Force majeure merupakan sebuah kondisi di mana satu pihak bisa dibebaskan dari kewajiban membayar suatu ganti rugi. Bagaimana aturannya?

Untuk mengetahui jawabannya, Anda bisa simak artikel Finansialku berikut ini! 

 

Summary:

  • Keadaan memaksa yang terjadi di luar kuasa, seperti bencana alam, tindakan pemerintah, dan wabah penyakit bisa menjadi syarat utama force majeure dilakukan.
  • Klausul force majeure kebanyakan selalu tercantum dalam perjanjian kontrak antara dua belah pihak yang terlibat dalam transaksi ini.

 

Definisi Force Majeure

Force majeure adalah keadaan memaksa yang menyebabkan debitur gagal menjalankan kewajibannya kepada kreditur karena adanya kondisi di luar kuasa mereka. 

Kondisi di luar kuasa yang dimaksud merujuk pada kejadian yang secara rasional tidak bisa diantisipasi oleh manusia.

Sebut saja, bencana alam, tindakan pemerintah, terorisme, wabah penyakit, dan konflik bersenjata. 

Beberapa kondisi di atas merupakan peristiwa yang sifatnya tidak terduga, di luar pihak kontrak, dan juga tidak dapat diantisipasi/dihindari. 

Kondisi yang tidak terduga inilah yang nantinya akan menghasilkan klausul force majeure.

Klausul tersebut “hampir selalu ada” dalam perjanjian kontrak antara dua belah pihak untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi dan tidak bisa diantisipasi sebelumnya. 

Sebagai dampaknya, seorang debitur akan dibebaskan semua tuntutan yang ada ketika berada dalam kondisi “force majeure” yang menyebabkan kerugian bagi dirinya maupun pihak kreditur. 

Secara bahasa, istilah force majeure sendiri berasal dari bahasa Perancis, yang berarti “kekuatan yang lebih besar”.

Maka tak heran jika asal mula klausula force majeure sendiri diadaptasi dari sistem hukum perdata Perancis. 

force majeure

Ilustrasi Force Majeure. Sumber: lawadvocategroup.com

 

Jenis-jenis Force Majeure

Adapun beberapa jenis force majeure yang umum ditemukan, sebagai berikut: 

 

#1 Force Majeure yang Objektif

Jenis force majeure ini berhubungan erat dengan benda yang menjadi objek dari kontrak yang dimaksud.

Sebagai contoh, ketika suatu benda tersebut terbakar ataupun hilang terbawa banjir.

 

#2 Force Majeure yang Subjektif

Berbeda dengan jenis yang pertama, jenis berikutnya ini lebih menekankan pada keadaan seorang debitur yang tidak bisa menjalankan kewajibannya karena hadirnya peristiwa yang tidak terduga saat dibuatnya kontrak.

 

#3 Force Majeure yang Absolut

Seperti namanya, kondisi force majeure ini memaksa debitur untuk tidak dapat melakukan hak serta kewajibannya sama sekali. Keadaan tersebut disebut juga sebagai impossibility. 

Sebagai contoh, ketika barang yang menjadi objek dalam perikatan tidak bisa ditemukan lagi di pasaran. Hal ini karena produksi barang tersebut sudah dihentikan.

 

#4 Force Majeure Relatif 

Berbeda dengan sebelumnya, jenis ini sifatnya lebih relatif atau disebut juga sebagai impractically. 

Sebagai contoh pada kontrak ekspor impor, di mana pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melarang aktivitas ekspor impor. Tentu hal ini menjadi tantangan dan tidak bisa dikendalikan. 

Meskipun begitu, kondisi tersebut masih bisa “diakali”. Contohnya dengan membawa langsung barang yang diinginkan langsung dari luar negeri. 

 

#5 Force Majeure Permanen

Untuk kondisi force majeure permanen sendiri dapat terjadi ketika kedua belah pihak tidak bisa menjalankan hak dan kewajibannya secara total.

