Dipakai boleh, tapi tidak boleh untuk bayar. Terdaftar boleh, tapi tetap diawasi ketat. Kok bisa begitu?

Bitcoin sudah lebih dari satu dekade hadir di Indonesia. Mulai dari dianggap “barang aneh”, lalu jadi tren, sampai akhirnya jadi salah satu aset digital paling populer di kalangan investor muda. Tapi di balik hype Bitcoin, ada satu hal penting yang sering bikin bingung:

 “Kenapa sih Bitcoin dilarang? Tapi kok bisa dibeli?”
 “Kenapa Bank Indonesia melarang, tapi Bappebti mengatur?”

Banyak banget masyarakat yang salah paham soal status hukum Bitcoin di Indonesia. Karena itu, artikel ini akan membahas secara lengkap — dari sejarah awal kemunculan Bitcoin, alasan pelarangan, regulasi terbaru, sampai dampaknya untuk investor.

 

Sejarah Awal Kehadiran Bitcoin di Indonesia

Bitcoin mulai dikenal di Indonesia pada sekitar tahun 2011–2012, saat komunitas teknologi dan developer mulai membicarakan konsep blockchain, wallet, dan mining. Pada masa awal ini, jumlah penggunanya masih sangat sedikit dan transaksi dilakukan dalam lingkup komunitas kecil melalui forum-forum internet. Belum ada exchange resmi, sehingga aktivitas trading dilakukan dengan sangat sederhana dan cenderung manual.

Memasuki 2014–2016, penggunaan Bitcoin mulai bertambah. Banyak anak muda mulai mencoba mining dengan perangkat komputer rumahan, melakukan jual-beli Bitcoin untuk belajar trading, dan memanfaatkannya untuk membeli barang digital. Popularitas Bitcoin mencapai puncaknya pada tahun 2017 ketika harganya naik drastis dari sekitar Rp15 juta menjadi Rp250 juta hanya dalam beberapa bulan. Kenaikan ini membuat pemerintah mengambil langkah serius untuk mulai mengatur ekosistem kripto demi melindungi masyarakat.

Pada periode tersebut, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai mengeluarkan pernyataan resmi, sementara Bappebti bergerak menjadi lembaga utama yang mengatur perdagangan aset kripto di Indonesia.

[Baca Juga: Investasi Bitcoin di Indonesia: Regulasi, Risiko, dan Peluang]

 

Alasan Pelarangan oleh Bank Indonesia

Pelarangan Bitcoin oleh Bank Indonesia bukan karena lembaga tersebut “membenci” Bitcoin, melainkan karena BI memiliki tugas menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan nasional. Ada tiga aspek penting yang menjadi alasan mereka: stabilitas Rupiah, keamanan transaksi, dan kestabilan sistem pembayaran nasional. Ketiganya dianggap dapat terganggu jika Bitcoin digunakan sebagai alat pembayaran.

#1 Bitcoin Bukan Alat Pembayaran Sah

Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyatakan bahwa hanya Rupiah yang sah sebagai alat pembayaran di Indonesia. Karena itu, menggunakan Bitcoin untuk membayar barang atau jasa dianggap ilegal. Praktik seperti membayar kopi, membayar sewa rumah, atau transaksi jual beli barang menggunakan Bitcoin tidak diperbolehkan karena dapat mengganggu kestabilan sistem pembayaran nasional. Jika terlalu banyak transaksi dilakukan menggunakan mata uang selain Rupiah, Bank Indonesia kehilangan kendali terhadap arus keuangan negara.

Inilah sebabnya, pada tahun 2017 Bank Indonesia menegaskan bahwa Bitcoin dan aset kripto lainnya dilarang digunakan sebagai alat pembayaran. Namun demikian, larangan ini tidak mencakup pemanfaatan Bitcoin sebagai komoditas investasi.

