Bagaimana hukum jual beli sistem over kredit dalam Islam? Yuk, cari tahu hukumnya melalui TTS dalam artikel ini.

Bermuamalah dengan cara mencicil menjadi cukup populer di Indonesia. Banyak orang membeli kendaraan, rumah, hingga barang elektronik yang dibeli lewat kredit.

Di dalam Al-Quran pun tertera jelas tentang bagaimana ketentuan jual beli tidak secara tunai. Namun, ada kalanya seorang yang tidak sanggup membayar cicilan kemudian mengalihkannya kepada orang lain.

Lantas, muncul pertanyaan mengenai pengalihan kredit atau over kredit dari satu debitur kepada calon debitur lainnya, apakah sah dalam Islam?

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku Finansialku Planner

 

Transaksi Jual Beli Kredit Dalam Islam

“Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS al-Baqarah: 282).

 

Transaksi jual beli secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dibanding membeli secara kontan hukumnya sah dan halal.

Dengan syarat, transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan dengan akad sharih ‘adam al jahalah, yaitu dilakukan secara jujur dan menyepakati batas waktu dan harga barang. Transaksi tersebut pun harus bebas dari unsur riba.

Meski demikian, ada kalanya seorang yang tidak sanggup membayar cicilan kemudian mengalihkannya kepada orang lain. Tak hanya cicilan, pinjam meminjam uang yang dibenarkan pun terkadang mengalami pengalihan.

Bagaimana Hukum Jual Beli Sistem Over Kredit dalam Islam 01 - Finansialku

[Baca Juga: Beli Rumah Over Kredit. Yakin Aman? CEK Penjelasannya!]

 

Contoh kasus, yakni A memberi pinjaman kepada B, sedangkan B masih memiliki piutang kepada C. Begitu B tidak mampu membayar utangnya kepada A, ia mengalihkan beban utang tersebut kepada C. Dengan demikian, C yang harus membayar utang B kepada A, sedangkan utang C dianggap selesai.

Dari kasus diatas muncul pertanyaan mengenai pengalihan kredit atau over kredit dari satu debitur kepada calon debitur lain. Apakah transaksi tersebut sah dalam Islam?

Nah, sebelum Finansialku bahas lebih lanjut, yuk mainkan dulu Teka Teki Silang (TTS)-nya dengan klik tombol di bawah ini:

 

Jual Beli Sistem Over Kredit

Over kredit kadang disamakan dengan sistem balloon payment. Akan tetapi, sebenarnya terdapat perbedaan mendasar dari keduanya.

Perbedaan tersebut terletak pada ada atau tidaknya pengalihan tanggungan dari pihak debitur lama (pihak asal yang mengajukan kredit/qaridl) ke debitur baru (pihak yang menerima dan melanjutkan tanggungan kredit/qaridl baru) dengan objek kredit berupa barang yang sama.

Apabila terdapat pengalihan, maka itulah yang disebut over kredit. Jika tidak pengalihan, maka itu disebut balloon payment. Sederhananya ilustrasi dari over kredit ini adalah sebagai berikut:

Ada seorang debitur lama melakukan jual beli kendaraan secara kredit dengan masa cicilan 2 tahun (24 bulan). Setelah sampai 15 bulan, ternyata ia tidak bisa melanjutkan cicilan.

Akhirnya diputuskanlah olehnya untuk menjual kendaraan yang belum lunas tersebut kepada pihak debitur baru dengan harga yang disepakati.

Selanjutnya, pihak debitur baru melanjutkan cicilan yang belum terselesaikan oleh pihak debitur lama kepada kreditur (pihak penjual). Sehingga, cicilan yang teralihkan penagihannya itu hanya tinggal 9 bulan.

Nah, akad di atas merupakan akad sederhana dari sistem over kredit. Akad ini ternyata sudah jauh mengalami perkembangan di era modern ini.

Bagaimana Hukum Jual Beli Sistem Over Kredit dalam Islam 02 - Finansialku

[Baca Juga: Apa Bedanya Kredit Multiguna Syariah dan Konvensional?]

