Komunitas La Sape Kongo, kelompok yang tak segan tampil bergaya hidup flexing di tengah kondisi kemiskinan masyarakatnya. Yuk, kenali lebih dalam mengenai kelompok ini.

 

Komunitas La Sape, Flexing Di Tengah Kemiskinan Kongo

Gaya hidup flexing tidak hanya ramai di Indonesia. Di salah satu negara di wilayah Afrika, Kongo juga terdapat salah satu komunitas bernama La Sape yang tak segan tampil bergaya dan memamerkan outfit fashion yang mewah.

Bahkan Sapeurs (pengikut Le Sape) tak segan untuk mengubah jalan-jalan di Brazzaville, ibu kota Republik Kongo, menjadi sebuah pentas mode.

Padahal Kongo sendiri merupakan salah satu negara dengan kondisi kemiskinan yang cukup memprihatinkan. Tentu saja keberadaan Komunitas La Sape Kongo sangat menarik untuk diketahui lebih dalam.

Komunitas La Sape

Komunitas La Sape di Kongo. Sumber: Terimakasih

 

Apalagi kebudayaan masyarakat Kongo yang terkenal cukup unik dan sangat bangga dengan penampilannya. Lantas, seperti apa asal-usul dari Komunitas La Sape Kongo?

[Baca Juga: Wishlist Wirda Mansur, Pengen Punya Penghasilan Rp 100 Miliar per Hari!]

 

Asal Usul dari Komunitas La Sape Kongo

Nama La Sape sendiri diambil dari singkatan Société des ambianceurs et des personnes élégantes atau Society of Atmosphere-setters and Elegant People.

Adalah Papa Wemba, seorang penyanyi rumba Kongo yang terkenal cukup necis diketahui sebagai sosok yang memperkenalkan tampilan Sapeur.

Wemba mengaku bahwa tampilan tersebut terinspirasi dari kedua orang tuanya pada tahun 1960-an.

Bagi masyarakat Kongo, keluarga Sapeur adalah keluarga ternama yang diperlakukan bak selebriti. Pasalnya keberadaan mereka membawa harapan di tengah kondisi masyarakat yang diliputi oleh kekerasan serta konflik selama bertahun-tahun.

 

Menghabiskan Uang untuk Tampil Memikat

Komunitas La Sape tak segan untuk menghamburkan uang yang mereka miliki untuk bisa tampil nyentrik/memikat. Seperti untuk membeli berbagai macam hiasan hingga kaus kaki sutra.

Tentu gaya hidup ini sama sekali tidak mencerminkan kondisi negara Kongo yang 70% masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. 

Meski demikian, penampilan tersebut justru bertujuan untuk membantu masyarakat melupakan masalah mereka. Lebih dari itu, aksi ini juga sebagai implementasi dari bentuk halus aktivisme sosial

Yakni sebuah cara untuk membalikkan meja kekuasaan dan memberontak melawan kondisi ekonomi yang mereka tinggali. 

[Baca Juga: Robot Trading DNA Pro Telan Korban, Sejumlah Artis Akan Diperiksa Polisi]

 

Sebuah Langkah Aktivisme Sosial

Tahun 1920-an sempat terjadi penolakan dari para pemuda Kongo. Mereka berusaha untuk mengadopsi dan meniru gaya berpakaian orang-orang Prancis serta Belgia.

Hal tersebut mereka lakukan sebagai langkah untuk melawan berbagai bentuk superioritas dan kolonial. Bahkan para pembantu menolak untuk memakai pakaian bekas dari para majikannya.

Sebaliknya, mereka justru menjadi konsumen yang menantang, serta menghabiskan uang mereka untuk membelanjakan barang-barang mode mewah dari Paris meskipun uang yang mereka miliki jumlahnya sedikit.

Papa Wemba pernah berkata, 

“Orang kulit putih menciptakan pakaian, tapi kami (orang Afrika) membuat seninya”, melansir dari situs cnnindonesia.com (19/04).

 

Dapat Menghentikan Pertikaian

Mungkin kita bisa menganggap bahwa aksi komunitas La Sape sangat tidak masuk akal. Namun, fakta yang terjadi justru sebaliknya. Para Sapeurs menemukan bahwa ambisi busana bersama dapat membantu menyembuhkan pertikaian.

