Terbeban di bisnis agrikultur, bagaimana kinerja INDF? Bagaimana prospek INDF ke depannya? Apakah bisa bangkit kembali?

Simak informasi selanjutnya pada artikel berikut ini!

 

Artikel ini dipersembahkan oleh:

Logo Rivan Kurniawan

 

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur?

Belakangan ini kinerja profitabilitas INDF sedang menurun, khususnya pada segmen Agrobisnisnya di sepanjang tahun 2018 berjalan.

Pasalnya saat ini, segmen Agrobisnis milik INDF tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan, termasuk harga CPO yang terus menurun. Kondisi tersebut turut mempengaruhi harga saham INDF, yang selama ini memiliki valuasi yang cukup premium.

Harga saham INDF yang di akhir tahun 2017 kemarin masih berada di 8500-an, saat ini harga saham INDF berkisar di angka 5000-an. Lantas dengan kinerja segmen Agrobisnis INDF yang saat ini tengah menurun. Apakah INDF bisa bangkit kembali ke depannya?

Sebelum dilanjutkan ke pembahasan berikutnya, simaklah pertanyaan berikut ini:

  1. Apakah Anda merupakan investor pemula?
  2. Apakah Anda sudah benar-benar mengetahui bagaimana cara untuk berinvestasi saham?

 

Jika Anda masih bingung bagaimana cara berinvestasi saham, maka Anda bisa mendapatkan solusinya.

Salah satu solusi yang bisa Anda peroleh adalah dengan men-download dan membaca ebook dari Finansialku tentang panduan investasi saham pemula.

Gratis Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg

 

Faktor Menurunnya Profitabilitas Segmen Agrobisnis

INDF dalam kegiatan operasionalnya memiliki model bisnis yang terdiri dari empat kelompok grup bisnis, antara lain: Produk Consumer Goods, Bogasari Group, Agrobisnis, dan Distribusi.

Dari keempat kelompok grup bisnis tersebut, hanya segmen Agrobisnis yang mengelola bisnis perkebunan dan pengolahan kelapa sawit milik INDF. Segmen Agrobisnis ini dikelola oleh anak usahanya, yaitu PT Salim Ivomas Pratama (SIMP) dan PT London Sumatera Indonesia (LSIP).

Dan seperti dikemukakan pada awal artikel, segmen Agrobisnis inilah yang saat ini sedang tertekan. Dengan tertekannya segmen Agrobisnis saat ini, membuat kinerja INDF menurun dan bisa memicu pertumbuhan INDF yang melambat.

Pertanyaannya, faktor apa yang mempengaruhi menurunnya kinerja segmen Agrobisnis INDF?

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur Apa Bisa Bangkit Lagi 02 Indofood - Finansialku

[Baca Juga: Window Dressing dan January Effect, 2 Mitos yang Menguntungkan Kamu Jika Mulai Berinvestasi Saham di Akhir Tahun]

 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya kinerja segmen Agrobisnis INDF tersebut.

Faktor Pertama yang menyebabkan kinerja segmen Agrobisnis INDF menurun adalah penurunan harga minyak kelapa sawit itu sendiri. Turunnya harga minyak kelapa sawit terjadi sepanjang tahun 2018 ini.

Setelah sebelumnya, harga CPO terkonsolidasi di MYR 2200 – 2300 / MT, per hari ini harga CPO drop ke titik terendah MYR 1750 – 1760 / MT, atau hampir mencapai titik terendah dalam 10 tahun terakhir, di mana pada tahun 2009 sempat mencapai MYR 1500 / MT.

728x90 hitung sekarang Investasi Saham
300x250 - Hitung Sekarang Investasi Saham

 

Penyebab harga minyak kelapa sawit (CPO) terus menurun tidak terlepas dari dampak penurunan harga minyak mentah utama di dunia yang juga sedang mengalami penurunan.

Penurunan harga minyak dunia sendiri memang sedang mengalami penurunan diakibatkan adanya oversupply minyak mentah dari negara-negara penghasil minyak terbesar dunia seperti AS, Arab Saudi, dan Rusia yang menunjukkan peningkatan produksi minyak mentah domestik.

