Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas usulan mengenai cuti melahirkan 6 bulan plus 40 hari untuk suami. Kira-kira apa manfaatnya?

Adakah negara yang sudah menerapkannya? Cek artikel berikut untuk mengetahui informasi selengkapnya!

 

Aturan Baru Cuti Melahirkan 6 Bulan, Plus 40 Hari untuk Suami

Sobat Finansialku, dalam waktu dekat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU-KIA) mengenai cuti melahirkan selama 6 bulan plus 40 hari untuk suami.

Sebelumnya, Ketua DPR, Puan Maharani, telah mendorong aturan agar ibu melahirkan diberikan cuti selama 6 bulan.

Kemudian, disusul dengan usulan DPR terkait cuti selama 40 hari bagi suami, untuk menemani sang istri pasca melahirkan.

[Baca Juga: Indonesia Termasuk Negara Dengan Biaya Persalinan Termurah, Cek Fasilitasnya!]

 

Manfaat Cuti Melahirkan 6 Bulan untuk Istri dan 40 Hari Bagi Suami

Sebelumnya Indonesia menetapkan regulasi mengenai cuti melahirkan hanya 3 bulan atau 90 hari kerja.

Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Lalu, adanya rancangan undang-undang terbaru ini pun disambut baik oleh banyak pihak.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo, SpOG, menegaskan cuti 6 bulan dapat menekan risiko kematian ibu dan anak yang saat ini cukup tinggi.

“Cuti 6 bulan kalau kita lihat sisi manfaatnya sangat sangat bermanfaat, karena apa? Saya berdasarkan data ini ya, di Indonesia kematian ibu masih cukup tinggi, kematian bayi juga cukup tinggi, dan angka kelahiran prematur juga tinggi. Hal ini karena tidak sukses mengawal kehamilan dan kelahiran 1.000 hari ke depan,” tegasnya, melansir Health.detik.com (23/06).

 

Berikut ini sejumlah manfaat dari adanya cuti melahirkan 6 bulan dan 40 hari untuk para suami, diantaranya:

#1 Menekan Risiko Keguguran dan Bayi Prematur

Cuti selama 6 bulan bagi para ibu hamil dan melahirkan akan menekan risiko keguguran dan kelahiran bayi prematur.

Setidaknya sang ibu bisa mengamankan kondisinya selama 4 minggu sebelum melahirkan, serta 36 minggu setelah melahirkan.

Apabila ibu hamil melakukan aktivitas yang berat sebelum proses persalinan, maka akan berisiko mengalami pecah ketuban dan lahir sebelum waktunya.

“Kita bisa amankan 4 minggu sebelum melahirkan dan 36 minggu kondisi setelah melahirkan. Karena memang nasehat dokter kalau sudah hamil mendekati persalinan tidak boleh ini ya yang berat-berat, kalau aktivitas banyak bisa ketuban pecah atau lahir sebelum waktunya,” tambah Hasto.

 

#2 Memberikan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

Kebijakan ini juga bertujuan untuk memberikan waktu kepada sang ibu dalam memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif kepada sang bayi.

Pemberian ASI secara teratur akan membantu proses tumbuh kembang anak.

ASI eksklusif terpenuhi ini sangat luar biasa. Jadi ada waktu untuk berikan ASI eksklusif, untuk pemulihan kesehatan, dan pastinya untuk persiapan melahirkan,” imbuhnya.

[Baca Juga: Jangan Pusing! Ini Kiat Sukses Menyiapkan Biaya Persalinan Normal]

 

#3 Suami Bisa Lebih Berperan untuk Mendampingi Istri

Suami memiliki peran penting baik sebelum maupun sesudah melahirkan.

Sebelum melahirkan, suami akan selalu siaga jikalau waktu persalinan akan tiba. Seperti mengantakan ke rumah sakit dan mempersiapkan keperluan lainnya.

