Setiap akhir tahun, investor di mana-mana mulai gelisah. Harga saham naik-turun, dolar tiba-tiba melonjak, dan berita ekonomi terasa seperti roller coaster.Padahal, portofolio udah disusun rapi: ada saham, obligasi, mungkin reksa dana. Tapi kok tetap was-was? Kenapa Portofolio Aman Tapi Tetap Deg-degan Tiap Akhir Tahun?” 

Jawabannya simpel: belum ada perlindungan. Di dunia investasi, nggak cukup cuma punya aset — kamu juga harus punya “pelindung nilai”. Itulah kenapa strategi hedging mulai jadi topik hangat di penghujung 2025.

Hedging bukan trik orang kaya atau trader profesional. Justru sebaliknya: ini strategi bertahan yang bisa bikin investor ritel tetap tenang meski pasar lagi guncang.

 

Mengapa Volatilitas Akhir Tahun Meningkat?

Kalau kamu merasa pasar akhir tahun sering lebih “liar” daripada bulan-bulan lain, kamu nggak salah. Ada beberapa alasan kenapa volatilitas meningkat di kuartal terakhir setiap tahun.

#1 Window Dressing

Fund manager besar dan institusi keuangan biasanya “memoles” portofolionya di akhir tahun biar laporan keuangan mereka terlihat kinclong.Mereka beli saham-saham unggulan yang performanya bagus — bikin harga beberapa emiten melonjak secara sementara.

Sumber: Stockbit.com

Kita bisa lihat dibulan December selama 10 tahun terakhir, IHSG selalu ditutup dengan berwarna Hijau.

#2 Kebijakan Moneter dan Suku Bunga

Biasanya di kuartal keempat, Bank Indonesia dan The Fed mengumumkan arah kebijakan untuk tahun depan.Kabar soal suku bunga bisa bikin pasar saham, obligasi, dan mata uang bergejolak dalam hitungan jam.

#3 Arah Kapital Global

Investor asing sering melakukan repositioning sebelum tutup buku. Mereka pindahkan dana dari negara berkembang ke aset dolar AS, emas, atau obligasi jangka pendek. Efeknya, nilai tukar rupiah bisa berubah cepat — kadang tanpa peringatan.

Menurut data Bloomberg Q4 2025, volatilitas indeks global (VIX) naik 18% dibanding rata-rata tahunan, dan IHSG sempat turun 4,8% hanya dalam dua minggu Oktober. Jadi, akhir tahun bukan saat terbaik buat “nebak-nebak” pasar — tapi saat yang pas buat pasang pelindung.

[Baca Juga: Metode Sederhana Mengevaluasi Kinerja Investasi]

 

Jenis Instrumen Hedging yang Populer di Indonesia

Di Indonesia, strategi hedging masih sering di salah pahami. Padahal banyak cara sederhana buat ngurangin risiko tanpa harus main derivatif kompleks. Berikut beberapa instrumen yang realistis dan legal dipakai investor lokal:

#1 Obligasi Pemerintah (SBN)

Secara sederhana, Surat Berharga Negara (SBN) merupakan surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Ketika seseorang membeli SBN, pada dasarnya individu tersebut meminjamkan sejumlah dana kepada negara untuk mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk berbagai proyek pembangunan nasional. Sebagai kompensasi, pemerintah berkomitmen untuk membayarkan kembali pokok pinjaman pada tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan, serta memberikan imbal hasil berupa bunga, bagi hasil, atau kupon secara berkala.

Adapun beberapa poin penting terkait SBN adalah sebagai berikut:

  1. Tingkat Keamanan dan Jaminan, SBN dikategorikan sebagai salah satu instrumen investasi yang memiliki tingkat keamanan tinggi, dengan risiko gagal bayar yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan: Jaminan oleh Undang-Undang: Pembayaran pokok pinjaman dan imbal hasil (kupon) SBN sepenuhnya dijamin oleh negara melalui payung hukum undang-undang. Dengan demikian, investor tidak perlu khawatir mengenai kemampuan pemerintah dalam memenuhi kewajiban pembayaran.
  2. Tujuan Penerbitan SBN: Pemerintah menerbitkan SBN dengan tujuan utama sebagai berikut: Membiayai defisit APBN. Mendukung pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek strategis nasional. Mengelola portofolio utang pemerintah secara optimal. Dengan demikian, SBN berfungsi sebagai sarana negara untuk memperoleh pendanaan sekaligus memberikan kesempatan kepada masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan nasional melalui investasi yang relatif aman.