Akibatnya, dengan adanya kenaikan supply minyak mentah tersebut, turut membuat harga CPO menjadi turun. Hal ini dikarenakan biofuel merupakan salah satu substitusi utama bagi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Hampir di semua lini usaha perkebunan, disertai volume penjualan minyak kelapa sawit nasional yang juga turun sekitar 12% secara tahunan membuat penjualan segmentasi plantations ini melemah.

Gambaran menurunnya harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil sepanjang tahun 2018 bisa dilihat pada gambar berikut:

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur Apa Bisa Bangkit Lagi 06 - Finansialku

Grafik Penurunan Harga CPO dalam 1 Tahun Terakhir. Sumber: Tradingeconomics.com

 

Faktor Kedua yang menyebabkan menurunnya kinerja Agrobisnis INDF adalah penurunan volume tandan buah segar (TBS).

Hal ini terjadi karena terimbas perubahan cuaca yang buruk. Di mana setiap penurunan produksi TBS yang sebesar 1%, maka akan berdampak terhadap penurunan Laba segmen Agrobisnis hingga 6%.

Selain itu, penurunan volume tandan buah segar juga dipengaruhi oleh adanya keterlambatan pada saat pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik minyak kelapa sawit. Jika dalam pengangkutannya terhambat, maka akan berakibat pada rusak nya TBS sehingga membuat kualitas akhir minyak kelapa sawit menjadi tidak bagus.

728x90 - Entrepreneur
300x250 Kotak - entrepreneur

 

Kinerja INDF Secara Keseluruhan

Sampai dengan Kuartal III 2018, INDF mencatatkan Pendapatan sebesar Rp54,7 triliun (atau Rp72,9 triliun jika disetahunkan). Pencapaian ini meningkat sekitar 4% YoY jika dibandingkan dengan pencapaian

Pendapatan di tahun 2017 yang sebesar Rp70,2 triliun. Dengan profitabilitas segmen Agrobisnis yang menurun, ditambah dengan Beban Keuangan yang meningkat, membuat Laba Bersih INDF juga agak tergerus di Kuartal III 2018 ini.

Pencapaian Laba Bersih INDF di kuartal III 2018 adalah sebesar Rp2,8 triliun (atau Rp3,8 triliun jika disetahunkan). Pencapaian Laba Bersih ini turun 10% YoY jika dibandingkan dengan pencapaian Laba Bersih sebesar Rp4,1 triliun di tahun 2017.

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur Apa Bisa Bangkit Lagi 03 Indofood - Finansialku

[Baca Juga: Inilah 8 Mindset Investasi Saham Yang Perlu Kamu Miliki!]

 

Memang kalau kita lihat menurunnya profitabilitas INDF saat ini, tidak terlepas dari menurunnya kinerja SIMP dan LSIP, sebagai anak usaha INDF di segmen Agrobisnis.

Hal ini terlihat dari pencapaian Laba Bersih SIMP yang ikut menurun, dari Rp377 miliar di Kuartal III-2017 hingga saat ini hanya sebesar Rp84 miliar per Kuartal III-2018 (turun 77%).

Demikian pula penurunan kinerja SIMP tersebut, juga tidak terlepas dari penurunan kinerja LSIP yang merupakan anak usaha dari SIMP. Di mana pencapaian Laba Bersih LSIP juga sedang menurun, dari Rp572 miliar di Kuartal III-2017 turun menjadi Rp344 miliar di Kuartal III-2018 (turun 39%).

Dengan menurunnya kinerja SIMP dan LSIP sebagai anak usaha INDF, yang bergerak pada segmen Agrobisnis inilah yang juga membuat kinerja INDF ikut tertekan.

Hal ini karena SIMP dan LSIP memiliki kontribusi pendapatan yang cukup besar bagi INDF, yang memberi kontribusi terhadap 23,2% dari total keseluruhan Pendapatan INDF.

Menurunnya kinerja kedua anak usaha INDF diatas yang bergerak di segmen Agrobisnislah yang membuat kinerja INDF sebagai induk usaha juga ikut tertekan.

