Apa penyebab munculnya prediksi AS resesi di 2019? Lalu, bagaimana dampaknya terhadap Indonesia serta IHSG?

Mari simak pembahasan selengkapnya berikut ini.

 

Artikel ini dipersembahkan oleh:

Logo Rivan Kurniawan

 

Perekonomian AS

Pertumbuhan perekonomian AS menjadi penggerak ekonomi terbesar di dunia, dengan pertumbuhan GDP/Produk Domestik Bruto yang stabil.

Selain itu menjelang akhir tahun 2018 kemarin, data perekonomian AS juga mulai menunjukkan perbaikan yang positif.

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 02 Ekonomi AS - Finansialku

[Baca Juga: Ekonomi Global dalam Kondisi Waspada, Bagaimana dengan Indonesia?]

 

Meskipun data perekonomian AS menunjukan perbaikan positif, namun yang menarik perhatian Penulis adalah munculnya isu resesi AS sejak Desember 2018.

Sejumlah pengamat memprediksikan bahwa AS akan mengalami resesi di tahun 2019 ataupun di 2020 mendatang.

Isu resesi AS tersebut, sudah banyak menjadi topik pembicaraan di pasar keuangan global, begitu pun di Indonesia. Tak pelak kabar ini membuat pelaku ekonomi Indonesia panik.

 

Current Condition AS

Jika kita mengacu pada kondisi AS saat ini, maka indikator-indikator yang ada tidak menunjukkan bahwa kondisi AS saat ini mengalami penurunan aktivitas ekonomi, sebaliknya perekonomian AS saat ini justru sedang membaik.

Kita dapat melihat kinerja perekonomian AS yang saat ini tengah membaik, yang ditunjukkan dari sejumlah indikator yang turut mengalami peningkatan, di antaranya:

Pertumbuhan GDP/Produk Domestik Bruto AS, sebelumnya sempat down sebesar 1,3% pada pertengahan tahun 2016.

Namun akhirnya GDP AS terus mengalami peningkatan hingga per tahun 2018 kemarin GDP AS berada di sekitar 3%. Pertumbuhan GDP AS ini, bisa Anda lihat pada screenshot berikut ini:

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 03 GDP Annual Growth Rate - Finansialku

GDP Annual Growth Rate

 

Selain pertumbuhan GDP yang meningkat, pertumbuhan inflasi AS juga stabil di kisaran 2,0% – 2,5% per November 2018 kemarin.

Dan seperti yang sudah kita ketahui, pertumbuhan inflasi AS sempat memuncak hingga ke 2,9% dan bertahan selama Mei-Juni 2018.

Sehingga bisa dikatakan bahwa pertumbuhan inflasi AS termasuk stabil, dan sebagai gambarannya bisa dilihat pada screenshot berikut:

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 04 Inflation Rate - Finansialku

Inflation Rate

 

Demikian pula positifnya kondisi AS tersebut, juga didukung oleh semakin berkurangnya tingkat pengangguran/Unemployment Rate yang sudah mencatatkan penurunan jumlah pengangguran hingga 3,7% sejak September hingga November 2018 kemarin.

AS sendiri sebelumnya pernah mencatatkan tingginya angka pengangguran hingga ke 4,1% selama kurun waktu tiga bulan di awal tahun 2018, sedangkan angka Unemployment Rate sebelumnya berada di 4,5% pada tahun 2017. Sebagai gambarannya bisa dilihat pada screenshot berikut:

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 05 Unemployment Rate - Finansialku

Unemployment Rate

 

Dari stabilnya GDP Growth, Inflasi dan Unemployment Rate tersebut sudah menunjukkan kinerja perekonomian AS di tahun 2018 kemarin justru lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

 

Prediksi AS Resesi di 2019

Kalau benar begitu, mengapa isu resesi harus muncul di tengah membaiknya perekonomian AS?

Apalagi jika isu resesi benar terjadi maka AS akan menghadapi resesi yang kelima kalinya dan akan menutup era pertumbuhan ekonomi AS yang gemilang.          

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai isu resesi AS, ada baiknya kita memahami lebih dulu definisi dari “Resesi”.

Resesi adalah suatu kondisi dari Produk Domestik Bruto (GDP) yang turun secara signifikan, dan biasanya terjadi selama beberapa kuartal maupun lebih dalam satu tahun.

Munculnya isu resesi bisa ditandai dengan beberapa hal seperti penurunan PDB (Produk Domestik Bruto), menurunnya tingkat produksi persediaan, penjualan ritel yang juga menurun, serta meningkatnya level pengangguran.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, AS sendiri sudah empat kali mengalami resesi yang terjadi di tahun 1980, 1990, 2001, dan 2007.