 

Sebagai gambaran singkatnya, adalah: A sedang kredit mobil ke lembaga finance (leasing) X. Kemudian, di tengah masa cicilan itu, A bermaksud menjual mobil tersebut ke pihak lain dengan sepengetahuan jasa leasing tersebut karena A merasa tidak mampu untuk melanjutkan cicilan.

Setelah proses akad selesai, dan terjadi kesepakatan harga antara A dengan calon pembeli, dan pembeli sadar atau tahu bahwa dia yang akan melanjutkan cicilan yang masih tertanggung, maka disepakatilah melakukan pindah tanggung jawab cicilan itu dari A ke pembeli baru tersebut terhadap cicilan pembelian ke jasa leasing.

Nah, ditinjau dari permasalahan fiqihnya, apakah akad semacam ini diperbolehkan?

 

Hukum Jual Beli Sistem Over Kredit dalam Islam

Di antara fiqih muamalah jual beli dalam Islam yang diatur adalah masalah over kredit atau pengalihan utang, dalam istilah syariah dinamakan dengan “al-hiwalah“.

Al-hiwalah diperbolehkan, berdasarkan dalil dari Assunnah, ijma’ para ulama, dan qiyas (analogi) yang sahih.

Dalil Assunnah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pengulur-uluran pembayaran utang yang dilakukan oleh seorang kaya merupakan sebuah bentuk kezaliman.

Jika (pembayaran piutang, ed.) salah seorang di antara kalian dialihkan kepada orang lain yang mudah membayar utang, hendaklah pengalihan tersebut diterima.” [HR. Bukhari dalam Shahih-nya, IV:585, no. 2287, dan Muslim dalam Shahih-nya, V:471, no. 3978; dari hadis Abu Hurairah radhi’allahu ‘anhu]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula, “Haram bagi orang yang mampu membayar utang untuk melalaikan utangnya.

Apabila salah seorang di antara kalian mengalihkan utangnya kepada orang lain, hendaklah pengalihan itu diterima, asalkan orang lain (yang diminta membayar utang) itu mampu membayarnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi]

Ijma’ ulama: Para ulama telah sepakat memperbolehkan al-hiwalah. Hal ini dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim. [I’lam Al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, I:380; dinukil dari Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, karya Syekh Shalih Al-Fauzan, II:81 dan Taudhih Al-Ahkam, karya Abdullah Al-Bassam, IV:579]

 

Sistem Over Kredit yang Dilarang dalam Islam

#1 Ditemukan Adanya Illat Keharaman

 

الأصل في المعاملة إباحة إلا ما دل الدليل على تحريمه

“Asal dari akad muamalah adalah boleh kecuali ditemukan adanya petunjuk keharamannya.”

 

Berangkat dari kaidah ini, hukum asal jual beli hukumnya adalah boleh. Demikian juga hukum kredit, hukum asalnya juga adalah boleh.

Kebolehan praktik muamalah jual beli kredit ini dibatasi pada ada atau tidaknya illat keharaman dalam jual beli, yaitu riba nasiah/riba kredit.

Riba nasiah, pada dasarnya merupakan akad jual beli yang tidak diketahui harga pasti disaat jatuh tempo pelunasan. Misalnya, sepeda motor dijual dengan harga Rp 15 juta.

Harga ini adalah harga maklum, baik angka ini disajikan dalam bentuk global sebagai Rp 15 juta itu sendiri atau diperoleh dari penjabaran keuntungan yang dikehendaki dari harga kontannya sebesar Rp 12 juta.

Bagaimana Hukum Jual Beli Sistem Over Kredit dalam Islam 03 - Finansialku

[Baca Juga: Sebenarnya Kredit Kendaraan Apakah Termasuk Riba?]

 

Misalnya, jika kontan harganya Rp 12 juta. Jika kredit, harganya Rp 12 juta ditambah dengan bunga 25% diangsur selama 12 bulan.

