Cerita Ramadan: Kerasnya Hidup Takkan Mengalahkan Kasih Ibu adalah sebuah kisah nyata dari seorang ibu yang tak kenal lelah bekerja demi menghidupi dirinya dan anaknya.

 

Kerasnya Hidup Takkan Mengalahkan Kasih Ibu

Bukan hal aneh bila jalanan Kota Bandung macet, tapi entah kenapa sore itu terasa sangat parah. Apalagi saat itu, saya hendak mengunjungi salah satu mall kenamaan di Kota Bandung yang jaraknya cukup jauh dari kantor saya, alhasil kemacetan itu pun semakin terasa.

Sesampainya di mall tersebut, saya berkeliling dan mendapati satu realita yang membuat saya belajar banyak bahwa beratnya perjuangan ibu tak dapat dibandingkan oleh apapun.

Mungkin itulah yang bisa kita ambil dari seorang wanita paruh baya yang saya temui di dalam mall itu.

Usianya tidak lagi muda, sudah lebih dari setengah abad. Jalannya pun sudah membungkuk. Tapi, semangatnya bisa dibilang mengalahkan anak muda.

 

 

Saya bertemu dengan ibu yang satu ini ketika ia sedang menjajakan keripik pisang di dalam mall.

Tidak, ia tidak berjualan di toko atau membuka stand di mall itu, namun ia berkeliling di dalam mall seperti pedagang asongan yang biasa berjualan rokok dan permen di pinggir jalan raya.

Sementara orang-orang berjalan sambil menenteng shopping bag bertuliskan brand mewah, ibu ini membawa plastik hitam besar berisi keripik pisang.

Ia tak malu menawarkan keripik pisang jualannya kepada setiap pengunjung mall yang lewat. Berharap orang-orang yang akan belanja di mall besar itu setidaknya tertarik untuk membeli satu bungkus keripik pisangnya.

Harganya dibanderol cukup murah, hanya 10.000 ribu rupiah sebungkus. Jauh lebih murah daripada keripik pisang yang dijual di mall itu, yang harganya bisa sampai dua kali lipatnya. Harga itu pun jauh lebih murah dari satu gelas kopi berlabel putri duyung hijau yang juga dijual di mall tersebut.

Tapi, semua orang yang ditawarinya hanya mengangkat tangan tanda menolak, sembari menatap bingung wanita paruh baya tersebut.

Walaupun ditolak berkali-kali, senyuman tetap tersinggung di bibirnya yang sudah mulai keriput.

 

Iklan Banner Perencanaan Dana Pendidikan Anak - 728x90

Download Aplikasi Finansialku di Google Play Store

Setelah kakinya mulai terasa lelah, ibu ini pun duduk untuk beristirahat sesaat. Di sinilah saya berkesempatan untuk mengetahui kisah hidupnya.

Ibu penjual keripik pisang ini rupanya berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia merantau ke Bandung, berharap ada kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang lebih besar di Kota Kembang.

Di Bandung, ia mengontrak sebuah kamar berukuran kecil di sekitar Pasar Caringin. Jauh dari mall tempatnya berjualan yang lokasinya di Sukajadi.

Ia tinggal berdua dengan anaknya yang paling kecil. Masih kelas 4 SD katanya. Sementara anak-anaknya yang lain sudah menikah dan berdomisili di Tasikmalaya.

Ketika ibu-ibu seusianya sudah memasuki masa pensiun dan bisa beristirahat dengan nyaman di rumah, ia harus bekerja banting tulang untuk menafkahi dirinya dan anak bungsunya.

Ketika ditanya alasannya masih bekerja, ia memberi jawaban sambil tersenyum simpul.

“Malu,” katanya. Ia tidak mau menyusahkan anak–anaknya yang sudah punya keluarga sendiri, takut merepotkan.

“Malu,” katanya lagi. Ketimbang mengemis di jalanan, lebih baik ia melakuan sesuatu yang lebih bermanfaat agar ia bisa menanggung biaya kontrakan serta uang sekolah anaknya.