#2 Risiko Transaksi Ilegal dan Pencucian Uang

Bitcoin bersifat pseudonymous, dapat dikirim lintas negara tanpa batasan, dan tidak berada di bawah kendali bank sentral mana pun. Hal ini membuat Bitcoin rentan digunakan untuk transaksi ilegal dan aktivitas pencucian uang. Risiko ini mencakup pendanaan terlarang, judi online, aktivitas dark web, atau penghindaran pajak. Sebagai penjaga stabilitas sistem keuangan, BI wajib mencegah potensi penyalahgunaan ini. Karena itu, mereka melarang Bitcoin sebagai alat pembayaran demi menjaga keamanan ekonomi dan nasional.

 

Peran Bappebti dalam Pengaturan Aset Kripto

Jika Bank Indonesia melarang penggunaan Bitcoin untuk pembayaran, Bappebti justru mengambil peran mengatur Bitcoin sebagai komoditas digital. Bappebti berada di bawah Kementerian Perdagangan dan bertugas mengawasi perdagangan berbagai komoditas, seperti emas, minyak, gandum, dan kini aset kripto.

Pada tahun 2019, pemerintah menetapkan Bitcoin sebagai komoditas digital yang legal untuk diperdagangkan. Dengan demikian, masyarakat diperbolehkan membeli, menjual, menyimpan, dan melakukan trading Bitcoin sebagai instrumen investasi, selama dilakukan di platform resmi yang memiliki izin dari Bappebti.

Namun, legalitas ini tidak berarti Bitcoin bebas digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bitcoin tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran atau dibuat menjadi sistem pembayaran alternatif. Bappebti juga menetapkan daftar aset kripto yang boleh diperdagangkan melalui whitelist, berdasarkan penilaian kapitalisasi pasar, keamanan, stabilitas, dan risiko aset tersebut.

Exchange pun wajib memenuhi berbagai persyaratan, mulai dari izin operasi, segregasi dana nasabah, audit berkala, hingga standar keamanan tertentu. Semua ini bertujuan memberikan perlindungan maksimal bagi investor kripto Indonesia.

GRATISSS Download!!! Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg

 

Status Bitcoin di Indonesia (Update 2025)

Pada tahun 2025, status hukum Bitcoin secara umum masih sama, tetapi pengaturannya semakin matang dan detail.

Pertama, Bitcoin tetap legal sebagai komoditas investasi. Masyarakat dapat memperdagangkan Bitcoin melalui platform berizin Bappebti. Kedua, Bitcoin tetap ilegal sebagai alat pembayaran, dan merchant tidak boleh menerima kripto sebagai metode pembayaran, baik offline maupun online.

Pemerintah juga menerapkan pajak atas transaksi kripto sejak 2022, yang terdiri dari PPN sebesar 0,11% dan PPh final sebesar 0,1%. Jumlah platform exchange legal pun terus bertambah, mencakup Indodax, Tokocrypto, Pintu, Luno, Rekeningku, serta platform lain yang muncul hingga 2025.

Selain itu, sejak 2023, Indonesia telah memiliki bursa kripto nasional yang berfungsi serupa dengan bursa saham. Bursa ini memastikan bahwa transaksi kripto di Indonesia lebih transparan dan aman.

Semua aturan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung keberadaan aset kripto sebagai investasi, tetapi tetap menjaga agar Bitcoin tidak digunakan sebagai alat pembayaran.

 

Dampak Regulasi Bitcoin terhadap Investor dan Pelaku Bisnis

Regulasi Bitcoin memiliki dampak signifikan bagi investor, pelaku bisnis, dan ekosistem industri kripto di Indonesia.

#1 Dampak bagi Investor

Bagi investor, keberadaan regulasi memberikan sejumlah dampak positif. Investor kini mendapatkan perlindungan hukum yang lebih jelas dan dapat menggunakan platform resmi yang diaudit secara rutin. Sistem perdagangan kripto menjadi lebih aman dan kredibel, sehingga investor pemula pun memiliki ruang aman untuk belajar. Namun, ada juga konsekuensi negatif, seperti ketidakbolehan menggunakan Bitcoin untuk transaksi langsung serta adanya pajak yang dapat membuat trading jangka pendek kurang efisien. Meskipun begitu, secara keseluruhan regulasi membuat investasi Bitcoin jauh lebih aman bagi masyarakat.