SBN, terutama seri FR dan ORI, cocok buat mestabilkan portofolio saat saham lagi goyah.Imbal hasilnya 6–7% per tahun, risikonya rendah, dan bisa dijual kapan saja di pasar sekunder.

Kalau harga saham ambruk, SBN biasanya tetap tenang — itulah fungsi safe haven lokal.

 

#2 Emas

Emas itu pelindung klasik. Tiap kali ada isu geopolitik atau rupiah melemah, harga emas cenderung naik. Tahun 2025 aja, harga emas global naik karena ketegangan Timur Tengah dan fluktuasi dolar.

Berikut Grafik harga emas dalam lima tahun terakhir.

Sumber: Pluang.com

#3 Valuta Asing (Forex)

Kalau kamu punya eksposur aset rupiah, kamu bisa “netralin” risiko dengan punya sebagian tabungan dalam USD atau SGD. Misalnya kamu butuh bayar biaya kuliah anak di luar negeri, hedging valas bisa jaga nilai uangmu dari pelemahan rupiah.

#4 Reksa Dana Pasar Uang / ETF Defensif

Reksadana merupakan instrumen investasi kolektif, di mana dana masyarakat dikumpulkan dan dikelola oleh Manajer Investasi (MI) untuk diinvestasikan ke dalam portofolio efek. 

Berdasarkan alokasi asetnya, reksadana dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis utama, yang masing-masing memiliki karakteristik dan tujuan tertentu sesuai dengan tingkat risiko dan jangka waktu investasi.

  1. Reksadana Pasar Uang (RDPU) berfokus pada investasi 100% dana pada instrumen pasar uang seperti deposito berjangka, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), atau obligasi dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Jenis reksadana ini memiliki tingkat risiko paling rendah dan fluktuasi harga yang minimal. 
  2. Reksadana Pendapatan Tetap (RDPT) mengalokasikan minimal 80% asetnya pada efek bersifat utang, baik obligasi pemerintah maupun korporasi. Profil risikonya berada pada kategori menengah—lebih tinggi dibanding RDPU, namun lebih stabil dibanding reksadana saham. 
  3. Reksadana Campuran, Jenis reksadana ini menawarkan fleksibilitas dalam alokasi aset, dengan dana yang diinvestasikan pada saham, obligasi, dan pasar uang secara proporsional sesuai kebijakan Manajer Investasi. Risiko reksadana campuran berada pada tingkat menengah hingga tinggi, dengan potensi imbal hasil yang lebih besar daripada RDPT. 
  4. Reksadana Saham (RDS), berinvestasi minimal 80% aset pada saham yang terdaftar di bursa efek. Tipe reksadana ini memiliki tingkat risiko paling tinggi karena harga saham sangat fluktuatif, namun juga menawarkan peluang pertumbuhan modal yang maksimal. 

Semakin panjang periode investasi, semakin tinggi risiko yang dapat diambil untuk memperoleh potensi imbal hasil yang lebih besar. Pemahaman terhadap karakteristik setiap jenis reksadana sangat penting agar tujuan keuangan dapat tercapai secara optimal dan sesuai ekspektasi.

Reksadana menjadi produk ini rendah risiko, likuid, dan ideal buat “parkir” dana sementara. Reksa dana pasar uang bisa jadi “penyangga” portofolio waktu volatilitas naik, tanpa kehilangan potensi imbal hasil harian.

Hedging bukan berarti takut rugi — tapi siap menghadapi risiko tanpa drama.

 

Contoh Praktik Hedging dengan Obligasi dan Valuta Asing

Bayangin kamu punya portofolio seperti ini:

  • 70% saham,
  • 30% cash.

Menjelang akhir tahun, IHSG mulai fluktuatif dan dolar AS menguat karena investor asing keluar dari pasar domestik. Kalau dibiarkan, nilai portofolio kamu bisa turun karena dua hal sekaligus: harga saham jatuh dan rupiah melemah.