Resesi yang sudah pernah terjadi di AS, salah satunya didorong oleh fenomena yang disebut inverted yield.

So, Apa itu Inverted Yield? Inverted Yield ini terjadi karena imbal hasil obligasi AS bertenor pendek lebih tinggi dibandingkan dengan imbal hasil obligasi AS bertenor panjang.

Sejumlah pengamat ekonomi biasanya menggunakan indikator Inverted Yield ini untuk memprediksi terjadinya resesi.

Indikator yang menunjukkan akan terjadinya resesi adalah jika imbal hasil obligasi jangka pendek > imbal hasil obligasi jangka panjang.

Historical menunjukkan Inverted yield terjadi pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun sekitar 26,3 bulan sebelum resesi terjadi.

728x90 hitung sekarang Investasi Saham
300x250 - Hitung Sekarang Investasi Saham

 

Demikian halnya dengan inverted yield terjadi pada obligasi tenor 3 tahun dan 10 tahun, terjadi sekitar 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Adapun gambaran terjadinya resesi AS adalah seperti berikut:

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 06 Resesi AS - Finansialku

Resesi AS

 

Seperti yang sudah kita ketahui, saat ini AS kembali diterpa isu resesi sejak Desember 2018, yang bermula dari pasar obligasi AS ketika imbal hasil obligasi tenor pendek dan imbal hasil obligasi tenor panjang AS yang saat ini sudah terbalik atau inverted yield.

Dan fenomena inverted yield ini kembali terjadi sejak akhir 2018 kemarin.

Yield obligasi pemerintah AS memiliki tenor 2 tahun saat ini berada sekitar 2,70%, saat ini sudah lebih tinggi ketimbang tenor 3 tahun yang hanya sebesar 2.68%.

Fenomena inilah yang kemudian mencuatkan isu resesi AS akan kembali terjadi.

Dengan imbal hasil obligasi tenor 2 tahun > imbal hasil obligasi tenor 3 tahun, mulai menggambarkan kondisi inverted yield dan mengindikasikan gejala awal akan terjadinya resesi AS.

Demikian pula, imbal hasil obligasi tenor 2 tahun yang sebesar 2,50%, hanya terpaut tipis dengan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang sebesar 2,66%.

Dengan kondisi inverted yield tersebut membuat gap yang sangat minim yaitu sekitar ±0,16%, dan cenderung terjadi risiko ekonomi yang lebih besar dalam jangka pendek.

Dengan minimnya gap tersebut, peluang resesi bisa saja terjadi karena seharusnya imbal hasil obligasi tenor 10 tahun lebih tinggi karena dalam periode yang lebih panjang.

Sebagai gambaran jelasnya bisa dilihat pada screenshot berikut ini:

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 07 Screenshot Daily Treasury Yield Curve CMT Retes - Finansialku

Screenshot Daily Treasury Yield Curve CMT Retes

 

Pemicu Terjadinya Inverted Yield

Melihat pada fenomena inverted yield di atas, salah satu hal pemicu yang menyebabkan terjadinya inverted yield saat ini adalah berlakunya kebijakan pemotongan pajak bagi korporasi yang dicetuskan oleh Donald Trump.

Sementara pendapatan utama AS sendiri bersumber dari pajaknya.

Pemotongan pajak korporasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi janji Donald Trump dalam kampanye, sehingga pemimpin AS tersebut memutuskan membuat kebijakan pemotongan pajak bagi korporasi yang cukup signifikan.

Kebijakan pemotongan pajak korporasi tersebut turut memberikan dampak positif maupun negatif.

Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia, Jika AS Resesi di 2019 08 Donald Trump - Finansialku

[Baca Juga: Menanggapi Resesi Ekonomi Global yang Terjadi, Manakah yang Termasuk Saham Defensif?]

 

Sisi positifnya adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan di AS dalam meraup peningkatan laba bersih dan juga pertumbuhan ekonomi rakyatnya yang ikut meningkat.

Sementara dari sisi negatifnya adalah sumber penghasilan AS yang semakin berkurang, sehingga mendorong AS agar menerbitkan obligasi dalam jumlah yang tidak sedikit.

Kondisi tersebut juga diperburuk dengan keputusan Bank Sentral AS (The Fed) yang kembali menaikkan Fed Rate-nya menjadi sekitar 2,25% – 2,50% sebelum tutup tahun 2018 kemarin.

