Bagaimana perhitungan pajak penghasilan royalti? Yuk bahas tentang tarif dan cara hitungnya! Yuk simak telebih dahulu pembahasannya!

Selengkapnya dalam artikel Finansialku berikut ini!

 

 

Mengenal Apa Itu Royalti

Secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), royalti merupakan  bagian produksi atau penghasilan yang dibayarkan kepada orang yang mempunyai hak memberi izin pengusahaan (eksplorasi) minyak dan sebagainya

Berdasarkan definisi di atas, royalti merupakan jenis penghasilan yang menjadi objek pajak itu sendiri. Penghasilan di sini bisa berapa uang  atas pembayaran barang atau jasa. 

Pengertian Pajak Royalti

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf H Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dilansir dari laman online-pajak, royalti adalah suatu jumlah yang dibayar atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun yang dilakukan secara berkala maupun tidak sebagai imbalan terhadap beberapa hal.

Banyak sekali jenis pekerjaan yang terkena pajak royalti.  Dengan adanya royalti yang didapatkan, mereka pun harus membayar pajak royalti yang berdasarkan ketentuan yang berlaku. 

Setidaknya ada beberapa hal berdasarkan bidang pekerjaan yang terkena pajak royalti, antara lain:

  • Bidang kesenian, karya ilmiah, paten, desain, model rencana, kesusastraan, merek dagang atau kekayaan intelektual lainnya.
  • Pemberian dan penggunaan pengetahuan atas informasi di bidang ilmiah, komersial, atau teknikal industrial.
  • Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan hak menggunakan (penggunaan) menerima rekaman.
  • Gambar/rekaman suara yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik atau teknologi yang serupa.
  • Penggunaan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi serta penggunaan film gambar hidup atau pita video untuk siaran televisi dan pita suara untuk siaran radio.

 

 

Pajak Penghasilan Royalti dalam PPh 23

Pajak royalti termasuk elemen yang terdapat dalam PPh 23.

Berdasarkan PMK No.141/PMK.03/2015 tarif pajak PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak atau jumlah bruto dari penghasilan sebesar 15% dari penghasilan bruto dan bersifat tidak final.

Royalti yang dimaksud dalam pasal ini merupakan jenis royalti terhadap subjek pajak dalam negeri, baik subjek pajak orang pribadi maupun subjek pajak badan usaha, termasuk yang dikenakan pada Badan Usaha Tetap (BUT).

[Baca Juga: Kabar Baik! Pajak Mobil Akan Turun 0 Persen, Begini Jelasnya]

 

Jika penerima royalti tidak mempunyai NPWP, tarifnya dinaikkan menjadi 30% atau 100% dari tarif yang ditetapkan Pasal 23 ayat 1a Undang-undang Pajak Penghasilan.

Dalam kondisi ini yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah bruto royalti yang terutang atau kita bayarkan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Dalam pemotongan pajak jenis ini terdapat pengecualian yang terdapat pada Pasal 23 ayat 4a Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu pemotongan pajak kepada pihak bank sebagai subjek pajak dalam negeri.

banner_Semua_yang_Harus_Anda_Ketahui_Tentang_Pajak_Penghasilan_Pribadi (1)

 

Definisi & Perbedaan Pajak Penghasilan  Royalti – (PPh) Pasal 23/26

Dikutip dari laman resmi Klik Pajak, PPh Pasal 23/26 adalah pajak penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Dasar hukum PPh Pasal 23/26 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). UU PPh ini 4 kali diubah.

UU PPh terakhir kali diubah menjadi UU No. 36 Tahun 2008.

Pajak penghasilan yang diatur dalam UU No. 36/2008 di antaranya:

  • Pajak penghasilan Orang Pribadi
  • Pajak penghasilan Badan
  • Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2)
  • Pajak penghasilan pasal 15
  • Pajak penghasilan pasal 21
  • Pajak penghasilan pasal 22
  • Pajak penghasilan pasal 23
  • Pajak penghasilan pasal 24
  • Pajak penghasilan pasal 25/29
  • Pajak penghasilan pasal 26

 

Berdasarkan pengertiannya, PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

[Baca Juga: Bagaimana Perhitungan Pajak Penghasilan atas Bisnis Waralaba?]