Hal tersebut dikarenakan SIMP dan LSIP memiliki kontribusi pendapatan yang cukup besar bagi INDF, di mana SIMP dan LSIP ini berkontribusi terhadap 23,2% dari total keseluruhan pendapatan INDF.

Meskipun kinerja SIMP dan LSIP sedang mengalami penurunan, namun sejumlah bisnis utama INDF lainnya seperti dari ICBP dan Bogasari masih menunjukkan kinerja yang positif.

Positifnya kinerja ICBP ini terlihat dari profitabilitas ICBP yang masih bertumbuh.

Berdasarkan Laporan Keuangan Kuartal III-2018, Pendapatan ICBP meningkat dari Rp27 triliun per Kuartal III-2017 saat ini mencapai Rp29 triliun Kuartal III-2018. Pencapaian Pendapatan ICBP pun sejalan dengan pertumbuhan Laba Bersih nya, dari Rp3,0 triliun saat ini menjadi Rp3,4 triliun.

728x90 hitung sekarang - mobil
300x250 - Hitung Sekarang - Mobil

 

Adapun segmen bisnis ICBP telah menyumbangkan kontribusi besarnya yang berasal dari segmentasi produk nya, antara lain:

Kontribusi dari ICBP yang mengalami peningkatan pada volume penjualan. Sumber: Laporan Keuangan ICBP Kuartal III-2018

Produk Pendapatan Kuartal III-2017 (Rp) Pendapatan Kuartal III-2008 (Rp)
Mi Instan 17 triliun 19 triliun
Dairy 5,3 triliun 5,8 triliun
Penyedap makanan 1,1 triliun 1,0 triliun
Makanan ringan 2,0 triliun 2,0 triliun
Minuman 1,3 triliun 1,4 triliun
Nutrisi dan Makanan Khusus 501 miliar 608 miliar

 

Berdasarkan total penjualan yang diperoleh ICBP menunjukkan bahwa ICBP tetap positif dalam kinerjanya sehingga mampu menjadi kontribusi terbesar bagi INDF.

Selain itu, ternyata ICBP juga berinovasi dalam segmentasi produk Mie Instan, yang baru-baru ini ICBP sudah meluncurkan produk Indomie Salted Egg Premium Collection ke pasar publik.

Tidak hanya ICBP yang menjadi penopang bagi kinerja INDF, hal ini karena masih ada segmentasi Bogasari yang turut memberikan kontribusi positifnya terhadap kinerja INDF.

Berdasarkan Laporan Keuangan INDF Kuartal III 2018, Bogasari turut memberikan kontribusinya melalui Pendapatan yang meningkat dari Rp14,0 triliun di Kuartal III-2017 naik menjadi Rp15,3  triliun per Kuartal III-2018 (naik 9,2%). Meskipun Laba Bersih Bogasari menurun dari Rp906 miliar di Kuartal III-2017, turun menjadi Rp772 miliar per Kuartal III-2018 (turun 14%). Namun kondisi Bogasari masih tetap tumbuh secara positif.

Meskipun kinerja profitabilitas INDF secara keseluruhan tertekan, namun tidak demikian dengan arus kasnya. Jika kita lihat kinerja INDF berdasarkan Arus Kas nya, kita akan memperoleh kondisi Arus Kas yang turun namun masih tetap stabil.

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur Apa Bisa Bangkit Lagi 04 Indofood - Finansialku

[Baca Juga: Apa Saja 5 Pantangan Dalam Investasi Saham? Ketahui Sekarang]

 

Sebagai gambaran, Arus Kas INDF masih cukup stabil dan bisa menghasilkan nilai tunai operasi sebesar Rp3,2 triliun per Kuartal III-2018. Artinya, meskipun Profitabilitas INDF pada Kuartal III-2018 ini menurun, namun tidak terlalu berdampak signifikan pada kinerja Arus Kas INDF.

 

Bagaimana Prospek INDF ke Depannya?

Meskipun kondisi INDF tengah tertekan oleh segmen Agrobisnisnya, namun INDF masih mampu mengatasi kondisi tersebut dengan terus mempertahankan pangsa pasar segmen tepung terigu.