Bunga dari bunyi pernyataan semacam ini, dinamakan dengan istilah “keuntungan yang diharapkan” oleh pihak kreditur bila suatu barang dijual secara kredit. Alhasil, harga maklumnya adalah Rp 12 juta ditambah Rp 3 juta, sehingga total Rp 15 juta dengan diangsur selama 1 tahun.

Yang tidak diperbolehkan adalah apabila terjadi tertundanya pembayaran, maka pihak debitur dikenakan kewajiban membayar bunganya saja, meski pokok cicilannya tidak dibayar.

Inilah yang dimaksud dengan riba nasiah yang diharamkan. Sehingga, jika tidak ada illat riba nasiah ini, maka harganya menjadi maklum dan akad jual beli menjadi sah.

 

#2 Barang yang Dijualbelikan Sudah Harus Menjadi Milik Sempurna

Akad kredit pada dasarnya merupakan akad jual beli dan tidak bisa disamakan dengan akad utang uang disebabkan adanya wasilah barang.

Meski merupakan akad jual beli, namun sifat kepemilikan barang dari akad kredit adalah milkun dlaif atau kepemilikan lemah selagi belum terlunasi kreditnya. Oleh karenanya belum memenuhi syarat sempurnanya kepemilikan.

Jika harga kredit barang itu telah maklum diketahui harganya sejak awal transaksinya debitur lama dengan kreditur –seperti, misalnya Rp 15 juta rupiah yang diangsur selama 24 bulan– maka, ketika terjadi penghentian akad di bulan yang ke 15, menandakan bahwa kepemilikan barang itu menjadi kepemilikan yang bersifat musya’ atau kepemilikan bersama, yakni antara debitur lama dan kreditur.

Komposisi kepemilikan itu seolah dapat digambarkan dengan rasio 15:9 terhadap 24 bulan masa angsuran. Sederhananya dapat digambarkan sebagai 5s3, dengan 5 adalah komposisi milik debitur lama terhadap barang dan 3 adalah komposisi milik kreditur terhadap barang.

Karena diketahui komposisinya, maka berapapun komposisi itu, tetaplah merupakan barang nilai (mutaqawwam) sehingga layak untuk dihargai.

Bagaimana Hukum Jual Beli Sistem Over Kredit dalam Islam 04 - Finansialku

[Baca Juga: Ekonomi Islam: Definisi, Prinsip, Manfaat dan Contohnya]

 

Dalam ketentuan fiqih Madzhab Hanafi, disebutkan bahwa menjualbelikan barang musya’ (barang milik bersama), hukumnya adalah boleh jika barang itu tidak bisa dibagi dua.

Adapun untuk barang musya’ yang bisa dibagi, hukumnya tidak boleh, kecuali bila dibagi terlebih dulu.

 

ولا تجوز الهبة فيما يقسم إلا محوزة مقسومة ، وهبة المشاع فيما لا يقسم جائزة

“Tidak boleh menghibahkan barang musya’ (barang dengan kepemilikan bersama) yang bisa dibagi kecuali melewati pembagian terlebih dulu. Adapun untuk barang musya’ yang tidak bisa dibagi, maka hukumnya boleh menghibahkanya.” (Fathul Qadir, Juz 9, halaman 28)

 

Alasan yang disampaikan oleh madzhab ini adalah karena perpindahan kepemilikan melazimkan adanya qabdlu (penyerahan) secara sempurna sebab nash.

 

ولنا أن القبض منصوص عليه في الهبة فيشترط كماله والمشاع لا يقبله إلا بضم غيره إليه ، وذلك غير موهوب

“Dan menurut kami, penyerahan barang akibat dari akad hibah (baca: jual beli!) merupakan yang manshush sehingga disyaratkan penyempurnaan serah terimanya, sementara resiko dari harta musya’ adalah serah terima itu tidak bisa dilakukan sebab kepemilikan itu menjadi terkumpul (milik bersama) antara salah satu pemilik lama dengan pemilik baru, yaitu orang yang diberi hibah (baca: pembeli!).” (Fathul Qadir, Juz 9, halaman 28)

 

banner- investasi syariah yang menguntungkan

 

Namun, untuk Madzhab Syafii, hukumnya boleh menjualbelikan barang musya’ semacam, meski merupakan barang yang tidak bisa dibagi atau bahkan merupakan barang yang bisa dibagi.

