“Portofolio Naik-Turun, Bikin Pusing?” Saatnya Rebalancing Sebelum 2026 Datang!  Menjelang akhir tahun, banyak investor sibuk cek performa investasinya: ada yang panik lihat grafik turun, ada juga yang senyum-senyum karena cuan. Tapi sebagian besar lupa satu hal penting — strategi rebalancing portofolio.

Rebalancing itu ibarat “servis tahunan” buat keuangan kita. Selama setahun, pasar udah naik-turun, sektor berubah, dan nilai aset nggak lagi seimbang seperti rencana awal. Kalau dibiarkan, portofolio bisa jadi terlalu berisiko atau justru terlalu defensif — dua-duanya nggak ideal buat target jangka panjang.

 

Apa Itu Rebalancing dan Mengapa Penting?

Secara sederhana, strategi rebalancing portofolio adalah proses menyesuaikan kembali porsi aset sesuai strategi awal. Misal kamu dulu punya komposisi:

  • 60% saham,
  • 30% obligasi,
  • 10% cash.

Setelah setahun, karena pasar saham naik, porsinya bisa berubah jadi 75% saham, 20% obligasi, 5% cash. Nah, di sinilah kamu perlu rebalancing — jual sebagian saham, beli obligasi atau cash — biar proporsinya balik ke 60-30-10.

[Baca Juga: Metode Sederhana Mengevaluasi Kinerja Investasi]

 

Kenapa ini penting? Karena tanpa disadari, pergeseran kecil kayak gini bisa bikin portofolio kamu nggak sesuai lagi dengan profil risiko. Rebalancing bikin kamu tetap disiplin:

#1 Menjaga risiko tetap terkendali.

Strategi rebalancing portofolio merupakan upaya kita dalam memitigasi risiko yang ada ditengah pergerakan perekonomian yang terjadi.

#2 Mengamankan keuntungan.

Ditengah ketidakpastian perekonomian membuat pergerakan saham, dolar, emas, dan instrumen investasi lainnya bergerak tidak pasti, perlunya ada pemantauan, perubahan, dan diversifikasi menjadi penting untuk tetap mencapai tujuan keuangan kita

#3 Menghindari keputusan emosional.

Keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh emosi, ada yang namanya bias, dan bias-bias ini sangat memengaruhi kondisi mental dan psikologis kita, jika ini berlanjut kita sangat bisa mengambil keputusan keuangan berdasarkan apa yang kita rasakan saat ini, sehingga bisa menggangu proses pencapaian tujuan investasi.

 

Menurut laporan Morningstar (2025), investor yang rutin rebalancing setiap 6–12 bulan bisa dapat return rata-rata 0,5–1,5% lebih tinggi per tahun dibanding yang nggak pernah. 

Alasannya simpel: mereka beli waktu murah dan jual waktu mahal — alias buy low, sell high versi sistematis. Jadi, rebalancing itu bukan tanda ragu, tapi tanda kamu investor yang dewasa dan tahu kapan harus “merem sedikit” demi strategi jangka panjang.

 

Mengidentifikasi Aset yang Perlu Ditingkatkan atau Dikurangi

Langkah pertama dalam strategi rebalancing portofolio adalah cek performa masing-masing aset. Tujuannya: tahu mana yang kebanyakan, mana yang kekurangan.

Tahun 2025 ini pasar punya cerita unik:

Di pertengahan tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menunjukkan dinamika yang cukup signifikan, dengan fluktuasi harga yang menjadi perhatian para pelaku pasar. 

Menariknya, sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) justru mengalami pertumbuhan luar biasa, bahkan mencatatkan status multibagger—yakni kenaikan harga lebih dari dua kali lipat sepanjang tahun berjalan hingga 26 Juni 2025.

  • PT Abadi Nusantara Hijau Investama Tbk (PACK), perusahaan yang bergerak di industri kemasan plastik. Saham PACK melonjak sebesar 708,13%. 
  • PT PAM Mineral Tbk (NICL) dari sektor pertambangan nikel mencatatkan kenaikan harga saham sebesar 261,54%. 
  • Sektor teknologi juga menunjukkan kinerja positif, tercermin dari kenaikan saham PT Informasi Teknologi Indonesia Tbk (JATI) sebesar 226%. 
  • PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET), yang bergerak di bidang layanan teknologi digital, tercatat mengalami pertumbuhan harga saham sebesar 191,38%.
  • Pada sektor agribisnis, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) memperoleh kenaikan signifikan sebesar 141,96%, seiring dengan tren positif harga komoditas di pasar global. 
  • Sektor pertambangan emas pun tidak ketinggalan, ditandai dengan pertumbuhan saham PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) sebesar 131,85%.

