Pengaruh Brexit Terhadap Mata Uang: Brexit adalah singkatan dari ‘British Exit’ yang merujuk kesepakatan Inggris Raya keluar dari keanggotaan Uni Eropa (UE).

Kesepakatan ini bermula dari referendum pada 23 Juni 2016 yang dilakukan pemungutan suara dari masyarakat Inggris apakah mereka harus keluar atau tetap menjadi anggota UE. Meski setelah bertahun-tahun, hingga pertengahan 2019 ini belum juga tercapai kesepakatan berpisahnya Inggris dan UE sehingga menimbulkan banyak ketidakpastian ekonomi.

Bagaimana pengaruh Brexit terhadap mata uang utama dunia? Seperti apa peluang dan risikonya?

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku Learn and Invest

 

Sekilas Profil Uni Eropa (UE)

Uni Eropa (European Union) adalah organisasi yang terdiri dari negara-negara Eropa dengan tujuan bekerja sama di bidang ekonomi dan politik di benua Eropa.

Per tanggal 1 Juli 2013 UE telah memiliki 28 negara anggota yang bergabung dengannya. UE didirikan di bawah Perjanjian Uni Eropa yang dikenal dengan Perjanjian Maastricht pada tahun 1992.

Selain Inggris, beberapa negara besar di Eropa juga tergabung seperti Perancis, Italia, Swedia, Jerman, dan negara lainnya.

UE bekerja dengan mekanisme pasar tunggal yang menyatukan berbagai kebijakan ekonomi dan politik. Negara yang tergabung pada UE juga memiliki mata uang yang sama, yaitu Euro, terkecuali Inggris dengan Pound Sterlingnya (GBP).

Pengaruh Brexit Terhadap Mata Uang 02 - Finansialku

[Baca Juga: Berbagai Kegiatan Menarik & Seru yang Bikin Trading Makin Cuan]

 

Sebenarnya banyak hal positif yang diperoleh anggotanya dari terbentuknya UE ini. Cukup disayangkan jika Inggris hendak berpisah darinya.

Beberapa keuntungan kerja sama tersebut meliputi kemudahan transaksi ekspor impor di area UE, akses wilayah udara area UE, dan lain sebagainya.

 

Alasan Ingin Cerai

Rupanya dibalik berbagai keuntungan kerja sama diantara anggota UE, Inggris merasa banyak ketidakcocokkan dengannya.

Inggris berniat ingin lebih mandiri dalam mengatur negaranya sendiri dan berdaulat penuh. Kedua, Inggris merasa terganggu dengan aturan yang  ditetapkan di Brussels, markas UE, di mana mereka meyakini hal itu mencegah bisnis beroperasi secara efisien.

Selain itu, isu migran menjadi alasan ketiga sekaligus utama yang memicu perdebatan Brexit.

728x90 hitung sekarang Kesehatan Keuangan
300x250 - Hitung Sekarang Kesehatan Keuangan

 

Masalah ini bertentangan dengan kebijakan UE yang membebaskan anggotanya bekerja dan hidup di negara manapun di area UE.

Bagi Inggris adanya migran menyebabkan berbagai masalah seperti pengangguran, sistem pendidikan, kemacetan lalu lintas, kesehatan, dan masalah lainnya.

 

Pengaruh Terhadap GBP

Gubernur Bank of England (BoE), Mark Carney menyatakan bahwa perekonomian Inggris diperkirakan akan lesu selama kesepakatan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa atau Brexit belum mencapai titik terang.

Terlebih lagi jika hard-Brexit benar-benar terjadi, maka posisi GBP semakin tergoyahkan.

Hard Brexit berarti Brexit tetap dipaksakan berjalan meskipun belum tercapai persetujuan. Banyak analis memprediksi jika hal ini terjadi dapat menggerus GBP hingga 25%.

Referendum Brexit dan Dampaknya Terhadap Indonesia dan Pariwisata - BigBen - Perencana Keuangan Independen Finansialku

[Baca Juga: Memahami Data Fundamental Forex secara Efektif]

 

Perdana Menteri Inggris, Theresa May bahkan sudah mengusulkan 3 proposal namun semuanya belum ada yang disetujui pihak parlemen. Banyak prediksi muncul, mulai dari merosotnya ekonomi Inggris bahkan hingga memasuki resesi. Hal ini yang membuat mata uang pound sterling terus tertekan

Kondisi hard Brexit sangat ditakuti pelaku pasar terhadap ekonomi Inggris dan UE. Ketakutan tersebut juga kembali ditegaskan Menteri Perdagangan Inggris Liam Fox. Ia  menyebut bahwa probabilitas Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan telah mencapai 60%.

Ketidakpastian yang tinggi terhadap masa depan Inggris membuat mata uang pound sterling merosot tajam dalam beberapa waktu terakhir.