Investasi Bitcoin akan jauh lebih aman jika difokuskan pada strategi jangka panjang dan dilakukan setelah memahami dasar-dasar teknologi kripto. Namun perlu Anda catat, keuntungan dan risiko ini akan selalu berkaitan sehingga perlunya analisis yang rutin agar sesuai tren investasi. Untuk mendapatkan analisis dan strategi yang update dari ahli keuangan dan investasi, gunakan Program Bookplan dari Finansialku. Jika Anda tertarik, hubungi Whatsapp 0851 5897 1311 atau klik banner di bawah ini ya!

bookplan

 

#2 Dampak bagi Pelaku Bisnis dan Merchant

Bagi pelaku bisnis, larangan Bitcoin sebagai alat pembayaran membatasi peluang adopsi pembayaran digital berbasis kripto. E-commerce dan gerai fisik tidak boleh menerima aset kripto sebagai alat transaksi. Meski demikian, pertumbuhan industri Web3 tetap berjalan. Banyak startup berfokus pada NFT, tokenisasi aset, blockchain gaming, serta layanan inovatif lain yang tidak bergantung pada pembayaran menggunakan kripto.

#3 Dampak bagi Ekosistem Kripto Nasional

Ekosistem kripto nasional memperoleh banyak manfaat dari regulasi yang jelas dan terstruktur. Industri menjadi lebih kredibel, aman, mudah diawasi, dan ramah bagi investor baru. Bursa kripto nasional memperkuat kepercayaan publik terhadap perdagangan aset digital dalam negeri. Dengan demikian, regulasi justru menjadi fondasi kuat bagi perkembangan industri blockchain dan aset kripto di Indonesia.

 

Peminat Bitcoin & Profil Pengguna di Indonesia

Berbagai laporan menunjukkan bahwa mayoritas pengguna kripto di Indonesia berasal dari generasi muda berusia 18–30 tahun. Menurut data dari Bappebti dan berbagai laporan industri, lebih dari 60% investor kripto berada dalam rentang usia 18–30 tahun. Ini menunjukkan bahwa kripto menjadi salah satu instrumen investasi favorit generasi digital. Namun, angka besar ini juga menunjukkan bahwa edukasi keuangan dan pemahaman risiko perlu diperkuat, terutama bagi Gen Z yang sering kali masuk karena tren, bukan karena riset yang matang.

[Baca Juga: Inilah Alasan Berhenti Investasi Bitcoin yang Saya Pertimbangkan!]

 

Masa Depan Bitcoin di Indonesia

Masa depan Bitcoin di Indonesia terlihat jelas: Bitcoin tidak akan menjadi alat pembayaran selama regulasi mata uang tidak berubah, tetapi Bitcoin akan tetap menjadi komoditas investasi yang legal, diawasi, dan terus berkembang. Pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi sekaligus membuka ruang bagi inovasi. Ekosistem blockchain tetap tumbuh melalui Web3, NFT, tokenisasi, DeFi, dan berbagai teknologi baru lainnya.

Bagi investor, Bitcoin adalah aset berisiko tinggi namun memiliki potensi jangka panjang. Kuncinya adalah riset, pemahaman regulasi, dan pengelolaan risiko yang bijak. Bitcoin tidak dilarang total; Bitcoin hanya dilarang untuk pembayaran. Sebagai aset investasi, Bitcoin sepenuhnya legal di Indonesia dan merupakan instrumen yang layak dipertimbangkan dalam portofolio diversifikasi.

Bagaimana pendapat kamu atas Regulasi Bitcoin di Indonesia? Setujukah kamu? Yuk berikan komentar kamu di kolom komentar. Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.