Dengan sedikit langkah hedging, kamu bisa atur ulang porsi tanpa harus panik jual semua aset:

  1. Alihkan 20% dari saham ke Obligasi Pemerintah tenor 5 tahun.
    Imbal hasilnya stabil, risikonya rendah, dan bisa bantu pertahankan nilai total portofolio.
  2. Gunakan 10% cash buat beli USD.
    Kalau rupiah melemah, nilai aset dolar kamu otomatis naik — kompensasi dari penurunan di aset lain.
  3. Sisakan 70% portofolio utama untuk tetap tumbuh.
    Hedging bukan berarti semua dipindah ke aset aman, tapi cukup bikin kamu tetap bisa tidur nyenyak. Prinsip utamanya: “Don’t predict the storm — build a stronger roof.” Kamu nggak bisa kontrol pasar, tapi bisa kontrol strategi.

Tapi tetap ya, kamu perlu untuk konsultasi dengan CFP, karena balik lagi harus disesuaikan dengan TUJUAN KEUANGAN kamu untuk apa?

[Baca Juga: Waspada! Mengintip Praktik Curang di Pasar Modal Indonesia]

 

Rekomendasi CFP: Kapan dan Bagaimana Menggunakan Strategi Hedging

Para perencana keuangan (CFP) biasanya punya patokan jelas soal kapan hedging perlu dilakukan dan bagaimana cara yang paling efisien. Namun treatmentnya satu orang dengan orang lainnya pasti berbeda, sesuai dengan tujuan keuangan masing-masing orang. Berikut beberapa contoh yang biasa dilakukan oleh perencana keuangan.

#1 Gunakan Saat Risiko Pasar Meningkat Drastis

Kalau eksposur kamu ke saham tinggi (lebih dari 60%) dan volatilitas mulai naik, waktunya pasang pelindung. Tanda-tandanya: rupiah melemah > 3% dalam sebulan, atau IHSG bergerak liar > 5% tanpa arah jelas.

#2 Lakukan Sebelum Krisis, Bukan Setelahnya

Hedging itu seperti asuransi — nilainya cuma terasa kalau dilakukan sebelum masalah datang. Jadi jangan nunggu berita buruk dulu baru bertindak.

#3 Pilih Instrumen yang Kamu Pahami

Kalau belum ngerti futures, options, atau kontrak derivatif lain, jangan maksa. Mulailah dari yang sederhana: emas, SBN, reksa dana pasar uang, atau valas.

#4 Tentukan Porsi Ideal

CFP menyarankan porsi hedging 10–30% dari total portofolio, tergantung profil risiko. Investor agresif cukup 10–15%, konservatif bisa sampai 30%.

#5 Perhitungkan Biaya dan Likuiditas

Setiap hedging ada cost-nya — spread valas, pajak obligasi, atau biaya transaksi. Pastikan pelindungmu nggak malah makan hasil investasimu sendiri.

#6 Evaluasi Tiap Kuartal

Pasar berubah, begitu juga risiko. Evaluasi posisi hedging setiap 3 bulan biar tetap relevan.

Tapi balik lagi, seluruh tips diatas harus disesuaikan dengan kondisi fiancial masing-masing dan tidak bisa disamaratakan treatmentnya, CFP akan membantu untuk memberikan insight-insight yang tepat dalam melakukan hedging

Untuk itu, sebaiknya konsultasikan dengan Certified Financial Planner (CFP) Finansialku agar strategi investasi emas Anda terarah dan optimal. Hubungi Customer Advisory Finansialku di nomor Whatsapp 08515 5897 1311  atau klik banner di bawah ini dan buat janji konsultasi!

konsul- INVESTASI Q3 23

 

Hedging Itu Bukan Takut Rugi, Tapi Berani Bertahan

Volatilitas akhir tahun bukan hal baru, tapi yang sering dilupakan adalah cara menghadapinya.Hedging bukan alat buat cari cuan, tapi buat jaga yang sudah kamu bangun sepanjang tahun.Investor cerdas tahu kapan harus maju, kapan harus bertahan, dan kapan harus lindungi asetnya. Karena di dunia investasi, yang menang bukan yang paling cepat, tapi yang paling tahan lama.

Sebelum tutup tahun, coba buka portofolio kamu lagi. Apakah asetmu sudah seimbang? Apakah kamu sudah punya “pelindung” saat pasar berubah arah?

Tahun 2026 akan penuh peluang — tapi hanya untuk mereka yang siap menghadapi risiko, bukan menghindarinya. Risiko pasti terjadi, jadi kita perlu siapkan strategi untuk menghadapi risiko tersebut 

Dan hedging adalah cara paling elegan buat bilang: “Aku siap cuan, tapi nggak akan sembrono.”