Pada 24 Mei 2019, Theresa May bahkan memberikan sentimen negatif bagi GBP dengan pengumuman pengunduran dirinya sebagai Perdana Menteri. GBP sempat turun di level terendahnya sejak Januari 2019.

Kandidat favorit untuk menggantikan May adalah Boris Johnson yang merupakan mantan menteri luar negeri Inggris. Sikap Johnson yang keras, tanpa basa basi, dan posisinya sebagai seorang euroskeptik bisa membawa Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa alias No Deal Brexit.

Bahkan BNP Paribas asset management memperkirakan peluang No Deal Brexit kini mencapai 40%. 

 

Pengaruh terhadap Ekonomi Dunia

Saat ini, ada 3 pilihan alternatif dalam kasus Brexit yaitu membuat kesepakatan di waktu terakhir, menghentikan Brexit maupun hard Brexit.

Kegagalan dalam mencari solusi Brexit bisa menggeser kedudukan Inggris sebagai negara dengan ekonomi terbesar nomor 5 di dunia. Tanpa kesepakatan berarti tidak akan ada transisi sehingga proses keluar itu akan terjadi tiba-tiba.

Gubernur Bank of England, Mark Carney menyatakan meninggalkan UE tanpa transisi akan mirip guncangan minyak era 1970-an.

May selama ini sudah mengusulkan 3 proposal ke pihak parlemen. Namun tidak satupun yang mencapai titik cerah kesepakatan. Para pebisnis khawatir dengan kondisi ini.

Ketidakpastian politik turut membawa ketidakpastian ekonomi. Pebisnis terimbas dengan adanya pemeriksaan tambahan pada area perbatasan Inggris dan UE dalam pengiriman barang. Hal ini bisa menghambat perdagangan dan bahkan memutus bisnis ekspor ke UE.

Tidak hanya itu, bisnis juga banyak yang diberhentikan karena perubahan berbagai kondisi ekonomi yang baru.

Referendum Brexit dan Dampaknya Terhadap Indonesia dan Pariwisata

[Baca Juga: Pentingnya Memahami Gambaran Besar di Pasar untuk Profit Maksimal]

 

Bahkan investor legendaris, George Soros memperingatkan bahwa Brexit adalah solusi ‘lose-lose’ yang akan menjebak Inggris dalam pusaran utang karena belanja rumah tangga yang meningkat namun belanja konsumen melemah serta standar hidup yang menurun. Menurutnya Inggris jika terlepas dari UE justru akan banyak kehilangan pengaruh globalnya.

Soros mengatakan standar hidup masyarakat Inggris terancam dengan adanya Brexit. Hal ini didukung oleh fakta bahwa pertumbuhan upah gagal mengimbangi inflasi yang merajalela, yang naik mengikuti penurunan pound sterling pascavoting Brexit.

Menurutnya, keadaan menjadi lebih buruk ketika mereka menyadari telah terlalu bergantung dengan utang dan harus membayar kembali utang mereka. Ini akan mengurangi konsumsi rumah tangga yang telah menopang ekonomi lebih jauh lagi.

Bank of England mencatat, pada April ini pinjaman oleh konsumen dan pinjaman kartu kredit mencapai 1,5 miliar pound sterling. Angka ini naik 10,3%.

Soros pun melihat Inggris saat ini mendekati titik kritis yang menandai semua perkembangan yang tidak berkelanjutan.

 

Intinya…

Ketidakpastian Brexit mengintai harga GBP dan perekonomian dunia. Ada 3 opsi yang bisa ditempuh untuk kasus Brexit yaitu hard, referendum kedua, ataupun pembatalan Brexit.

Hard Brexit adalah opsi terpahit bagi GBP. Bahkan analis memperkirakan bisa menyebabkan GBP tergerus 25%.

Meski GBP bisa terbawa pada tren bearish yang berlanjut namun tentunya ada koreksi bahkan pembalikan harga sewaktu-waktu.

Saat ini pasar menantikan transisi kepemimpinan Theresa May dengan perdana Menteri baru di 7 Juni 2019. Semoga penggantinya bisa menyelamatkan Inggris dan GBP dengan menemukan solusi terbaik untuk semua pihak.

 

Apakah artikel ini bermanfaat? Apa yang Anda peroleh setelah membaca article ini hingga selesai?

 

Sumber Referensi:

  • Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin. 24 Mei 2019. Perang Dagang Masih Panas, Brexit tak Jelas. CNBC.com – http://bit.ly/2X4yofw
  • Nicole Stinson. 11 Februari 2018. ‘I Won’t Butt out’ George Soros Blasts ‘Tragic Mistake’ Brexit in Vow to REVERSE dDvorce. Express.co.uk – http://bit.ly/2W1QQJ7

 

Sumber Gambar:

  • Pengaruh Brexit Terhadap Mata Uang 01 – https://bit.ly/2WdzAku
  • Pengaruh Brexit Terhadap Mata Uang 02 – https://bit.ly/2QAxlBt