“Saya tidak melihat bagaimana orang di La Sape bisa melakukan kekerasan atau perkelahian. Perdamaian sangat berarti bagi kami,” ujar Savering, anak dari seorang Sapeur

 

Uniknya tradisi ini juga banyak ditiru oleh kaum Wanita Kongo. Mereka mulai banyak mengenakan pakaian setelan busana desainer dan menjadi seorang Sapeurs.

Komunitas La Sape Kongo hingga saat ini terus menerus berkembang.

Pasalnya para pemuda Kongo banyak yang kehilangan haknya untuk menggunakan mode sebagai jalan untuk membawa negara mereka dari negara berkembang menuju masa depan yang jauh lebih cerah.

 

Gaya Hidup Kaum Flexing RI vs La Sape Kongo

Penampilan trendi dalam cara berpakaian adalah salah satu jalan untuk mengekspresikan diri. Terutama dari kaum muda yang masih memiliki gairah serta semangat dalam bersosial yang tinggi.

Di Indonesia sendiri, gaya hidup flexing cukup ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Terutama pada saat kasus binary option muncul ke permukaan.

Banyak yang menganggap bahwa gaya hidup seperti ini hanya dilakukan oleh orang kaya “palsu” yang gemar memamerkan segala bentuk kekayaan.

Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan pengakuan dari orang banyak.

Menurut pakar ekonomi, Profesor Rhenald Kasali, fenomena ini muncul sebagai implikasi dari semakin berkembangnya media sosial.

[Baca Juga: Apa itu Flexing dan Ciri Investasi Berkedok Flexing]

 

Dengan tujuan untuk mendapatkan atensi masyarakat luas dan bisa dikenal sebagai orang kaya yang mampu membuang-buang uang yang dimilikinya untuk mendapatkan semua hal yang diinginkan.

Sudah banyak sekali contoh kasus flexing yang terjadi di Indonesia. Seperti apa yang dilakukan oleh pemilik First Travel yang kini telah menjadi tersangka kasus penipuan.

 

Awalnya pemilik travel tersebut seringkali memperlihatkan gaya hidup yang mewah sehingga menumbuhkan kepercayaan bagi banyak orang untuk menggunakan jasanya.

Kemudian yang terbaru adalah flexing yang dilakukan oleh afiliator Doni Salmanan dan Indra Kenz. Mereka seringkali menampilkan kehidupan yang mewah, membagi-bagikan uang, dan masih banyak lagi.

Pada akhirnya cara mereka tersebut justru memikat para korbannya.

Yuk, simak video berikut ini supaya kita tidak terjebak flexing.

 

Gaya Hidup Flexing, Dekat Dengan Perilaku Konsumtif

Pada dasarnya gaya hidup flexing sangat dekat dengan perilaku konsumtif. Seseorang memiliki kecenderungan untuk menghamburkan uang mereka agar bisa tampil glamor atau mewah dan mendapat pengakuan orang lain.

Untuk itu, sebisa mungkin flexing adalah perbuatan yang harus dihindari. Apalagi jika kondisi keuanganmu sama sekali tidak mendukung untuk merealisasikan gaya hidup tersebut. 

Tak sedikit dari mereka yang mencoba justru terjebak dalam lingkaran utang yang sangat kompleks. Nah, agar bisa terbebas dari ancaman itu, kamu bisa membaca selengkapnya di ebook Finansialku “Cara Terbebas dan Terhindar Dari Utang”.

Dari sini kamu bisa mengetahui cara untuk terbebas dari utang dan apa saja utang baik maupun utang yang buruk (bad debt dan good debt). Jadi langsung saja download ebook-nya secara gratis DI SINI!

Banner Iklan Ebook Cara Terbebas dan Terhindar dari Utang - PC
Banner Iklan Ebook Cara Terbebas dan Terhindar dari Utang - HP

 

Itulah informasi mengenai komunitas La Sape Kongo yang tak segan tampil modis di tengah kondisi kemiskinan negaranya. Lalu apa tanggapan Anda mengenai informasi ini?

Jangan segan untuk menuliskannya di kolom komentar ya.

 

Editor: Ratna Sri H.

Sumber Referensi:

  • Linda Hasibuan. 18 April 2022. La Sape di Kongo Vs Kaum Flexing RI, Hidup Miskin Asal Gaya. Cnbcindonesia.com https://bit.ly/3JS9zLm
  • Redaksi. 19 April 2022. Mengenal La Sape di Kongo, Gengsi Tampil Bergaya di Tengah Kemiskinan. Cnnindonesia.com – https://bit.ly/3rCS77n