Perekonomian Indonesia dilihat dari Indeks Daya Saing, Indonesia turun lima peringkat menjadi ke level 50.

Kali ini Finansialku akan membahas tentang indeks daya saing Indonesia yang mengalami penurunan. Agar lebih jelas, mari simak ulasannya berikut ini. Selamat membaca!

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku and News

 

Indeks Daya Saing Indonesia di ASEAN

Pertumbuhan ekonomi dunia sedang mengalami disrupsi akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Perang dagang yang belum kunjung usai memberikan efek domino ke berbagai negara.

Bagi wilayah ASEAN, perang dagang memberikan tantangan dan peluang.

Tantangan muncul karena ekonomi dunia yang melambat, sementara peluang hadir untuk meningkatkan sektor manufaktur karena ASEAN dinilai sebagai alternatif bisnis selain China.

Peringkat daya saing Indonesia dalam Global Competitiveness Index 2019 berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF), indeks daya saing Indonesia turun lima peringkat yakni di posisi 50.

Awalnya Indonesia ada di urutan 45 pada tahun 2017. Indonesia hanya berhasil mengantongi skor 64,6 turun 0,3 dari tahun lalu.

WEF mencatat 10 negara dalam jajaran peringkat paling atas meliputi, Singapura, AS, Hong Kong, Belanda, Switzerland, Jepang, Jerman, Swedia, Inggris, dan Denmark.

10 peringkat paling atas didominasi oleh negara-negara di Eropa.

Mengutip dari laporan WEF, kinerja Indonesia pada dasarnya tidak banyak berubah karena penurunan skor GCI kecil yaitu 0,3.

WEF menyebut kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasarnya (peringkat 7 dengan skor 82,4) dan stabilitas makro ekonomi (peringkat 54 dengan skor 90).

WEF juga menyebut Indonesia memiliki budaya bisnis yang dinamis (peringkat 29 dengan skor 69,6) dan sistem keuangan yang stabil (peringkat 58 dengan skor 64,0). Dua indikator itu terpantau meningkat pada 2019.

Indeks Daya Saing Indonesia Ke-4 ASEAN, Turun 5 Peringkat Dunia 02

[Baca Juga: Siap Melantai di Bursa, IPO Lion Air Mencapai Rp14 Triliun]

 

Sebagai negara berkembang, Indonesia disebut memiliki tingkat adopsi teknologi yang tinggi (peringkat 72 dengan skor 55,4).

Namun, kualitas akses tetap relatif rendah. Selain itu, WEF menyebut kapasitas inovasi Indonesia masih terbatas, meski semakin meningkat (peringkat 74 dengan skor 37,7).

“Ada ruang yang cukup untuk perbaikan bagi Indonesia kepada batas tertinggi penilaian, antara 30 dan 40 poin.”

 

Di Asia Tenggara sendiri, Indonesia menduduki ranking keempat. Selain Singapura, Indonesia kalah dari Malaysia yang bertengger di posisi 27 dengan skor 74,6. Peringkat Malaysia turun 2 dari sebelumnya 25.

Indonesia juga kalah dari Thailand yang menempati posisi ke 40 dengan skor 68,1. Peringkat Negeri Gajah Putih itu juga turun 2 level dari 38.

Indonesia berhasil lebih unggul dari Filipina di posisi 64 dengan skor 61,9. Posisi Filipina turun 8 peringkat dari sebelumnya 56.

Indonesia juga dinyatakan lebih berdaya saing dari Vietnam di posisi 67 dengan skor 61,5. Namun, Vietnam berhasil menaikkan posisinya sebanyak 10 peringkat dari sebelumnya 77.

 

Merosotnya Index Daya Saing Indonesia

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro mengakui turunnya daya saing disebabkan regulasi dan birokrasi pemerintah yang terlalu rumit.

Kondisi ini, membuat Indonesia belum terlalu ramah investasi. Ia juga mengatakan kondisi ini mengurangi daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.

Meski merosot, posisi Indonesia dalam indeks tersebut masih lebih unggul dibandingkan negara kawasan Asia Tenggara lainnya.

Posisi tersebut pun juga lebih unggul jika disandingkan dengan India, negara yang kerap dibandingkan dengan Indonesia.

Pada Indeks Daya Saing Global tahun ini, posisi India turun 10 peringkat, meski dari segi skor, penurunannya pun juga tidak begitu signifikan, yaitu 0,7 poin. Di skala global, WEF menilai terdapat pengerucutan kesenjangan daya saing global.

Ini karena, rata-rata skor dari 142 negara yang terlibat dalam penilaian indeks ini sebesar 61 poin, hampir 40 poin lebih rendah dari batas atas skor indeks.

Ini berarti, meski perekonomian global mengalami perlambatan, ada perbaikan dari segi kesenjangan daya saing.

Indonesia memiliki budaya bisnis yang dinamis dan sistem keuangan yang stabil dan tingkat adopsi teknologi yang tinggi, mengingat tahap perkembangan negara dan bahwa kualitas akses tetap relatif rendah.

Kapasitas inovasi masih terbatas tetapi semakin meningkat.

Secara keseluruhan, hasil laporan tersebut menunjukkan bahwa Asia Timur dan Pasifik yang terdiri dari 17 negara, mencapai skor median tertinggi di antara semua wilayah yakni 73,9, diikuti oleh Eropa dan Amerika Utara sebesar 70,9, berdasarkan 39 negara yang dinilai.

Namun, di kawasan Asia Timur dan Pasifik kesenjangan daya saing antara yang terbaik dan yang berkinerja terburuk jauh lebih besar daripada di Eropa dan Amerika Utara.

Ini menunjukkan bahwa, sementara banyak negara di Asia Timur dan Pasifik telah mencapai peningkatan daya saing mereka, ada beberapa yang perlu maju lebih cepat untuk mengejar ketertinggalan mereka.

 

Bagaimana tanggapan Anda terkait posisi daya saing Indonesia di ASEAN bahkan di dunia? Mampukah Indonesia meningkatkan daya saingnya?

Jangan lupa share artikel ini kepada teman-teman dan kerabat Anda. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

 

Sumber Referensi:

  • Selfie Miftahul Jannah. 10 Oktober 2019. Indeks Daya Saing Global Indonesia Turun Lima Peringkat ke Lvel 50. Tirto.id – https://bit.ly/313OBTw
  • CNN Indonesia. 10 Okober 2019. Indeks Daya Saing Indonesia Anjlok Lima Peringkat ke Level 50. Cnnindonesia.com – https://bit.ly/33mrWmI

 

Sumber Gambar:

  • Indeks Daya Saing Indonesia 01 – http://bit.ly/2M8UsTn
  • Indeks Daya Saing Indonesia 02 – http://bit.ly/2VHcJKF