Pertanyaan apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup kerap menjadi momok di keluarga yang terjerat pinjaman.

Wajibkah mereka membayarnya? Agar tidak salah paham, simak artikel berikut sampai habis!

 

Summary:

  • Aturan tentang anak membayar utang orang tua yang masih hidup bisa didasarkan pada dua perspektif, yakni hukum syariat dan hukum negara.
  • Jika anak ingin membantu melunasi utang orang tua, pastikan untuk memperhitungkannya dengan bijak tanpa mengesampingkan kondisi keuangan pribadi.

 

Kasus Terkait Gaji Suami Habis Karena Melunasi Utang Orang Tua

Pembahasan warisan utang orang tua” mulai menyeruak usai media sosial dan portal berita online marak digunakan. Tak disangka, ternyata begitu banyak kasus semacam ini di sekitar kita.

Seperti kasus yang menimpa wanita bernama Karin (28) yang baru saja dinikahi Donwori (35). 

Usai menikah, ia dikejutkan dengan pernyataan suaminya yang tidak akan memberi nafkah selama setahun lantaran seluruh gajinya diarahkan ke rekening ibunya untuk membayar utang.

apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup 1

Ilustrasi Kondisi Keuangan. Sumber: okezone.com

 

Karin keberatan dengan keputusan Donwori. Sebab, Islam mewajibkan suami memberi nafkah keluarga

Karin merasa dirugikan karena Donwori tidak terbuka sejak awal hubungan. Ia makin terkejut saat sang suami memintanya mencukupi kebutuhan hidup selama ia tidak memberi nafkah.

Meski berat, akhirnya Karin setuju. Masalahnya, meski pada akhirnya utang orang tua Donwori lunas, ia tidak kunjung menafkahi Karin hingga hampir enam bulan berikutnya.

Karena tidak tahan, Karin pun menggugat cerai. Kondisi Karin membuat banyak orang prihatin. Sebagai pasangan, ia sangat dirugikan karena tidak dinafkahi dengan layak.

Lantas sebenarnya, apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup?

 

Apakah Seorang Anak Wajib Melunasi Utang Orang Tua?

Banyak orang mengajukan pertanyaan apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup. Hal ini didasari ketakutan jika harus membayar apa yang tidak mereka lakukan.

Sementara itu, ruh orang yang meninggal dalam keadaan berutang akan tergantung di akhirat. 

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Tirmidzi:

نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ

 

Artinya: Ruh seorang mukmin tergantung karena hutangnya hingga dilunasi. (HR Tirmidzi 1078)

 

Kondisi “tergantung” ini dijelaskan lebih lanjut oleh Al-Mula Ali Al-Qori:

فَقِيلَ : أَيْ مَحْبُوسَةٌ عَنْ مَقَامِهَا الْكَرِيمِ ، وَقَالَ الْعِرَاقِيُّ : أَيْ أَمْرُهَا مَوْقُوفٌ لَا يُحْكَمُ لَهَا بِنَجَاةٍ وَلَا هَلَاكٍ حَتَّى يُنْظَرَ، أَهَلْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ مِنَ الدَّيْنِ أَمْ لَا؟

 

Artinya: Sebagian ulama mengatakan: Ruhnya tertahan untuk menempati tempat yang mulia. Al-Iraqi mengatakan: Ia (di alam barzakh) dalam kondisi terkatung-katung, tidak dianggap sebagai orang yang selamat dan tidak dianggap sebagai orang yang binasa sampai dilihat apakah masih ada hutang yang belum lunas atau belum? (Mirqotul Mafatih, 5/1948).

 

Artinya, usai orang tua meninggal, alih-alih membagi warisan, keluarga harus membayar utang-utang mereka dengan uang peninggalan mereka. 

Jika aset tersebut habis, keluarga diwajibkan menjual aset yang tersisa sampai seluruh tanggungan selesai.

فإذا مات الوالد أو القريب وقد ترك مالاً أو ترك بيتاً وعليه دين : فيجب على الورثة أن يبيعوا البيت لسداد دينه ، وهم يستأجرون

 

Artinya: Jika seorang anak meninggal atau seorang kerabat meninggal, dan ia meninggalkan harta atau rumah, sedangkan ia punya utang. Maka wajib bagi ahli waris untuk menjual rumahnya untuk melunasi utangnya, walaupun mereka sedang menyewakannya. (Syarah Zadul Mustaqni).

 

Lantas, apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup dengan hartanya sendiri? Simak ulasan berikut sampai habis:

 

#1 Anak Tidak Wajib

Ibnu Qudamah RA mengatakan bahwa ahli waris tidak wajib membayar utang orang tua

Artinya, jika aset orang tua habis, anak-anaknya tidak wajib mengusahakan kekurangan pembayaran.