Segmen Bogasari bisa menjadi pendorong bisnis INDF di tahun 2019 nanti. Salah satu penyebabnya adalah karena INDF ini kembali memperbesar kapasitas produksi tepung PT Bogasari Flour Mills yang saat ini masih menjadi market leader di pasar tepung terigu.

Iklan Banner Perencanaan Dana Membeli Rumah - 728x90

Download Aplikasi Finansialku di Google Play Store

Langkah yang dilakukan INDF dalam hal ini ialah dengan menambahkan kapasitas produksi tepung terigu pada anak usaha Bogasari.

Target yang sedang INDF siapkan adalah menambahkan kapasitas penggilingan gandum sebesar 1.500 ton per hari.

Akibatnya, INDF yang sebelumnya memiliki pabrik di Jakarta dengan kapasitas 10.450 ton per hari dan pabrik di Surabaya dengan kapasitas 6.000 ton per hari (total: 16.450 ton per hari), dengan tambahan tersebut akan bertambah menjadi 18.000 ton per hari.

Langkah INDF bukan hanya mempertahankan segmen tepung terigu saja. Namun INDF juga ingin berekspansi dengan menambah kapasitas produksi pada empat segmen bisnisnya.

Bagaimana Kinerja INDF yang Terbeban Di Bisnis Agrikultur Apa Bisa Bangkit Lagi 05 Tepung Terigu - Finansialku

[Baca Juga: Pahami Perbedaan Prinsip Trading Saham vs Investasi Saham Sebelum Membeli Saham]

 

Rencananya INDF akan menambah kapasitas pada kilang minyak kelapa sawit untuk SIMP, dan menambah 100% untuk kapasitas pada pabrik kemasan Cipta Kemas Abadi, pabrik bumbu di kota Palembang. Serta pabrik yang memproduksi dairy dengan total kapasitas dari 1.000 hingga 1.500 ton.

Dengan sejumlah prospek di atas, penulis sendiri memiliki keyakinan bahwa penurunan profitabilitas yang terjadi pada INDF saat ini, hanya bersifat sementara saja.

 

Kesimpulan

Kinerja INDF yang saat ini tengah menurun karena dipengaruhi oleh segmen bisnis Agrobisnisnya, yang terdampak dari penurunan harga minyak kelapa sawit yang saat ini hampir mencapai titik terendah dalam 10 tahun terakhir.

Salah satu penyebab turunnya harga minyak kelapa sawit adalah akibat dampak dari turunnya harga minyak mentah utama dunia, serta penurunan volume tandan buah segar (TBS) terimbas perubahan cuaca yang buruk.

Meskipun INDF tertekan karena segmen Agrobisnisnya, Namun tidak demikian halnya dengan segmen bisnis utama INDF, seperti Consumer Goods-nya dan Bogasari yang masih bertumbuh dengan positif. Demikian pula, meskipun profitabilitas INDF turun, INDF tetap mampu mencatatkan nilai tunai operasi yang stabil.

INDF tetap menawarkan prospek pertumbuhan yang menarik dengan berbagai rencana ekspansi yang dilakukannya, termasuk menambahkan kapasitas penggilingan gandum sebesar 1.500 ton per hari, menambah kapasitas pada kilang minyak kelapa sawit untuk SIMP, dan menambah kapasitas pada pabrik kemasan Cipta Kemas Abadi.

 

Apa pendapat Anda setelah membaca penjelasan tentang INDF? Menurut Anda sendiri, bagaimana prospek dan kinerja INDF kedepannya?

Silakan beri jawaban Anda pada kolom di bawah ini, terima kasih!

 

Sumber Referensi:

 

Sumber Gambar:

  • Kinerja INDF di Agrobisnis – https://goo.gl/FknWZo
  • Kinerja INDF 01 – https://goo.gl/eQQErJ
  • Kinerja INDF 02 – https://goo.gl/Sh9dn5
  • Kinerja INDF 03 – https://goo.gl/vTtzu1
  • Kinerja INDF Tepung Terigu – https://goo.gl/ha7m5L