 

PPh 23 digunakan untuk memotong pajak penghasilan dari objek PPh 23 yang dikenakan pada subjek wajib pajak dalam negeri.

Subjek Pajak secara umum adalah orang pribadi, dan penerima warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dimana subjek pajak ini pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yakni subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri

Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi subjek pajak di antaranya:

  • Tempat kedudukan manajemen
  • Cabang perusahaan
  • Kantor perwakilan
  • Gedung kantor
  • Pabrik
  • Bengkel
  • Gudang
  • Ruang untuk promosi dan penjualan
  • Pertambangan dan penggalian sumber alam
  • Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
  • Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
  • Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
  • Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
  • Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
  • Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
  • Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

 

Subjek Pajak PPh 23

Sesuai dengan pengertian pajak penghasilan pasal 23 di atas, maka yang menjadi subjek atau orang yang dikenakan PPh 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

 

Subjek Pajak yang Bebas PPh 23

Subjek pajak dalam negeri dan luar negeri yang tidak termasuk dalam pengenaan PPh 23 adalah:

  • Kantor perwakilan negara asing.
  • Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, orang yang diperbantukan yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima penghasilan di luar pekerjaannya.
  • Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat: Indonesia jadi anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk peroleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman pada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
  • Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional tersebut bukan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk peroleh penghasilan dari Indonesia.

 

Objek PPh Pasal 23

Dalam PMK No. 141/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagai Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 UU No. 7/1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36/2008, disebutkan objek PPh 23 Jasa Lainnya adalah:

  • Penilai (appraisal);
  • Aktuaris;
  • Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
  • Hukum;
  • Arsitektur;
  • Perencanaan kota dan arsitektur lanskap;
  • Perancang (design);
  • Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
  • Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  • Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
  • Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
  • Penebangan hutan;
  • Pengolahan limbah;
  • Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
  • Perantara dan/atau keagenan;
  • Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
  • Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
  • Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
  • Mixing film;
  • Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
  • Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
  • Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
  • Internet termasuk sambungannya;
  • Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
  • Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  • Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
  • Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat;
  • Maklon;
  • Penyelidikan dan keamanan;
  • Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
  • Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
  • Pembasmian hama;
  • Kebersihan atau cleaning service;
  • Sedot septic tank;
  • Pemeliharaan kolam;
  • Katering atau tata boga;
  • Freight forwarding;
  • Logistik;
  • Pengurusan dokumen;
  • Pengepakan;
  • Loading dan unloading;
  • Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
  • Pengelolaan parkir;
  • Penyondiran tanah;
  • Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
  • Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
  • Pemeliharaan tanaman;
  • Permanenan;
  • Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;
  • Dekorasi;
  • Pencetakan/penerbitan;
  • Penerjemahan;
  • Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • Pelayanan pelabuhan;
  • Pengangkutan melalui jalur pipa;
  • Pengelolaan penitipan anak;
  • Pelatihan dan/atau kursus;
  • Pengiriman dan pengisian uang ke ATM (Anjungan Tunai Mandiri);
  • Sertifikasi;
  • Survey;
  • Tester;
  • Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

 

Ebook Panduan Sukses Atur Gaji Ala KARYAWAN

Download Sekarang, GRATISSS!!!

4 Ebook Panduan Sukses Mengatur Gaji Ala Karyawan

 

Waktu Pemotongan Dilakukan

PPh Pasal 23 ini dipotong oleh pemungut pajak dari wajib pajak saat transaksi yang meliputi:

  • Transaksi dividen;
  • Transaksi royalti;
  • Transaksi atas bunga;
  • Transaksi atas penghargaan;
  • Transaksi dari sewa;
  • Transaksi dari penghasilan lain terkait penggunaan aset selain tanah atau transfer bangunan maupun jasa.

 

Objek yang Tidak Kena Pemotongan PPh 23

Meski demikian, juga ada objek yang dikecualikan atau tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.

Pemotongan PPh Pasal 23 dikecualikan atas penghasilan dari berikut ini.

  1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank
  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak operasional
  3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
    • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
    • Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor
  1. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
  2. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
  3. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

 

Pembuat Bukti Potong PPh 23

Pemotong PPh Pasal 23 atau yang membuat bukti pemotongan pajak penghasilan pasal 23 ini adalah:

 

Pemotong PPh 23 Bentuk Badan

  • Badan pemerintah
  • Subjek pajak badan dalam negeri
  • Penyelenggara kegiatan
  • Bentuk usaha tetap
  • Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

[Baca Juga: Sudah Tahu, Apa Saja Jenis Pajak Usaha Franchise di Indonesia?]