فَإِنْ لَمْ يَخْلُفْ تَرِكَةً، لَمْ يُلْزَمْ الْوَارِثُ بِشَيْءٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُهُ أَدَاءُ دَيْنِهِ إذَا كَانَ حَيًّا مُفْلِسًا، فَكَذَلِكَ إذَا كَانَ مَيِّتًا

 

Artinya: Jika mayit tidak meninggalkan harta waris sedikit pun, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban apa-apa. Karena mereka tidak wajib melunasi utang si mayit andai ia bangkrut ketika masih hidup, maka demikian juga, mereka tidak wajib melunasinya ketika ia sudah meninggal. (Al Mughni, 5/155).

 

Sementara itu, Syeh Muhammad bin Salih al Utsaimin Rahimahullah menyebut bahwa ahli waris boleh membayar utang dengan harta peninggalan orang tua. 

Misal, jika orang tua punya utang senilai Rp500 juta sementara harta mereka hanya Rp100 juta, maka anak hanya wajib membayarkan dengan aset mereka saja (Rp100 juta).

Dari sini, pemikiran untuk mewariskan utang ke anak merupakan tindakan tidak manusiawi dan cenderung bodoh. Sebab, anak tidak wajib menyelesaikan utang mereka.

 

#2 Berdasarkan Perspektif Hukum/Dalil

Ada dua perspektif yang dapat kamu lihat untuk menjawab apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup, yakni hukum syariat dan negara:

 

#1 Menurut Hukum Islam

Pertanyaan apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup telah terjawab. 

Meski tidak wajib menyelesaikannya, kamu dianjurkan untuk membantu orang tua jika mampu.

فإن تعذر إيفاء دينه في الحال، لغيبة المال ونحوها استُحب لوارثه ، أو غيره : أن يتكفل به عنه

 

Artinya: Jika utang mayit tidak bisa dilunasi ketika ia meninggal, karena tidak adanya harta padanya, atau karena sebab lain, maka dianjurkan bagi ahli waris untuk melunasinya. Juga dianjurkan bagi orang lain untuk melunasinya. (Kasyful Qana, 2/84).

 

Selain anak, orang lain yang merasa mampu juga diperkenankan membayar utang orang tua. Hal ini pernah dipraktikkan oleh sahabat Nabi bernama Abu Qatadah.

تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا, فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ, وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ? قُلْنَا: دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ, فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أُحِقَّ اَلْغَرِيمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ? قَالَ: نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ

 

Artinya: Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah SAW dan kami tanyakan: Apakah baginda akan menyalatkannya? Beliau melangkah beberapa langkah kemudian bertanya: “Apakah ia mempunyai utang?”. Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali. Maka Abu Qatadah menanggung utang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qatadah berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya. (HR. Abu Daud no.3343, dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal. 27).

 

#2 Menurut Negara

Negara memandang utang yang dibuat di dalam pernikahan sebagai harta bersama. 

Artinya, suami istri berkewajiban untuk melunasinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tenang Perkawinan yang menyatakan:

Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

 

Kemudian, jika orang tua memiliki pinjaman berkekuatan hukum, misalnya dengan bank, kamu tidak wajib menanggung. Sebab, hubungan hukum yang berlaku adalah orang tua dengan bank.

Kondisi bisa berubah jika kamu setuju menjadi penanggung. Jika menandatangani nota ini, artinya seluruh utang dilimpahkan ke kamu jika orang tua tidak mampu membayarnya.

Hal ini sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1820:

Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ke tiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

 

Jika mendapat pemberitahuan dari bank, kamu bisa menyampaikan bahwa dirimu bukan penanggung pinjaman orang tua. Dengan begitu, bank tidak berhak menagih apa pun ke kamu.

[Baca Juga: Warisan Utang untuk Ahli Waris, Siapkah Kamu Menerimanya?]

 

Faktor-faktor yang Memengaruhi Keputusan Anak untuk Membayar Utang Orang Tua

Ada sejumlah faktor yang membuat anak membayar utang orang tuanya, antara lain:

 

#1 Nilai-nilai Keluarga

Nilai-nilai keluarga yang kuat, seperti rasa tanggung jawab dan solidaritas, dapat menjadi faktor utama yang mendorong anak untuk membantu orang tua dalam melunasi utang. 

Rasa kewajiban untuk mendukung keluarga mungkin menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan.

 

#2 Kondisi Keuangan Pribadi yang Mapan

Kondisi keuangan pribadi anak juga berpengaruh. Jika stabilitas keuangan memadai, dia mungkin lebih mampu dan bersedia membantu orang tua dalam melunasi utang. 

Sebaliknya, jika anak menghadapi kesulitan finansial, kemungkinan ia memilih untuk tidak membayar utang yang mungkin lebih tinggi.