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa meskipun IHSG mengalami volatilitas, terdapat beberapa emiten yang mampu mencatatkan kinerja luar biasa pada paruh pertama tahun 2025.

Selain itu ada SBN yang juga diminati oleh masyarakat karena cenderung stabil dan aman

 

Obligasi pemerintah Indonesia (SBN), Surat Berharga Negara (SBN) merupakan surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. 

Ketika seseorang membeli SBN, pada dasarnya individu tersebut meminjamkan sejumlah dana kepada negara untuk mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk berbagai proyek pembangunan nasional. 

Sebagai kompensasi, pemerintah berkomitmen untuk membayarkan kembali pokok pinjaman pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan, serta memberikan imbal hasil berupa bunga, bagi hasil, atau kupon secara berkala.

Dibidang lain ada  Emas. Emas menjadi primadona di tahun 2025 , Emas itu pelindung klasik. Tiap kali ada isu geopolitik atau rupiah melemah, harga emas cenderung naik. Tahun 2025 aja, harga emas global naik karena ketegangan Timur Tengah dan fluktuasi dolar.

Terahir ada Crypto yang cukup volatil, namun dibeberapa waktu tertentu menjadi primadona karena harganya yang cukup tinggi, seperti bitcoin yang mencapai all time high nya

Sumber: Stockbit.com

 

Dari sini, kamu bisa evaluasi arah alokasi aset:

  • Kalau portofolio kamu terlalu berat di saham growth, saatnya geser sebagian ke obligasi atau reksa dana pasar uang. Reksadana Pasar Uang (RDPU) berfokus pada investasi 100% dana pada instrumen pasar uang seperti deposito berjangka, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), atau obligasi dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Jenis reksadana ini memiliki tingkat risiko paling rendah dan fluktuasi harga yang minimal. 
  • Kalau kamu terlalu defensif (semua di deposito), mungkin perlu tambah exposure ke saham blue chip atau ETF indeks. Contoh saham blue chip: saham perbankan
    Kalau kamu punya emas terlalu banyak, tapi tren harga stagnan, bisa dikurangi sedikit dan dialihkan ke sektor yang lagi undervalued.

Kuncinya: rebalancing bukan jual panik, tapi atur ulang posisi. Kayak main bola — bukan ganti pemain, tapi ubah formasi biar tim tetap seimbang menghadapi babak baru.

Rebalancing juga bikin kamu “ngambil untung dengan elegan” tanpa harus nunggu momentum pasar yang nggak pasti.

[Baca Juga: Strategi Hedging Akhir Tahun: Lindungi Kekayaan dari Risiko Pasar]

 

Strategi Window Dressing dan Dampaknya bagi Investor Ritel

Kalau kamu perhatiin, menjelang akhir tahun biasanya pasar saham mulai rame — harga beberapa saham tiba-tiba naik dalam waktu singkat. Fenomena ini disebut window dressing.

Apa itu window dressing?

Sederhananya, manajer investasi atau institusi besar melakukan pembelian saham unggulan (biasanya yang masuk indeks besar seperti LQ45 atau IDX30) di akhir tahun supaya portofolio mereka terlihat bagus di laporan tahunan. Kita bisa lihat, diakhir bulan selama 10 tahun terakhir, IHSG selalu ditutup dengan berwarna Hijau. Tujuannya? Menunjukkan performa positif ke klien atau pemegang saham.

Sumber: Stockbit.com

 

Efeknya buat investor ritel:

  • Efek positif: harga saham bisa naik dalam jangka pendek — peluang buat ambil profit cepat. Dan ini bisa dijadikan strategi untuk mengakumulasi saham dan dijual saat akhir tahun.
  • Efek negatif: setelah tutup tahun, banyak saham yang “didandani” itu balik ke harga normal (bahkan turun). Jadi sebagai investor juga kita bisa menyusun strategi dan memitigasi risiko

Contohnya: saham perbankan dan consumer goods sering naik di Desember, tapi terkoreksi lagi di Januari karena aksi jual dari fund besar. Jadi, kalau kamu mau manfaatin momen window dressing, gunakan momentum untuk rebalancing, bukan spekulasi.

Misalnya:

  • Kalau saham kamu udah naik tajam karena window dressing, jual sebagian untuk realisasi cuan.
  • Gunakan hasilnya buat top-up di instrumen stabil seperti obligasi atau reksa dana pasar uang.

Intinya: jangan tergoda euforia akhir tahun. Investor cerdas tahu kapan harus mundur selangkah buat maju dua langkah.

 

Tips Rebalancing dari CFP untuk Tahun Investasi 2026

Berikut beberapa rekomendasi dari beberapa Certified Financial Planner (CFP) buat kamu yang mau menyambut 2026 dengan portofolio sehat dan siap tempur:

#1 Rebalancing Itu Bukan Sekali Setahun Doang

Idealnya dilakukan setiap 6–12 bulan, atau kapan pun porsi aset bergeser lebih dari 10% dari target awal.  Tapi jangan juga kebanyakan rebalancing — bisa boros biaya transaksi dan pajak.

#2 Gunakan “Target Range”

Daripada nunggu proporsi tepat 60–30–10, buat rentang fleksibel: Misal 55–65% saham, 25–35% obligasi, 5–15% cash.  Kalau udah keluar dari range itu, baru lakukan rebalancing.

#3 Prioritaskan Pajak & Biaya

Ingat, tiap jual-beli ada biaya. Kalau kamu investor reksa dana, ada exit fee; kalau saham, ada pajak capital gain.  Jadi pastikan langkah rebalancing kamu tetap efisien.

#4 Diversifikasi Tetap Kunci

Tahun 2026 diprediksi masih penuh tantangan. Sektor yang berpotensi: energi hijau, infrastruktur digital, dan healthcare. Tapi jangan taruh semua di satu keranjang — tetap sisakan porsi di aset defensif seperti SBN atau deposito.

#5 Jangan Ragu Konsultasi

Kalau kamu belum yakin, minta bantuan perencana keuangan. Mereka bisa bantu analisis profil risiko, buat simulasi, dan bantu kamu rebalancing dengan strategi sesuai tujuan hidup — bukan cuma return.

#6 Gunakan Momentum, Bukan Emosi

Akhir tahun sering bikin investor “panas” karena FOMO (takut ketinggalan). Padahal, yang penting bukan kecepatan, tapi konsistensi strategi. Rebalancing justru ngajarin satu hal: sometimes, doing nothing is a decision too.

 

Rebalancing Adalah Tanda Investor yang Dewasa, Bukan Penakut

Banyak orang mikir rebalancing itu artinya “nggak yakin sama pasar.” Padahal justru sebaliknya — itu bentuk kedewasaan finansial.

Investor yang sukses bukan yang paling berani, tapi yang paling disiplin menjaga keseimbangan. Karena pasar selalu berubah, tapi tujuan hidup kamu harus tetap stabil.

Akhir tahun ini, sebelum sibuk bikin resolusi baru, sempetin buka aplikasi investasimu. Cek ulang komposisi aset, liat apa masih sesuai rencana, dan berani buat geser posisi kalau perlu. Ingat, tahun berganti bukan cuma ganti kalender — tapi juga saatnya ganti strategi. Biar di 2026 nanti, portofolio kamu nggak cuma besar nilainya, tapi juga kuat fondasinya.

Disclaimer: strategi rebalancing setiap orang bisa berbeda-beda bergantung pada tujuan investasi seseorang, banyak sekali faktor yang dapat memengaruhi keputusan investasi kita, sangat perlu untuk konsultasi pada ahlinya seperti CFP (financial planner) dalam melakukan rebalancing, 

Finansialku hadir untuk membantu klien dalam mendampingi proses pengaturan keuangan pribadi termasuk dalam investasi untuk mencapai tujuan keuangan masing-masing klien.

Finansialku menawarkan berbagai layanan yang dirancang untuk mendukung literasi dan manajemen keuangan secara komprehensif. Berikut beberapa layanan yang diberikan 

  • Konsultasi perencanaan keuangan, di mana klien dapat memperoleh panduan dalam merancang strategi keuangan jangka panjang, termasuk perencanaan dana pensiun, evaluasi asuransi, serta analisis portofolio investasi.
  • Program Pendampingan yang menyediakan pendampingan secara privat. Melalui program ini, peserta tidak hanya mendapatkan edukasi mengenai pengelolaan keuangan dan investasi, tetapi juga dilengkapi dengan laporan evaluasi yang mendalam untuk memastikan pemahaman dan implementasi yang optimal.
  • Portal edukasi Finansialku memuat beragam artikel, studi kasus, serta informasi relevan tentang pengelolaan keuangan pribadi dan keluarga, sehingga menjadi sumber referensi yang bermanfaat bagi siapa pun yang ingin memperdalam pemahaman di bidang ini.

Untuk itu, sebaiknya konsultasikan dengan Certified Financial Planner (CFP) Finansialku agar strategi investasi emas Anda terarah dan optimal. Hubungi Customer Advisory Finansialku di nomor Whatsapp 08515 5897 1311  atau klik banner di bawah ini dan buat janji konsultasi!

konsul- INVESTASI Q3 23