Belum lagi dengan adanya sentimen negatif dari perang dagang AS dengan China yang hingga kini masih berlanjut, meskipun belakangan sudah mulai mereda.

 

Dampak Terhadap Indonesia?

Lantas apa dampaknya terhadap Indonesia, jika ternyata benar AS akan memasuki fase resesi di tahun 2019?

Mengingat kondisi pasar saham Indonesia yang relatif mudah dipengaruhi oleh sentimen eksternal, bisa jadi sentimen prediksi resesi AS ini akan berpengaruh secara negatif terhadap pergerakan IHSG dan pasar saham dalam jangka pendek.

Namun, jika kita cermati lebih jauh, sentimen prediksi resesi AS ini justru bisa menjadi katalis positif bagi Indonesia.

Jika suku bunga obligasi tenor 2 tahun sudah lebih besar dari suku bunga obligasi tenor 10 tahun, maka peluang AS untuk mengalami resesi menjadi lebih besar.

Jika AS benar mengalami resesi, bisa jadi akan membuat The Fed berpikir ulang untuk kembali menaikkan Fed Rate, di mana The Fed akan berpotensi mengerem kenaikan suku bunga 1 – 2x di tahun 2019 nanti.

Perekonomian Indonesia sendiri sudah cukup tertekan dengan adanya kebijakan The Fed yang berulang kali menaikkan Fed Rate sebanyak 4 kali selama 2018 kemarin.

Maka dengan The Fed berpotensi mengerem kenaikan suku bunga menjadi hanya 1-2x di tahun 2019, maka kondisi itu justru menjadi kabar baik bagi Indonesia.

Dengan The Fed mengerem kenaikan suku bunga, maka akan membuat tekanan terhadap Bank Indonesia dalam menaikkan suku bunga akan menjadi lebih rendah.

Bank Indonesia akan memiliki keleluasaan untuk menahan suku bunganya di angka 6%.

Hal ini tentunya bisa menjadi salah satu faktor yang mendukung penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS setelah sempat melemah di tahun 2018 kemarin.

Tidak hanya itu saja, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik dan berpotensi mengalami peningkatan.

Tentunya kondisi keuangan Anda juga perlu peningkatan bukan? Anda bisa berinvestasi saham untuk meningkatkan kondisi keuangan Anda. Tapi jangan sampai salah langkah.

Lebih baik Anda membaca ebook GRATIS Panduan Investasi Saham di bawah ini terlebih dahulu agar Anda bisa mengambil langkah yang tepat dalam berinvestasi.

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg

 

Inverted yield dengan Resesi

Sentimen negatif dari meluasnya isu resesi AS akan membuat pasar saham dan IHSG akan berfluktuasi, akan tetapi dalam jangka panjang berpotensi menjadi sentimen positif.

Sebenarnya, saat-saat ini masih terlalu dini untuk membenarkan fenomena inverted yield tersebut akan memicu resesi AS pada 2019 ini.

Jadi alangkah baiknya jika kita lihat bagaimana perkembangan ke depannya, lagi pula kondisi ini tidak ada satu pun orang/kelompok yang bisa memastikan kapan AS akan mengalami resesi.

Apalagi sebenarnya fenomena inverted yield tidak selalu berakhir dengan kondisi resesi. Ambil saja contohnya pada pertengahan 1960-an, AS juga mengalami inverted yield yang muncul dan ternyata tidak menyebabkan resesi.

Dengan kondisi tersebut juga membuat sebagian ekonom lainnya menilai, bahwa tidak ada hubungan sebab-akibat yang pasti antara inverted yield dengan resesi.

Namun yang ada hanya permasalahan waktu, bahwa sering kali sebelum terjadinya resesi biasanya terjadi inverted yield lebih dulu.

 

Bagaimana tanggapan Anda mengenai artikel diatas? Bagikan pendapat Anda pada kolom komentar di bawah.

Bagikan artikel ini kepada teman dan kerabat Anda. Semoga bermanfaat, terima kasih.

 

Sumber Referensi:

 

Sumber Gambar:

  • AS Resesi – https://goo.gl/XW68m3
  • Ekonomi AS – https://goo.gl/Rr2XLC
  • GDP Annual Growth Rate – https://goo.gl/DdMyk8
  • Inflation Rate – https://goo.gl/DdMyk8
  • Unemployment Rate – https://goo.gl/DdMyk8
  • Resesi AS – Bloomberg
  • Screenshot Daily Treasury Yield Curve CMT Retes – Treasury.gov
  • Donald Trump – https://goo.gl/cF5yVH