 

#3 Kebijakan Setempat

Kebijakan pemerintah atau pemangku kepentingan di tempat tinggal anak juga mendorong mereka untuk membayar utang. 

Alhasil, ia harus menyelesaikan seluruh pinjaman karena dipaksa oleh hukum.

Selain mengetahui beberapa faktor di atas, kamu juga bisa belajar dari salah satu klien Finansialku yang pernah mendapatkan “warisan utang” dari orang tuanya.

Darel (29 tahun) berupaya melunasi warisan kewajiban ayahnya yang sebelumnya tidak dia ketahui. Angkanya pun terbilang fantastis, yakni mencapai miliaran rupiah.

Lalu bagaimana Darel bisa survive dari kondisi ini? Simak kisahnya berikut!

 

Tips Melunasi Utang Orang Tua

Jika kamu berkomitmen membayar utang orang tua, simak tips Finansialku berikut untuk membantumu menyelesaikannya dengan efisien:

 

#1 Catat Seluruh Utang Orang Tua

Dalam rangka membantu orang tua membayar utang, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan informasi lengkap mengenai utang tersebut, termasuk nominal, tanggal jatuh tempo, dan suku bunga. 

Setelah itu, prioritaskan untuk membayar utang dengan suku bunga yang lebih tinggi terlebih dahulu.

 

#2 Atur Gaji dengan Baik

Untuk melunasi utang, penting untuk membagi gaji per bulan secara bijakPengeluaran harus ditekan agar sisa gaji dapat dialokasikan untuk tabungan dan pembayaran utang. 

Tabungan harus dipisahkan terlebih dahulu, minimal sebesar 30% dari penghasilan per bulan.

Sebagai referensi, kamu juga bisa baca ebook berikut ini Cara Terbebas dan Terhindar dari Utang, gratis!

 

#3 Dapatkan Penghasilan Lain

Menjual barang bekas merupakan salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan dana tambahan guna melunasi utang. 

Barang-barang bekas yang masih dalam kondisi baik dapat dijual melalui berbagai platform online.

Selain itu, mencari pekerjaan sampingan juga dapat menjadi upaya tambahan untuk meningkatkan pemasukan. Kamu bisa menjadi pekerja paruh waktu di akhir pekan atau freelancer.

 

#4 Hemat

Penghematan melalui penyelarasan gaya hidup merupakan salah satu cara untuk melunasi utang dengan cepat. 

Penghematan dapat dilakukan dengan mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak penting atau tidak mendesak.

[Baca Juga: Terungkap! Ini Cara Cepat Melunasi Hutang Hanya dalam 1 Hari]

 

Atur Keuangan dengan Benar Agar Tidak Wariskan Utang pada Anak

Pertanyaan apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup kerap dilontarkan di berbagai platform. 

Sebagian dari mereka khawatir jika nantinya harus melunasi pinjaman yang diwariskan orang tua.

Sebagai calon orang tua, kamu bisa mencegah hal ini terjadi ke anakmu dengan mengatur keuangan pribadi. Justru, kamu akan menyelamatkan mereka dari jurang neraka keuangan.

Untuk mendapatkan insight yang lebih baik dalam hal ini, kamu bisa konsultasi secara 1 on 1 bersama Perencana Keuangan Finansialku. 

Klik banner di bawah ini untuk buat janji konsultasi atau hubungi Customer Advisory via WhatsApp di nomor 0851 5866 2940. 

konsul - PERENCANAAN KEUANGAN SYARIAH Q3 23

 

Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

 

Sekian pembahasan tentang apakah anak wajib membayar utang orang tua yang masih hidup. Jika punya pertanyaan lebih lanjut, silakan sampaikan di kolom komentar di bawah ini.

Bagikan artikel ini di media sosial untuk membantu lebih banyak orang mendapat informasi yang valid. Terima kasih!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

 

Editor: Muhammad Dicky Syaifudin

Sumber Referensi: 

  • Admin. 10 Juli 2019. Status Utang Orang Tua kepada Anak. nu.or.id – https://bit.ly/3vsRwd8
  • Chikita Dinda. 03 Desember 2023. Menyikapi Utang Orang Tua dalam Islam (Plus Cara Mengatasinya). Finansialku.com – https://bit.ly/48oweMw
  • Krisna Aditomo. 20 Oktober 2022. Hutang Adalah Tanggung Jawab Ahli Waris. Kompas.tv – https://bit.ly/48FBATP
  • Rosyid Abu Rosyidah. 27 Oktober 2022. Apakah Anak Wajib Membayar Hutang Orang Tuanya? Bimbinganislam.com – https://bit.ly/47qA32s
  • Try Indriadi. 23 Mei 2012. Haruskah Anak Turut Bertanggung Jawab atas Utang Ayah? Hukumonline.com – https://bit.ly/41SsVdY