“Perempuan yang melahirkan ini memang butuh keluarga siaga, paling tidak sebelum hari kelahiran siaga seminggu sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL). Artinya apa? ada tanda tanda melahirkan, ada kontraksi harus siaga. Kan bisa pas jam kantor dan jam tidak libur. Jadi keluarga siaga terutama suami,” tegas Hasto.

 

Selain itu, pasca melahirkan sang istri cenderung memiliki tingkat stres yang cukup tinggi.

Tidak hanya aspek psikis, Hasto juga mengingatkan bahwa pasca melahirkan kondisi kesehatan fisik sang ibu sangat rentan.

Sehingga, di sinilah peran suami amat dibutuhkan, untuk membantu sekaligus mendampingi istrinya.

“Setelah melahirkan, kalau lahir normal 2-3 hari sudah merasa nyaman memang. Tapi sebetulnya rahimnya masih besar, peluang pendarahan bisa terjadi. Kemudian kecemasan terjadi pasca persalinan, bahkan bisa sampai 10 hari. Jadi sebetulnya istri itu butuh dukungan suami sebaik-baiknya agar kenyamanan terjamin.” Tutur Hasto.

 

Perlu Kajian Mendalam Sebelum Ditetapkan

Kendati demikian, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengharapkan evaluasi dan kajian mendalam sebelum menetapkan undang-undang ini.

Pasalnya aturan tersebut akan mempengaruhi produktivitas kerja serta kemampuan dari masing-masing pengusaha.

“Karena hal ini menyangkut produktivitas tenaga kerja dan tingkat kemampuan dari masing masing pengusaha,” tegas Sarman melansir Kontan.co.id (22/06).

 

Produktivitas Kerja di Indonesia Cukup Rendah

Penetapan aturan ini dikhawatirkan akan membuat produktivitas kerja dari para tenaga kerja menjadi menurun.

Apalagi ditambah pihak suami yang juga mendapatkan cuti selama 40 hari.

“Perlu suatu kajian yang mendalam apakah harus 6 bulan atau cukup 4 bulan misalnya, kemudian apakah cuti suami 40 hari juga menjadi keharusan?,” Tambah Sarman.

 

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Berdasarkan data yang dihimpun Asian Productivity Organization (APO) tahun 2020, produktivitas kerja pekerja Indonesia berada di urutan 107 dari 185 negara.

Angka tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan dua negara tetangga yakni Singapura dan Malaysia.

[Baca Juga: 10 Cara Meningkatkan Produktivitas Saat Bekerja dari Rumah]

 

Mayoritas Pekerja Berasal dari UMKM

Sarman juga menekankan bahwasannya mayoritas pelaku usaha di Indonesia masih berstatus sebagai UMKM.

Tahun 2019 saja, 96,92% atau setara 119,6 juta tenaga kerja di Indonesia berasal dari sektor UMKM.

Bayangkan, jika satu pelaku UMKM hanya memiliki pekerja dalam jumlah 1-4 orang.

Maka apabila satu orang diantaranya tengah mengambil cuti melahirkan, maka akan berpengaruh terhadap produktivitas bisnis tersebut.

 

Negara yang Menetapkan Cuti Istri Melahirkan untuk Suami

Jika di Indonesia cuti melahirkan bagi pasangan suami istri masih menjadi rancangan.

Ternyata, di negara lain sudah ada yang mengimplementasikan aturan ini. Negara-negara tersebut diantaranya:

 

#1 Lithuania

Negara Lithuania memberikan cuti kepada sang suami atau ayah selama 156 minggu.

Tak sampai di situ, negara akan memberikan bayaran sebesar 78% dari gaji tetapnya jika mengambil cuti selama 104 minggu.

Bahkan pemerintah juga memberikan tunjangan kepada sang anak sebesar gaji penuh di tahun pertama, dan 70% gaji di tahun kedua.

 

#2 Jepang

Jepang dikenal sebagai negara yang sangat concern terhadap peran orang tua, baik sebelum dan setelah melahirkan.