Saat dilihat, isi plastik hitam yang ia bawa sejak tadi masih sangat penuh. Sambil sedikit tertawa, ia berujar:

“Belum laku,”

 

 

Keripik pisang ini bukan buatannya sendiri, melainkan buatan orang lain. Bisa Anda bayangkan dari harga jual Rp10.000 per bungkus, berapa uang yang ia dapatkan? Sudah bisa dipastikan penghasilan bersihnya setiap hari sangat lah sedikit. Belum lagi bila keripik pisang yang ia jajakan masih bersisa.

Rutinitas sehari-harinya adalah berjualan dari pagi hingga dini hari. Sebelum pergi berjualan, ia selalu menyempatkan untuk pulang ke kontrakannya dan mempersiapkan anaknya pergi sekolah.

Setelah itu, ia pun kembali menjajakan keripik pisangnya, dari pasar ke pasar, dari mall ke mall, dan ke manapun yang ramai oleh orang-orang.

Ia mengaku hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur. Menurutnya, lebih baik segera mengosongkan kantong plastik hitamnya ketimbang harus tidur. Rasanya 24 jam sehari tidak cukup bagi si Ibu.

Di saat pengunjung mall sibuk bersenang-senang menghabiskan uang, ia sibuk mencari uang. Selembar Rp10.000 mungkin tidak berarti banyak bagi kita, tapi baginya sangatlah besar.

Malam semakin larut dan suhu udara di Bandung semakin dingin, ditambah saat itu hujan baru saja reda.

Saya dan pengunjung mall lainnya yang sudah puas berbelanja, bersiap untuk pulang ke rumah yang hangat dan tidur nyenyak. Tetapi, tidak bagi ibu penjual keripik pisang ini.

Malam yang semakin larut ini bukan pertanda baginya untuk segera pulang ke rumah dan tidur nyenyak, tetapi pengingat untuknya bahwa waktu terus berjalan, bahwa pagi hari sudah menunggu di penghujung malam.

Bertemankan langit gelap dan udara yang menusuk kulit, ia harus menghitung berapa bungkus keripik yang telah ia jual, berapa uang yang ia kumpulkan untuk memenuhi semua kebutuhannya dan anaknya besok.

Di saat semua orang beristirahat, ia masih berusaha menjajakan keripik pisangnya. Semakin cepat habis, tandanya semakin cepat pula ia bisa pulang. Barang kali saja ia bisa mendapatkan waktu lebih untuk merebahkan badan dan memejamkan mata di atas kasurnya.

 

Daftar Aplikasi Finansialku

Download Aplikasi Finansialku di Google Play Store

 

Ingatlah untuk Sesekali Melihat ke Bawah

Banyak orang yang selalu merasa kurang dan terobsesi untuk menghasilkan uang lebih banyak untuk memenuhi keinginannya yang semu.

Banyak orang yang gaji setiap bulannya habis dipakai untuk membeli pakaian dengan merek ternama, untuk membeli sepatu keluaran terbaru, dengan harga yang tentu saja tidak murah, semata-mata untuk menempati strata sosial yang tinggi di mata sosial.

Mereka tidak ingat untuk melihat ke bawah. Bahwa ada yang untuk mendapatkan uang 10.000 rupiah saja sangat susah. Harus begadang setiap malam dan melawan dinginnya udara Bandung, hanya agar esok hari anaknya bisa makan, agar tidak perlu berpindah kontrakan karena sudah terlalu lama menunggak.

Di saat banyak orang mengejar harta yang berlimpah untuk memenuhi keinginannya yang mewah, banyak orang di sekitar kita yang banting tulang hanya untuk sesuap nasi.

Untuk itu, di bulan yang penuh berkah ini, mari kita berbagi kebahagiaan dengan sesama. Berbagi tidak akan membuat seseorang jatuh miskin. Berbagi tidak akan membuat seseorang kehilangan tempat tinggalnya. Malahan, dengan berbagi, akan ada kepuasan tersendiri di dalam hati.

 

Mari bagikan inspirasi dari cerita ini kepada rekan-rekan Anda untuk saling mengingatkan kebaikan pada sesama!

 

Sumber Gambar:

Dokumentasi Pribadi

 

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg