Kalau sudah jatuh tertimpa tangga pula, gimana cara bangkitnya?

Begitu pula kisah salah satu sobat Finansialku ini. Apa yang harus lebih dulu dilakukan untuk mengurai benang kusut di hidupnya?

 

Pak Danang: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Pak Danang (nama samaran) usianya 41 tahun, hidup harmonis bersama keluarga. Tak ubahnya sebuah sinetron berlatar bahagia.

Bagaimana tidak, setiap bulan menerima gaji Rp 39 juta diluar bonus dan tunjangan. Anak-anak tumbuh sehat dan cerdas. Bahkan istri pun berdedikasi untuk jadi Ibu Rumah Tangga. Toh, dengan single income, keluarga sudah hidup berkecukupan.

Semuanya berjalan baik-baik saja. Sampai suatu hari, perusahaan tempat Pak Danang bekerja menunda kewajibannya untuk menggaji karyawan.

Desas desus tak mengenakan kerap terdengar di pantry kantor. Membuat Pak Danang ketar-ketir, membayangkan skenario terburuk yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat.

Benar saja, tak butuh waktu lama untuk perusahaan itu bangkrut dan gulung tikar. Semua karyawan terpaksa berhenti bekerja.

PHK

Ilustrasi PHK. Sumber: Shutterstock

 

Bagai petir di siang bolong. Terlebih kondisi sang istri tengah berbadan dua dengan usia kehamilan yang masih muda, yaitu 4 bulan.

Berbekal uang pesangon yang diberikan, Pak Danang berusaha untuk tenang. Sembari memikirkan strategi demi strategi agar bisa bertahan hidup, dan keluarganya nggak kelaparan.

Saat itu, sebenarnya banyak perusahaan yang meliriknya. Tapi Pak Danang tidak tertarik karena keuntungan yang diberikan nggak sebesar perusahaan sebelumnya.

Pekerjaan itu ibarat jodoh. Tidak mudah rasanya menemukan yang cocok dalam segala aspek.

Tapi apa daya, nggak ada kuasa dan nggak leluasa untuk punya pilihan. Akhirnya mau tidak mau, Pak Danang menerima apa yang ada di depan mata. Asalkan keluarganya tidak terlantar apalagi mati kelaparan.

Ketika kondisi genting ini, Pak Danang tiba-tiba mendapat kabar kalau Ibunya di kampung jatuh sakit.

Sementara dia adalah sosok anak yang paling diandalkan oleh keluarga besar. Sebab, hanya Pak Danang yang dianggap sukses dan menonjol secara ekonomi.

Mungkin ini adalah momen yang cocok untuk menggambarkan sebuah peribahasa tua, Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga Pula.

Pak Danang bahkan belum sempat berdiri tegak ketika dia kejatuhan tangga yang cukup berat. Lantas, harus bagaimana?

Semesta tak memberikan banyak pilihan. Akhirnya memberikan semua uang pesangon untuk biaya berobat sang Ibu menjadi jalan satu-satunya.

Jadilah dia mengandalkan gaji yang ‘nggak seberapa’ itu untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sekaligus membayar utang-utang cicilan yang jumlahnya menyentuh angka Rp 500 juta.

 

Berusaha Mengurai Benang Kusut

Perencana keuangan Finansialku, yang waktu itu membantu Pak Danang untuk bangkit mencoba untuk mengurai benang kusutnya.

Caranya yaitu memutuskan untuk lebih dulu memetakan pemasukan dan pengeluarannya secara rinci.  Sebab benang kusut ini nggak mau mengurai sendiri.

Total pengeluaran saat itu adalah Rp 19 juta, dengan rincian:

  • Biaya hidup
  • Kiriman untuk keluarga
  • Biaya ART
  • Perawatan mobil
  • Biaya kontrol kehamilan
  • Cicilan bulanan

 

Lalu, di mana akar masalahnya?

  • Berbanding terbalik dengan pengeluaran yang hampir Rp 20 juta, dana darurat Pak Danang justru hanya Rp 10 juta
  • Biaya hidup terlalu tinggi, termasuk kiriman untuk orang tua di kampung juga terlalu besar.
  • Kondisi utang terlalu banyak. Rp 500 juta tersebar di kartu kredit, KTA, dan beberapa soft loan, termasuk utang yang dia ambil sebelum kena PHK.
  • Istri yang nggak mau meminjamkan uang kepada suami, padahal tabungan di rekeningnya Rp 900 juta.

 

Saat momen seperti inilah sosok financial planner sangat dibutuhkan. Menjadi orang ketiga dengan pandangan yang jauh lebih objektif, menghindarkan pertengkaran, dan perpecahan keluarga.

Membantu pasangan untuk terbuka satu sama lain, mencari celah agar permasalahan bisa terpecahkan satu per satu.

Tak hanya itu, financial planner yang menangani kasus Pak Danang juga membantu untuk membuat strategi pelunasan utang, mengatur arus keuangan agar lebih siap untuk menghadapi ketidakpastian hidup.

Apakah Sobat Finansialku punya masalah keuangan yang sama seperti Pak Danang? Kamu bisa ikuti langkah untuk mengurai benang kusut dari masalah tersebut dengan diskusi bersama perencana keuangan Finansialku.

Jangan ragu untuk konsultasikan apapun masalah keuanganmu melalui Aplikasi Finansialku atau Whatsapp Finansialku. Jangan menyerah!!

 

Apa hikmah yang bisa kamu petik dari kisah Pak Danang ini? Yuk, diskusikan bersama-sama di kolom komentar!

Kamu juga bisa sharing bersama teman-teman atau saudaramu dengan membagikan kisah ini lewat pilihan media sosial yang tersedia. Sampai jumpa di kisah selanjutnya!

 

Editor: Ismyuli Tri Retno