 

 

Sumber Referensi:

  • Anindhita Maharrani. 15 April 2021. Perceraian di Indonesia terus meningkat. id – https://bit.ly/3wOQpQW
  • James Mcwhinney. 9 Juni 2021. Top 6 Marriage-Killing Money Issues. com – https://bit.ly/3vHIqUd
  • Cara Menghitung Perhitungan Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Perceraian. pengacaraperceraian.xyz – https://bit.ly/3gSkM21
  • 24 Maret 2018. Gugat Cerai dan Harta Gono Gini, Simak Pandangan Ahli Hukum Keluarga. hukumonline.com – https://bit.ly/2TUAAJX
  • 9 April 2018. 5 Tips Bagi Harta Gono Gini yang Adil Setelah Bercerai. Kompas.com – https://bit.ly/3wRf4Ey

 

Sumber Gambar: https://bit.ly/3qiH6Gr