Alasannya adalah, sebab dalam barang musya’, terdapat hak milik penjual. Yang dipentingkan dalam Madzhab Syafii, adalah asalkan status kepemilikan itu diketahui dan adanya kejelasan rincian akad (tafriq al-shafqah).

Namun, ada catatan, bila terjadi pembagian, dan membutuhkan biaya pembagian, maka mu’natu al-qismah (biaya pembagian) merupakan tanggung jawab dari pembeli yang baru (debitur baru).

 

وَلَوْ تَنَازَعَا فِيمَنْ يَكِيلُ نَصَّبَ الْحَاكِمُ كَيَّالًا أَمِينًا يَتَوَلَّاهُ وَيُقَاسُ بِالْكَيْلِ غَيْرُهُ وَأُجْرَةُ كَيَّالِ الْمَبِيعِ أَوْ وَزَّانِهِ أَوْ مَنْ ذَرَعَهُ أَوْ عَدَّهُ وَمُؤْنَةِالثَّمَنِ وَمُؤْنَةِ إحْضَارِ الثَّمَنِ الْغَائِبِ إلَى مَحَلِّ الْعَقْدِ عَلَى الْمُشْتَرِي

 

“Bila penjual (debitur lama) dan pembeli (debitur baru) terjadi perbedaan pendapat mengenai orang yang menakar (membagi barang musya’), maka pihak hakim bisa menengahi dengan menyuruh penakar yang dipercaya dan diutusnya, selanjutnya pemilik yang lain (jasa leasing/kreditur) mengikuti pertimbangan utusan/putusan hakim ini.

Biaya penakar atau penimbang, atau pengukur, penghitung, penetap besaran harga barang yang dijual, meminta harga dari pihak yang tidak ada di majelis ke tempat dilangsungkannya akad, semua itu merupakan tanggung jawab pembeli (debitur baru).“ (Hasyiyat al-Jamal ala Syarh Raudlu al-Thalib, Juz 3, halaman 173)

 

Sehingga, karena semua biaya pembagian harus ditanggung oleh pembeli, maka yang harus diketahui berdasarkan ibarat ini, adalah harga bagian musya’ yang dimiliki oleh debitur lama merupakan yang wajib diketahui.

Nah, Sobat Finansialku, demikian penjelasan mengenai hukum jual beli over kredit atau pengalihan utang.

Apabila benar dilakukan sesuai syariat Islam dan pembagian kewajiban jelas, maka boleh dilakukan sebab mencegah kemungkaran, seperti halnya menunda membayar kredit.

Intinya kedua belah pihak sama sama setuju dan mendapatkan keuntungan dari over kredit yang dijalankan termasuk dengan transaksinya yakni dijalankan transaksi dengan cara yang islami.

 

Apakah Anda sudah memahami mengenai hukum jual beli sistem over kredit dalam Islam? Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.

Jangan lupa bagikan artikel ini pada Sobat Finansialku lainnya. Terima kasih.

 

 

Sumber Referensi:

  • Redaksi. Tanya Jawab: Hukum Transaksi Oper Kredit. Pengusahamuslim.com – http://bit.ly/3u8HNDw
  • Redaksi. Hukum Over Kredit Rumah dalam Islam. Dalamislam.com – http://bit.ly/3prWmi4

 

Sumber Gambar:

  • Over Kredit 1 – http://bit.ly/3atoNry
  • Over Kredit 2 – http://bit.ly/3s1dwox
  • Over Kredit 3 – http://bit.ly/2NcTEQy
  • Over Kredit 4 – http://bit.ly/3dxHP2j