Misalnya, dalam kontrak disebutkan bahwa karya seni dan seniman mengalami penyakit yang mengganggu kondisi fisiknya.

Ketika seniman tersebut sudah divonis tidak bisa sembuh, maka kontrak tidak akan bisa dijalankan seperti semestinya.

 

#6 Force Majeure Temporer 

Force majeure temporer sendiri berlaku ketika kewajiban dan hak tidak bisa dilakukan dalam sementara waktu.

Dengan kata lain kewajiban dan hak tersebut bisa saja dipenuhi di lain waktu. Sebagai contoh, perjanjian pegadaian suatu produk yang dihentikan karena pegawai melakukan mogok kerja.

Setelah keadaanya berangsur membaik, maka pabrik akan kembali beroperasi seperti semula. 

[Baca Juga: Inilah 5 Asuransi yang Harus Anda Miliki untuk Antisipasi Bencana Alam]

 

Hukum Force Majeure di Indonesia

Dasar hukum mengenai force majeure sudah dituangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), tepatnya di Pasal 1244 dan Pasal 1245.

 

#1 Pasal 1244 KUHPer 

“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga atau yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.”

 

Berdasarkan pasal di atas dapat kita ketahui bahwa seorang debitur wajib memenuhi perjanjian serta kewajibannya kepada kreditur.

Jika tidak sanggup memenuhi, maka debitur akan diberikan hukuman.

 

#2 Pasal 1245 KUHPer 

“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.”

 

Adapun pasal di atas menjelaskan tentang keadaan force majeure yang bisa terjadi pada seorang debitur sehingga tidak bisa memenuhi perjanjian dan kewajibannya.

 

Contoh dan Studi Kasus Force Majeure di Indonesia

Untuk lebih memahami force majeure yang pernah terjadi di Indonesia, salah satu contohnya yaitu saat adanya COVID-19. 

Melansir Jurnal Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas HKBP Nommensen, dikatakan bahwa masa pandemi COVID-19 saat itu dapat tergolong pada kondisi yang sifatnya memaksa.

Namun perlu diteliti kembali bahwa kondisi pandemi saat itu masuk ke dalam force majeure kategori relatif. 

Maksud dari kategori relatif di sini adalah tidak semua pihak merasa dirugikan dengan adanya wabah COVID-19.

Dengan begitu, kontrak masihlah tetap berjalan dengan adanya pembebasan biaya, bunga, dan juga rugi. 

Salah satu hal yang bisa dikedepankan dalam menangani situasi force majeure ketika pandemi adalah mengedepankan negosiasi atas kontrak yang telah disepakati sebelumnya.

Dengan begitu akan ada win-win solution bagi semua pihak. 

[Baca Juga: 6 Tahapan Perjanjian Internasional dan Penjelasannya, Lengkap!]

 

Bagaimana Force Majeure dapat Berpengaruh Terhadap Kontrak?

Melansir dari Jurnal Lex Privatum, terdapat implikasi atau pengaruh perjanjian/kontrak dalam keadaan force majeure, sebagai berikut:

 

#1 Ketidakmungkinan atau Impossibility

Suatu kontrak bisa saja tidak dapat terlaksana dikarenakan ada kejadian di luar kendalinya.

Sebagai contoh dalam kasus menjual rumah. Bisa saja rumah yang ingin dijual hangus terbakar sebelum diserahkan kepada pembeli.

 

#2 Ketidakpastian/Impracticability

Kemudian kontrak atau perjanjian bisa bersifat tidak pasti ketika terjadi suatu peristiwa di luar kendali pihak yang terlibat yang menyebabkan ketidakpastian pelaksanaan kontrak tersebut.

 

#3 Frustasi 

Maksud dari frustasi di sini adalah ketika suatu peristiwa yang tidak bisa dipertanggung jawabkan terjadi kepada salah satu pihak sehingga mengakibatkan tidak mungkinnya tujuan dalam kontrak tersebut—meskipun para pihak masih bisa menjalankannya.