 

Pemotong PPh 23 oleh Orang Pribadi

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (hanya memotong PPh Pasal 23 atas sewa saja) yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23. Harus ada Surat Keputusan Penunjukan (SKP) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP), namun tidak ada format baku yang tersedia, yaitu:

  • Akuntan
  • Arsitek
  • Dokter
  • Notaris
  • Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

 

Besaran Tarif PPh 23

Tarif PPh Pasal 23 ini dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ketentuan tarif PPh 23/26 ini diatur dalam UU PPh No. 36/2008.

Besar tarif pajak penghasilan pasal 23 ditetapkan sebesar:

  • 15% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
  • 2% dari DPP untuk objek pajak lainnya
  • 100% atau dua kali lipat tarif standar PPh 23, jika tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

 

Pengenaan tarif PPh 23 yang mengalami kenaikan 2 kali lipat tarif standar karena tak punya NPWP ini maka besar tarifnya menjadi:

  • 30% dari DPP untuk pajak dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan
  • 4% dari DPP untuk objek pajak lainnya

 

Jumlah transaksi yang akan dikenakan angka tarif PPh yang naik 2 kali lipat ini adalah jumlah bruto sebelum Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh:

  • Badan pemerintah;
  • Subjek pajak dalam negeri;
  • Penyelenggara kegiatan;
  • Bentuk usaha tetap;
  • Atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

 

Namun perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap itu tidak termasuk:

  • Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa.
  • Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian).
  • Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis).
  • Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

[Baca Juga: Pajak Penghasilan Atas Dividen dan Contoh Perhitungannya]

 

Jumlah Bruto Tidak Berlaku Atas:

  • Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering
  • Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final
  • Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium
  • Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian atas pengadaan barang atau material
  • Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis
  • Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement. Ini berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.

 

Tarif Khusus PPh 23

Pada tarif kategori objek pajak hadiah dan penghargaan diterapkan ketentuan khusus, yakni:

  • 25% dari DPP jika hadiah undian atau lotre yang dianggap sebagai penghasilan;
  • 20% dari DPP jika penerima hadiah dan penghargaan ekspatriat, dan bukan termasuk BUT internasional;
  • 15% dari DPP jika penerima adalah sebuah organisasi, termasuk BUT;
  • Hadiah lainnya dan penghargaan, termasuk penghargaan karier akan dikenakan tarif yang sama seperti halnya tarif pajak yang berlaku menurut PPh 21;

 

Studi Kasus Perhitungan Pajak Penghasilan Royalti

#1 Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Royalti – PPh Pasal 23 (Sumber: Online-pajak)

Yovie Widianto merupakan seorang musisi yang memiliki hak intelektual atas karyanya yang berjudul Mantan Terindah. Atas penjualan rekaman lagunya yang dibawakan oleh Kahitna dan Raisa, Yovie memperoleh royalti pada bulan Januari 2020 sebesar  Rp 400.000.000. Maka pajak royalti atas pendapatan di atas sebesar:

15% x Rp 400.000.000 = Rp 60.000.000

Pihak manajemen, label musik, dan lainnya yang akan memotong pajak atas karya Yovie Widianto. Saat terutang pajak terhadap royalti adalah pada saat yang ditentukan dalam kontrak.

 

#2 Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Royalti – PPh Pasal 23 (Sumber: DDTC News)

Pada 2 Agustus 2014, PT Mawar membayar royalti kepada Tuan Zainudin sebagai penulis buku sebesar Rp 50.000.000. Tuan Zainudin telah mempunyai NPWP 01.444.888.2.987.000.

