Belum lama ini banyak media yang memberitakan adanya gejolak di antara kubu OJK dan para pengusaha Fintech (Financial Technology). Masalah utamanya terkait regulasi OJK terhadap para pebisnis Fintech.

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku and News

 

OJK Harus Mengurus Beberapa Peraturan untuk Fintech

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) terus desak OJK untuk merampungkan regulasi yang mengatur jalannya bisnis perusahaan rintisan berbasis teknologi keuangan (fintech), terlebih untuk fintech berbasis pinjam meminjam.

Desakan ini dilakukan karena ada beberapa hal yang perlu ditambahkan di Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peer to Peer/P2P Lending).

Wakil Ketua AFTECH Adrian Gunadi mengungkapkan, asosiasi mengusulkan beberapa hal yang perlu diatur, di antaranya proses perizinan, seleksi manajemen, batas permodalan, batas bunga pinjaman, rasio pembiayaan bermasalah, hingga asuransi penjaminan fintech.

Seperti yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (7/3/18), Adrian memaparkan:

“Proses perizinan ini sebenarnya kriterianya sudah ada di POJK 77 melalui ISO27001, tapi bisa disempurnakan sebagai pembatasan atau aturan main antara pemain yang sudah kredibel dan yang istilahnya masih percobaan.”

 

Adrian pun menambahkan, selanjutnya yang harus diatur adalah seleksi manajemen direksi fintech, penting untuk melihat dengan jelas latar belakang kemampuannya.

Bahkan, menurutnya, bila perlu OJK ikut serta melakukan proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) kepada para calon jajaran direksi fintech:

“Kalau saya pribadi, seharusnya mungkin (pengalaman) 3-5 tahun. Sebenarnya, negara lain, pengurus P2P Lending itu bahkan perlu fit and proper test dulu.”

 

Selanjutnya yang harus diperhatikan adalah mengatur batas permodalan. Sebenarnya, saat ini, dalam POJK 77 telah ada ketentuan batas modal sebesar Rp2 miliar.

Hanya saja, kata Adrian, perlu diatur batas modal secara tingkatan (tier) layaknya bank dengan ketentuan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1-4:

“Tapi, belum bisa berikan usulan berapa angka (batas modal per tingkatan). Karena kami harus melihat dulu standar yang ada di negara lain, termasuk soal komponen pembentuk modal.”

 

Kemudian hal lain yang perlu diatur lewat POJK adalah soal batas bunga pinjaman.

Pasalnya, belakangan OJK mengeluhkan bahwa bunga yang diberikan fintech kepada peminjam terlalu tinggi.

Padahal, bunga itu terbentuk sesuai dengan tingkat di pasaran dan berdasarkan profil risiko peminjam.

Aftech-1-Finansialku

[Baca Juga: Kemilau Investasi di Bisnis Teknologi (Startup)]

 

Meski begitu, menurut Adrian ada baiknya bunga diatur oleh OJK. Agar dibuat sebuah rentang yang tak hanya melihat profil risiko dan bisnis fintech di dalam negeri, tapi turut melihat standar bunga fintech di negara lain.

Adapun saat ini, Adrian mengaku bahwa asosiasi memang tengah mengkaji batas bunga tersebut:

“Kami akan membuat batas bunga berdasarkan subsektor, misalnya batas bunga kredit UMKM itu berapa, lalu ke individu itu berapa.”

 

Selanjutnya, terkait rasio pembiayaan bermasalah. Hal ini dibutuhkan sebagai bentuk pengawasan dari OJK terhadap bisnis fintech.

Selayaknya lembaga jasa keuangan yang lain, fintech perlu juga diberi peringatan (warning) agar mampu mengelola pembiayaan bermasalah sebelum melewati batas rasio.

Terakhir, asuransi penjaminan bagi fintech. Adrian menyatakan, saat ini beberapa fintech telah jalan dengan perusahaan asuransi untuk memitigasi risiko gagalnya pengembalian pinjaman.