Negeri Sakura ini akan memberikan cuti kepada suami selama satu tahun penuh. Negara juga tetap membayarkan gaji secara berjenjang selama 180 hari. Sebesar 67% dari gaji regular dan sisanya sebesar 50%.

[Baca Juga: Kepala Keluarga, Apa Cukup Cuma Ngandelin Gaji Aja?]

 

#3 Swedia

Salah satu negara di wilayah utara benua biru, Swedia, juga menerapkan aturan cuti melahirkan bagi suami. Cuti berlaku selama 480 hari bagi pasangan suami istri.

Tak sampai di situ, kedua orang tua juga berhak mendapatkan 90 hari libur dan 80% gaji.

 

#4 Islandia

Islandia akan memberikan cuti melahirkan kepada pasangan suami istri selama 3 bulan sebelum melahirkan.

Keduanya juga akan mendapatkan cuti tambahan selama 3 bulan lagi yang dapat dibagi untuk berdua.

 

#5 Kanada

Negara yang terletak di Amerika bagian utara, Kanada, juga memberikan cuti kepada pasangan suami istri.

Melalui aturan baru yang berlaku sejak 2019 lalu, sang suami/ayah akan diberikan cuti selama 5 minggu. Negara juga akan memberikan gaji sebesar 55% beserta gaji tahunan US$ 573.

[Baca Juga: Gaji Besar Belum Tentu Kaya, Gaji Kecil Belum Tentu Miskin]

 

Itulah beberapa negara yang sudah menerapkan aturan cuti bagi para suami ketika sang istri melahirkan. Kira-kira bagaimana dengan Indonesia?

Tentu saja, akan ada pro kontra mengenai aturan baru ini. Sehingga keputusan pemerintah menjadi sangat penting dan krusial.

Satu sisi mengimbangi peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, di sisi lain juga harus mempertimbangkan segi perekonomian atau dunia usaha.

Sembari menunggu pemerintah ketok palu, sebaiknya kita persiapkan kondisi fisik dan mental untuk menyambut kehadiran buah hati tercinta.

Tak kalah pentingnya juga kesiapan finansial, karena bertambahnya anggota keluarga berarti bertambah pula kebutuhan dan pengeluaran.

Jika Sobat Finansialku masih bingung bagaimana merencanakan keuangan rumah tangga, yuk, perbanyak referensi dengan membaca ebook Finansialku Panduan Cara Mengatur Keuangan Yang Benar Untuk Ibu Rumah Tangga

Tapi, jika Anda ingin mendapat arahan secara langsung terkait pengelolaan keuangan yang tepat sesuai dengan kondisi keuangan saat ini, silakan konsultasi dengan perencana keuangan Finansialku.

Hubungi melalui Aplikasi Finansialku atau buat janji via WhatsApp di nomor 0851 5866 2940!

Banner Konsultasi WA - HP

 

Apa pendapat Anda mengenai rancangan undang-undang terbaru ini? Share di kolom komentar di bawah, yuk!

Jangan lupa bagikan artikel ini melalui platform media sosial yang tersedia di samping. Terima kasih.

 

Editor: Ismyuli Tri Retno

Sumber Referensi: 

  • Ruth Meliana Dwi Indriani. 22 Juni 2022. 10 Negara dengan Aturan Cuti Melahirkan Terbaik Untuk Suami di Dunia. Suara.com – https://bit.ly/3NfrBsw
  • Mochamad Fajar Nur. 23 Juni 2022. Melahirkan Cuti 6 Bulan Plus Suami Cuti 40 Hari, Manfaatnya Apa Sih? Detik.com – https://bit.ly/3xPZZEG
  • Lailatul Anisah. 22 Juni 2022. Usulan Cuti Melahirkan 6 Bulan, Ini Kata Ketum HIPPI DKI Jakarta Sarman Simanjorang. Kontan.co.id – https://bit.ly/39J70iE