Maka, besarnya PPh 23 yang harus dipotong oleh PT Mawar adalah sebesar:  15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

Saat terutang              : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2014

Saat penyetoran         : paling lambat 10 September 2014

Saat pelaporan           : paling lambat 20 September 2014

 

Tata Cara Penerbitan Bukti Pemotongan PPh 23

Tata cara penerbitan bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Standarisasi Penomoran Bukti Potong PPh 23/26 yang Wajib Diketahui. Nomor bukti pemotongan ini terdiri dari 10 digit, yakni:

2 digit pertama adalah kode bukti pemotongan, yang diatur sebagai berikut:

  • 1 adalah kode untuk bukti pemotongan PPh Pasal 23 kertas (hardcopy)
  • 2 adalah kode untuk bukti pemotongan PPh Pasal 26 kertas
  • 3 adalah kode untuk bukti pemotongan PPh Pasal 23 elektronik
  • 4 adalah kode untuk bukti pemotongan PPh Pasal 26 elektronik

8 digit berikutnya merupakan nomor urut, dengan ketentuan:

  • Nomor urut diberikan secara berurutan
  • Penomoran atas formulir kertas terpisah dengan dokumen elektronik
  • Nomor urut bukti pemotongan pada aplikasi e-Bupot 23/26 di-generate oleh sistem
  • Nomor tidak berubah apabila terjadi pembetulan/pembatalan
  • Nomor tidak tersentralisasi (Nomor dibuat untuk masing-masing pemotong pajak)
  1. Mencantumkan NPWP atau NIK (Nomor Induk Kependudukan) jika tidak memiliki NPWP
  2. Mencantumkan nomor dan tanggal surat keterangan bebas
  3. Mencantumkan tanggal pengesahan surat keterangan domisili
  4. Menandatangani bukti pemotongan
  5. Satu bukti pemotongan untuk 1 wajib pajak, 1 kode objek pajak, dan 1 masa pajak

 

Dalam penggunaan aplikasi e-Bupot, maka berupa tanda tangan elektronik yang melekat pada Sertifikat Elektronik (Digital Certificate).

[Baca Juga: Pahami Dulu Norma Perhitungan Penghasilan Neto dalam Pajak]

 

Pemotongan PPh 23 berdasarkan UU PPh dilakukan pada akhir bulan pada saat:

  • Saat dibayarkannya penghasilan
  • Saat disediakan untuk dibayarkannya penghasilan
  • Atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu

 

Saat terutangnya PPh Pasal 23 adalah:

  • Pada saat pembayaran
  • Saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa
  • Saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya)

 

Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus:

  • Memberikan bukti potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut
  • Bukti potong (rangkap ke-2) digunakan saat melakukan e-Filing pajak PPh 23

 

Pembayaran PPh Pasal 23

Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong yang kemudian menyetorkannya melalui Bank Persepsi (ATM, teller bank, atau kantor pos) yang telah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan.

Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.

 

Pelaporan PPh Pasal 23/26

Pelaporan PPh 23 ini dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara:

  • Mengisi SPT Masa PPh Pasal 23
  • Laporkan SPT Masa PPh 23 Anda di fitur e-Filing Klikpajak
  • Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.

 

Ebook Perencanaan Keuangan ENTREPRENEUR & FREELANCE

Download Sekarang, GRATISSS!!!

3 Ebook Perencanaan Keuangan Entrepreneur dan Freelancer

 

Wajib e-Bupot

Melalui KEP-269/PJ/2020, mulai 1 Agustus 2020, semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan transaksi mengharuskan membuat bukti potong, wajib membuat bukti pemotongan dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 23/26 menggunakan aplikasi e-Bupot.

 

Jelaskan penjelasan Finansialku atas perhitungan pajak royalti?

Sudahkah Anda melakukan tanggung jawab Anda dalam melaporkan Pajak Penghasilan atas Royalti?

Tuliskan tanggapan dan komentar Anda pada kolom yang tersedia di bawah ini!

Anda dapat membagikan setiap artikel Finansialku kepada rekan atau kenalan yang membutuhkan!

 

 

Sumber Referensi:

  • Kezia Rafinska. 13 Januari 2020. Perhitungan Pajak Penghasilan Royalti di Indonesia: Kenali Lebih Jauh Penerapannya! Online-pajak.com – https://bit.ly/32V0MF8
  • Direktorat Jenderal Pajak. Pajak Penghasilan Royalti. Pajak.go.id – https://bit.ly/32QFRmw
  • DDTC News. 1 Desember 2016. Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 23. Ddtc.co.id – https://bit.ly/3567yuu
  • Klik Pajak. Ulasan Lengkap PPh Pasal 23/26, Tarif, Penggunaan dan Perhitungannya. Klikpajak.id – https://bit.ly/3i1v0MT