 

Dampak Ekonomi dari Situasi Force Majeure 

Jika Sobat Finansialku ambil contoh situasi memaksa yang lingkupnya luas, seperti COVID-19, tentunya akan ada dampak ekonomi yang besar juga akibat hadirnya situasi force majeure yang tidak terduga itu. 

Jika merujuk pada pandemi 2020 yang lalu, perekonomian Indonesia mengalami penurunan. Kondisi ini yang berdampak langsung pada kontrak/perjanjian yang sifatnya komersial.

Tentu dengan adanya situasi tersebut membuat banyak pihak yang merasa dirugikan. 

Merujuk pada Jurnal Al-‘Aqdu: Journal of Islamic Economics Law Vol. 1, No. 1, setidaknya ada tiga kerugian ekonomi, sebagai berikut:

 

#1 Kerugian Nasional

Dimana dalam hal ini, Cina yang merupakan negara tujuan utama ekspor Indonesia dan pusat wabah, menjadikan kondisi ekspor Indonesia menurun.

Di samping lesunya kegiatan ekspor Indonesia, pandemi juga membawa lesu sektor pariwisata dan penanaman modal asing di Indonesia.

Kemudian yang ketiga, hadirnya ketidakpastian ekonomi—dimana selain karena COVID-19, disebabkan juga oleh perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat—yang menyebabkan tekanan besar pada perekonomian nasional.

 

#2 Kerugian Sektoral

Untuk beberapa sektor seperti bisnis, baik itu di ranah pariwisata, transportasi, dan lainnya, keadaan force majeure pandemi membawa dampak negatif akan pertumbuhan bisnis mereka.

Tentu kondisi ini diakibatkan oleh matinya mobilisasi masyarakat di tengah ancaman pandemi.

 

#3 Kerugian Corporate atau Pebisnis 

Adapun bentuk umum kerugian dari adanya kondisi memaksa ini untuk para pebisnis, yaitu: 

  • Hilangnya pendapatan.
  • Adanya denda karena keterlambatan pengiriman.
  • Mudah rusaknya barang yang disimpan di gudang.
  • Harus membayar pesangon karena PHK.

[Baca Juga: RPP Cipta Kerja: Besaran Pesangon PHK 19 Kali Gaji]

 

Perbedaan Force Majeure dengan Vis Major dan Casus Fortuitus?

Merujuk pada Investopedia, vis major merupakan istilah sinonim untuk force majeure.

Di mana keduanya memiliki persamaan makna, yaitu situasi di luar kendali manusia yang menyebabkan suatu hal (dalam hal ini perjanjian atau kontrak) tidak bisa dilakukan atau dilanjutkan. 

Vis major” sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti “superior force” atau kekuatan yang besar dan sifatnya tidak bisa dihindari.

Sama seperti halnya force majeure, keduanya memiliki contoh yang serupa, semisal bencana alam hingga konflik bersenjata. 

Selain force majeure dan vis major, terdapat satu kata lainnya yang memiliki arti yang sama, yaitu casus fortuitus.

Casus fortuitus sendiri merupakan kejadian atau kehilangan yang sifatnya tidak terduga dan bukan disebabkan oleh kesalahan manusia.

Hal yang membedakan casus fortuitus dengan force majeure/vis major, force majeure/vis major sendiri bisa diakibatkan oleh kesalahan manusia, seperti bencana banjir ataupun kebakaran—yang memiliki ruang untuk manusia ikut campur di dalamnya.

Sementara untuk casus fortuitus sendiri memang “pure” kejadian yang tidak ada kaitannya dengan campur tangan manusia, seperti gunung meletus atau gempa bumi. 

 

Tips Menghadapi Situasi Force Majeure

Lalu, apa saja yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi force majeure?

 

#1 Pelajari Hukum Mengenai Force Majeure

Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mencari tahu lebih apa itu force majeure. Apakah semua hal di luar kendali Sobat Finansialku termasuk dalam force majeure? 