Namun, hal ini dirasa perlu dipertegas dalam aturan main OJK. Pasalnya, kerja sama dengan asuransi dinilai bisa menambah daya perlindungan terhadap konsumen dan fintech itu sendiri.

 

Merasa Dianaktirikan oleh OJK

Perlakuan OJK yang meminta agar perusahan Fintech tidak mencantumkan logo OJK dalam melakukan promosi dianggap sebagai bukti bahwa OJK menganaktirikan bisnis fintech.

Adrian Gunadi pun menyampaikan kelahiran fintech sudah mendapatkan restu dari otoritas keuangan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 soal Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Peer to Peer/P2P Lending).

Itu berarti, OJK sebagai otoritas menyepakati aktivitas usaha fintech adalah legal atau tidak melanggar ketentuan.

Aftech-3-Finansialku

Wakil Ketua AFTECH Indonesia, Adrian Gunadi

 

Lagipula, pasal 35 ayat B POJK tersebut menyebutkan bahwa perusahaan yang terdaftar harus mencantumkan logo OJK, seperti yang dipaparkan oleh Adrian:

“Logo itu sejalan dengan POJK 77. Kalau sudah terdaftar, hukumnya harus mencantumkan logo. Dengan melarang pencantuman logo, berarti bertolak belakang dengan landasan hukum yang diterbitkan oleh OJK sendiri.”

 

Ia membenarkan bahwa OJK tidak menanggung risiko yang ditimbulkan dari kegiatan usaha fintech. Namun, sebagai otoritas keuangan, sebaiknya OJK memperketat pengawasannya. Hal ini dinilai lebih baik ketimbang OJK lepas tangan.

Di samping itu, para perusahaan fintech juga terus melakukan mitigasi risiko untuk memastikan bahwa bisnis yang dilakoni aman dan tidak akan merugikan konsumen. Mulai dari tata kelola, pengecekan keamanan sumber dana dan penyaluran dana ke konsumen, audit pelaporan ke OJK, serta perlindungan konsumen.

Adrian juga menerangkan bahwa fintech dengan skema P2P Lending bahkan mengikuti ketentuan standar suku bunga yang sejajar dengan bank BUKU 1 dan 2:

Benchmark dengan bunga bank BUKU 1 dan 2 sekitar 14 persen-15 persen dengan jaminan. Nah, ini kami tingkatkan satu persen. Jadi, 15 persen sampai 16 persen, karena tanpa jaminan.”

 

Ketua AFTECH Indonesia Reynold Wijaya menuturkan, saat ini asosiasi tengah menginisiasi pembentukan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam dalam Jaringan yang Bertanggung Jawab.

Ia mengaku, pedoman ini rencananya akan dikeluarkan segera:

“Artinya, AFTECH terus berkomitmen dan bekerja secara intensif untuk mendukung terbentuknya regulasi yang bijak, baik dari sisi advokasi penyusunan maupun dari sisi implementasi operasional, serta melakukan edukasi kepada publik agar mereka dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman”

 

Pekan lalu, Wimboh mengeluarkan pernyataan bahwa OJK tak mengawasi kinerja fintech dalam mengelola keuangan. OJK hanya mengawasi dari sisi perlindungan konsumen, sehingga masyarakat diminta waspada pada risiko yang mungkin ditimbulkan dari fintech.

 

Berikan komentar dan pendapat Anda pada kolom di bawah ini, terima kasih.

 

Sumber Referensi:

  • Yuliyanna Fauzie. 7 Maret 2018. Asosiasi Fintech Desak OJK Sempurnakan Aturan Main. Cnnindonesia.com – https://goo.gl/rGdCJy
  • Yuliyanna Fauzie. 6 Maret 2018. Fintech Merasa ‘Dianak-tirikan’ oleh OJK. Cnnindonesia.com – https://goo.gl/62C79X

 

Sumber Gambar:

  • Adrian Gunadi – https://goo.gl/vx6E3g
  • Fintech – https://goo.gl/61zNbF
  • OJK – https://goo.gl/rCmFoJ

 

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg