Cerita Ramadan: duduk menunggu, pelanggan membeli merupakan kisah hidup seorang penjual koran di salah satu mall besar di Kota Bandung.

Tanpa mengenal lelah, membuat bapak menjadi seorang yang mau bekerja keras memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

 

Duduk Menunggu, Pelanggan Membeli

Kehidupan bapak tua yang satu ini akan membuat kita tertegun. Bagaimana tidak? Sejak tahun 1971, ia tetap setia menjalankan pekerjaannya sebagai tukang koran keliling.

Bapak kelahiran masa penjajahan Jepang sekitar tahun 1942 ini sempat menjadi petugas semprot obat nyamuk malaria ke rumah-rumah pada tahun 1961 hingga 1968 sebelum ia menjadi tukang koran.

Karena penghasilan yang ia rasa kurang karena ia harus membiayai 2 orang anaknya, maka pada tahun 1971 ia berpindah pekerjaan sebagai seorang penjual loper koran. Sebelumnya, ia sempat menganggur selama 2 tahun lamanya.

Demi anak dan istri, ia rela berkeliling kota untuk menjual koran. Itu ia lakukan ketika masih muda dan kekuatannya belum pudar benar.

Kini, di usianya yang menginjak 75 tahun, dengan punggung yang sudah bungkuk dan pandangan yang kabur tak bisa melihat secara jelas orang yang ada di hadapannya, ia tidak lagi dapat berkeliling kota.

Ia hanya duduk di salah satu sudut tangga sebuah mall yang cukup besar di kota Bandung, menunggu konsumen yang membeli koran yang ia tata rapi di sebuah meja kecil yang ia siapkan.

Koran yang hanya terjual sekitar Rp2.000-Rp5.000 saja per bundelnya, membuatnya masih tetap bersyukur dapat mengumpulkan setidaknya Rp40 ribu hingga Rp50 ribu setiap harinya.

Tak jarang para pengunjung mall berbaik hati memberikannya sejumlah uang atas rasa yang mereka rasakan ketika melihat keadaan bapak yang sudah cukup lama tidak mengunjungi anaknya yang tinggal di daerah Cibolerang.

Penglihatan yang sudah kabur dan keterbatasan untuk berjalan jauh membuatnya harus bersabar menunggu anak pertama dan para cucunya untuk datang berkunjung ke rumah.

Sedikit-sedikit, lama kelamaan menjadi bukit.

Uang yang ia tabung selama ia bekerja dapat berguna bagi penerus keluarganya.

Ia bersyukur karena ia dapat membiayai pernikahan anaknya yang pertama dengan hasil kerja kerasnya dari tahun 1971 dan hasil tabungannya selama ini.

Rasa malas terkadang ia rasakan untuk melangkah untuk bekerja, namun ia berperang melawan dirinya sendiri untuk tetap menjajakan koran demi mendapat uang yang dapat ia kumpulkan untuk biaya sekolah anaknya yang kedua dan juga istrinya yang tinggal di rumah.

Meski sudah rentan, ia tetap tak lelah jua bekerja menjual koran walau menghasilkan yang tak seberapa demi keluarga.

Daftar Aplikasi Finansialku

Download Aplikasi Finansialku di Google Play Store

 

Tetap Mawas Diri

Banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik ketika kita melihat setiap keadaan dengan hati yang terbuka.

Hidup ini mengajari kita untuk tetap mawas diri meski tantangan berat membebani.

Bekerja, bekerja dan bekerja, melakukan apa yang bisa dilakukan seperti pak tua bungkuk ini seharusnya memberikan kita inspirasi bagi kita untuk tetap tegar dan menghadapi hidup dengan rasa syukur pada Sang Pemberi Berkah.

Seperti sebuah lagu dari D’Masiv berikut ini:

“Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah, tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.

Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya bagi hamba-Nya yang sabar dan tak pernah putus asa.”

 

Pelajaran hidup apa yang Anda peroleh dari kehidupan bapak penjual koran yang sudah bungkuk? Mari isi puasa Anda dengan memberikan artikel ini kepada kerabat dekat Anda!

 

Sumber Gambar:

Dokumentasi Pribadi

 

Gratis Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Usia 30 an

Perencanaan Keuangan Untuk Usia 30 an - Finansialku Mock Up