Lantas jika iya, bagaimana regulasi yang ada terkait perjanjian atau kontrak yang telah disepakati antara Anda dan pihak lainnya? Anda bisa melakukan diskusi terkait hal ini.

 

#2 Antisipasi Lewat Asuransi dan Dana Darurat 

Seperti yang diketahui sebelumnya bahwa force majeure sendiri sifatnya tak terduga. Maka dari itu, perlu yang namanya bentuk antisipasi untuk Anda berupa asuransi dan juga dana darurat. 

Asuransi dapat meringankan Anda beserta keluarga jika seandainya terjadi bencana ataupun kecelakaan yang memaksa Anda untuk berobat.

Sementara untuk dana darurat, tentunya bisa Anda pakai jika ada beberapa hal. Anda bisa sisihkan 10% dari total anggaran Anda. 

Jika Anda masih bingung cara memilih asuransi dan melakukan pemetaan terhadap pos dana darurat, Anda bisa menyimak video berikut ini.

 

 

Selain itu, Anda bisa membaca ebook gratis Cara Selamatkan Keuangan Dari Pengeluaran Dadakan dari Finansialku

 

Hindari Force Majeure dengan Mengelola Keuangan Secara Bijak

Seperti maknanya, force majeure sendiri merupakan suatu yang tidak bisa dihindari atau diprediksikan.

Tentunya adanya force majeure ini bisa berakibat pada operasional bisnis suatu perusahaan, bahkan untuk skala besar bisa memengaruhi kondisi perekonomian suatu negara. 

Jika Anda ingin diskusi lebih lanjut seputar perencanaan keuangan dan investasi, Perencana Keuangan Finansialku siap membantu.

Hubungi Customer Advisory via WhatsApp di nomor 0851 5866 2940 atau klik banner di bawah ini!

konsul - PERENCANAAN KEUANGAN Q3 23

 

Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

 

Gimana sekarang? Anda sudah tahu bukan mana saja yang termasuk dalam kondisi force majeure?

Dengan hadirnya kondisi yang tak terduga ini membuat Anda semakin giat lagi dalam mempersiapkan keuangan untuk hal-hal yang tidak diinginkan. 

Jangan lupa untuk share ke rekan-rekan Anda juga dan sampai jumpa di artikel berikutnya! 

 

Editor; Muhammad Dicky Syaifudin

Sumber Referensi:

Sumber Jurnal:

  • Besty Habeahan & Sena Rusiana Siallagan. 2 Juli 2021. TINJAUAN HUKUM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PELAKSANAAN KONTRAK BISNIS PADA MASA PANDEMI COVID-19. Jurnal Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas HKBP Nommensen Volume 02 Nomor 02. 
  • Kartika Septiani Amiri. 2021. DAMPAK FORCE MAJEURE DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA PADA MASA PANDEMI COVID-19. Al-‘Aqdu: Journal of Islamic Economics Law, Vol. 1, No. 1. Hal. 11-20. 
  • Daryl John Rasuh. Februari 2016. KAJIAN HUKUM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) MENURUT PASAL 1244 DAN PASAL 1245 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Lex Privatum, Vol IV, Nomor 2. 

 

Sumber Internet:

  • Admin. n.d. casus fortuitus. lsd.law – https://tinyurl.com/ytbdthnj 
  • Admin. 29 Maret 2022. Apa Itu Force Majeure? Pengertian Secara Hukum dan Juga Contohnya. rumah.com – https://tinyurl.com/4yck824t.
  • Ilham Fikriansyah. 6 Agustus 2022. Apa Itu Force Majeure? Ini Pengertian dan Dasar Hukumnya.detik.com – https://tinyurl.com/2p96ee54. 
  • Will Kenton. 22 Januari 2023. Vis Major: What it is, How it Works, Exceptions. investipedia.com – https://tinyurl.com/mvwjdj55.