Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang melemah merugikan perusahaan berbasis impor. Menanggapi hal ini, BI dituntut untuk melakukan dual intervention.

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku and News

 

BI Harus Punya Solusi Lain

Bank Indonesia (BI) sempat optimis pada awal bulan ini menimbang pergerakan rupiah yang kembali stabil. Keoptimisannya ini tumbuh seiring dengan mulai masuknya arus modal dari luar (capital flow) sebesar US$800 juta per pekan kedua April.

Bukan hanya itu, surplus neraca perdagangan pada Maret silam sebesar US$1,09 miliar pun disinyalir ikut membantu kestabilan rupiah.

Namun, setelah BI mengumumkan untuk menahan suku bunga acuan 7 Days Repo Rate (7DRR) sebesar 4,25 persen 19 Maret lalu, rupiah langsung berbalik arah. Tercatat, rupiah terdepresiasi 0,9 persen dalam kurun waktu enam hari sejak pengumuman suku bunga itu.

Nilai-Tukar-Rupiah-Melemah-BI-1-Finansialku

[Baca Juga: Ini Penyebab Melemahnya Rupiah Hingga Rp13.900]

 

Seperti yang dilansir dari CNNIndonesia.com, rupiah melemah tak semata disebabkan oleh bunga acuan BI yang tak bergerak. Sejak akhir 2017, naik-turunnya nilai rupiah disebabkan antisipasi kemungkinan naiknya suku bunga acuan AS, Fed Fund Rate sebanyak lebih dari tiga kali di tahun ini. Di akhir pekan lalu, sentimen ini pun kembali menguat dan kembali menimbulkan gejolak pada rupiah.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah pada Kamis (26/4/2018), berada di level Rp13.888 per dolar AS. Angka itu sebenarnya menguat tipis dibanding sebelumnya yang berada di level Rp13.900 per dolar AS. Pada penutupan kurs, rupiah berada di Rp 13.864 per dolar AS.

Menurut Gubernur BI, Agus Martowardojo, pelemahan rupiah disebabkan oleh dampak global berupa perang dagang AS-China, dan kenaikan harga minyak dunia. Selain itu, peningkatan permintaan valuta asing dari korporasi domestik menambah sentimen negatif bagi rupiah.

Sebelumnya, BI mengaku telah melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) maupun Surat Berharga Negara (SBN) dalam jumlah besar untuk menstabilkan rupiah.

“Dengan upaya tersebut (intervensi), rupiah pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar 0,70 persen. Pada Senin ini hanya melemah 0,12 persen, lebih rendah daripada depresiasi yg terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya.”

Agus menambahkan:

“Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya.”

 

Nilai-Tukar-Rupiah-Melemah-BI-2-Finansialku

[Baca Juga: Menyasar Milenial Penyuka Traveling, BRI Luncurkan Kartu Kredit Wonderful Indonesia]

 

Menurut Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah, capital flow management mewajibkan instrumen investasi yang ada di Indonesia punya jangka waktu untuk ditahan di dalam negeri (holding period). Dengan demikian, portofolio investasi nantinya bisa keluar dari Indonesia setelah masa holding period-nya habis.

Hanya saja, ia menilai bahwa kebijakan ini tak bisa dilakukan secara mendadak. Jika BI paham mengenai konsekuensi capital outflow, maka instrumen ini sudah harus dilakukan jauh-jauh hari:

Capital yang masuk ke Indonesia mostly dalam bentuk portofolio, tapi mereka diizinkan masuk tanpa dibatasi kapan mereka keluar. Seharusnya diatur masuk dan keluarnya, jadi masuk dan keluar dengan cara baik-baik. Sehingga kalau terjadi seperti sekarang ini, bank sentral AS naikkan suku bunga, insentif di luar begitu tinggi, mereka tidak mudah keluar begitu saja.”

 

Manajemen arus modal ini dipandang sebagai salah satu upaya dari BI selain dari intervensi biasa agar bisa menahan modal asing di Indonesia. Dengan demikian, ini adalah instrumen kebijakan yang akan membuat modal asing tidak keluar begitu saja.

 

Daftar Aplikasi Finansialku

Download Aplikasi Finansialku di Google Play Store

Piter kemudian menilai, posisi BI yang cenderung menahan suku bunga acuan tentu ada pengaruhnya terhadap depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ia yakin, BI pasti sudah berencana untuk menahan suku bunga acuan selama tahun 2018 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI juga sadar akan ada konsekuensi derasnya arus modal keluar yang berujung depresiasi rupiah.

Hanya saja, kebijakan intervensi yang konvensional tentu menggerus cadangan devisa. Piter mencatat, cadangan devisa sebesar US$6 miliar sudah habis hanya untuk intervensi nilai tukar saja dalam kurun tiga bulan terakhir.

Ia melanjutkan, nilai tukar yang sedikit lagi menembus Rp14.000 per dolar AS sebetulnya tidak mengkhawatirkan secara angka. Namun, ini bisa bikin geger pelaku pasar karena bisa mempengaruhi psikologis mereka. Sehingga, Piter mengungkapkan, hal lain yang perlu dipastikan adalah kemampuan BI dalam menenangkan pasar modal:

“Pada minggu ini, BI akan berusaha untuk kembali menarik nilai tukar rupiah sekitar Rp13.800 per dolar AS, sehingga itu akan membawa keyakinan dari pelaku pasar bahwa BI ada di pasar. pada bulan depan, jelang kenaikan The Fed atau memutuskan akan menahan atau menaikkan suku bunga acuannya, pasar sudah tidak panik lagi.”

 

 

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai BI saat ini tengah berada di dalam kondisi yang dilematis. Di satu sisi, BI bisa saja menaikkan suku bunga acuan agar imbal hasil instrumen investasi lebih baik. Hanya saja, ketika suku bunga dinaikkan, dampaknya juga tidak serta merta bikin tidur lebih nyenyak.
Pertama, jika suku bunga acuan naik, maka harga obligasi akan turun dan berimbas pada modal keluar di pasar modal.

Di samping itu, pertumbuhan ekonomi bisa melambat karena suku bunga acuan yang naik selalu diikuti dengan kenaikan bunga kredit perbankan. Ini bisa bikin konsumsi dan investasi tak bertumbuh mulus di tengah target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,4 persen di tahun ini.

“Jadi ibaratnya, saat ini ya BI sedang dalam posisi maju kena, mundur kena. Sebenarnya, risiko menaikkan suku bunga ini justru lebih banyak.”

 

Maka dari itu, di tengah depresiasi nilai tukar dan penahanan suku bunga, BI tak punya cara lain untuk melakukan stabilisasi selain intervensi pasar valuta asing dan pasar obligasi, atau yang biasa disebut dual intervention.

“BI tak punya cara lain, tetap intervensi ke pasar valas dan pasar modal.”

 

Apa pendapat Anda setelah membaca artikel ini? Silakan berikan pendapat Anda dikolom komentar di bawah ini.

 

Sumber Referensi:

  • Galih Gumelar. 25 April 2018. BI Minim Amunisi ‘Angkat’ Rupiah. Cnnindonesia.com – https://goo.gl/ai1q8U

 

Sumber Gambar:

  • Rupiah Melemah – https://goo.gl/FqSRdp
  • Rupiah Melemah 2 – https://goo.gl/f9Rx7r
  • Gubernur Bank Indonesia – https://goo.gl/cVQS7a

 

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg