Tahukah kamu, salah satu faktor terpenting dalam berinvestasi adalah mengenali dan mengendalikan emosi sendiri? Yuk, simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

 

Summary

  • Studi dari Scholar Harvard Edu tentang emotion and decision making, disimpulkan bahwa emosi merupakan pendorong dan pengarah yang kuat terhadap pengambilan keputusan.
  • Ada alasan mengapa sebagian besar orang mengambil keputusan hanya berdasarkan emosi, yaitu karena peran otak yang mengatur emosi, karakter, penalaran, dan pengambilan keputusan. Sehingga orang mengalami bias psikologi.
  • Bias psikologi yang sering dihadapi investor yaitu loss aversion bias, sunk cost fallacy, regret aversion bias, dll.

 

Kenali dan Kendalikan Emosi

Yap, kamu tidak salah baca. Pernyataan ini bahkan didukung oleh beberapa studi, salah satunya studi dari Scholar Harvard Edu tentang emotion and decision making.

Dari studi tersebut, disimpulkan bahwa emosi merupakan pendorong dan pengarah yang kuat terhadap pengambilan keputusan.

Di sisi lain, seorang psikolog profesional dan trader coach, Dr. Van K. Tharp, menyatakan bahwa kesuksesan berinvestasi sebagian besar ditentukan oleh penguasaan emosi (dengan bobot kepentingan sebesar 60%), pengaturan uang (30%), dan strategi trading (10%).

Tetapi sayangnya, mengenali dan mengendalikan emosi saat berinvestasi juga merupakan tantangan terbesar bagi para investor, baik investor pemula, maupun profesional.

Oleh karena itu, untuk kamu, para investor pastikan kamu membaca artikel ini sampai habis, ya.

Bias Psikologi

Ada alasan mengapa sebagian besar orang mengambil keputusan hanya berdasarkan emosi, yaitu karena peran otak, lebih tepatnya otak bagian lobus frontal (the frontal lobe) yang mengatur emosi, karakter, penalaran, dan pengambilan keputusan.

Sehingga tidak jarang, dalam pengambilan keputusan (termasuk keputusan berinvestasi), orang mengalami bias psikologi. Bias psikologi merupakan bentuk pengambilan keputusan hanya berdasarkan emosi, dan berikut adalah bias-bias psikologi yang banyak dihadapi oleh para investor.

[Baca Juga: Psikologi Trading, Pentingkah Untuk Dipahami Para Traders?]

 

Loss Aversion Bias

Sobat Finansialku, apakah kamu adalah salah satu orang yang enggan mulai berinvestasi karena takut mengalami kerugian? Kalau ya, selamat!

Kemungkinan besar kamu telah terjebak loss aversion bias, yaitu kondisi di mana kamu lebih memilih menghindar dari kerugian dibandingkan mendapatkan potensi keuntungan yang lebih besar.

Kok bisa gitu?

Iya dong. Tanpa kamu sadari, keengganan kamu untuk berinvestasi sebenarnya juga menghasilkan risiko, yaitu risiko uang dimakan inflasi sehingga kamu tidak bisa mencapai tujuan keuanganmu.

Investasi sendiri juga mengandung risiko, tetapi jika mau dipelajari, bukan tidak mungkin kamu bisa menghasilkan imbal hasil atau keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan tidak berinvestasi sama sekali.

 

Sunk Cost Fallacy

Kamu pernah makan di restoran all you can eat (restoran dengan fasilitas bayar sekali, tapi bebas makan sepuasnya)? Apa yang biasanya dilakukan kebanyakan orang saat makan di restoran all you can eat?

Makan sebanyak-banyaknya, bahkan sampai mual dan sakit perut, yang penting makan lebih banyak dari yang dibayar karena nggak mau rugi. Begitu ‘kan?

Padahal kalau mau dilihat lebih jauh, bisa saja dampak negatif terhadap kesehatan setelah memaksakan makan secara berlebihan lebih merugikan, lho. Dan ini adalah dampak dari bias emosional bernama sunk cost fallacy.

Bias ini juga banyak terjadi kepada investor yang enggan menjual kembali investasinya yang sudah merugi dan kecil kemungkinan naik ke harga awal. Akibatnya, investor harus mengalami kerugian yang lebih besar.

 

Regret Aversion Bias

Sobat Finansialku, apakah kamu punya teman yang menyesal karena pernah rugi besar dalam berinvestasi? Atau jangan-jangan kamu pernah mengalaminya?

Ini adalah salah satu contoh dari regret aversion bias, bias yang membuat seseorang enggan mengambil keputusan karena pernah mengalami kerugian dari keputusan sebelumnya.

Bias ini tidak selalu berdampak negatif, karena tidak jarang bias ini mencegah investor dari berinvestasi saat harga aset sudah terlalu tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan kerugian.

Tapi, sebaiknya kamu tetap menyadari bias ini supaya kamu tidak terus larut dalam penyesalan sehingga akhirnya kamu tidak dapat berkembang.

Tonton video ini untuk tambahan referensi kamu, ya.

 

Herd Mentality

Herd mentality atau mental ikut-ikutan. Sebagian besar investor pemula mungkin pernah mengalami ini; berinvestasi hanya berdasarkan rekomendasi orang lain tanpa melakukan riset lebih lanjut.

Hal ini sebenarnya wajar terjadi dan mungkin lebih banyak dikenal dengan sebutan FOMO (Fear of Missing Out).

Ada sebuah riset yang menunjukkan bahwa herd mentality ini tidak hanya dimiliki oleh manusia, tetapi juga pada banyak spesies makhluk hidup seperti domba dan burung.

Para peneliti juga menemukan bahwa hanya dibutuhkan 5% minoritas untuk mempengaruhi keputusan mayoritas. Tetapi, walaupun begitu, bukan berarti kita harus terus-terusan menjadi mayoritas yang memiliki herd mentality.

Sebagai investor, sebaiknya kita tetap terus belajar dan berusaha mandiri dalam mengambil keputusan investasi, karena setiap orang memiliki profil risiko, latar belakang, jumlah modal, dan bahkan tujuan investasi yang berbeda-beda.

 

Overconfidence Bias 

Pada tahun 2006, seseorang bernama James Montier mengadakan survei terhadap 300 manajer investasi profesional dengan melakukan tes untuk melihat apakah para manajer investasi profesional ini yakin bahwa mereka memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Hasilnya, sebanyak 74% manajer investasi mengatakan bahwa mereka yakin memiliki kemampuan di atas rata-rata, dan sisanya sebanyak 26% mengatakan bahwa mereka meyakini kemampuan mereka hanya sebatas rata-rata, dan sama sekali tidak ada manajer investasi yang meyakini bahwa kemampuan mereka bisa saja berada di bawah rata-rata.

[Baca Juga: 8 Kesalahan Investasi yang Sering Dilakukan, Bahkan oleh Investor Handal]

Survei ini menunjukkan adanya kecenderungan manusia untuk menjadi overconfidence atau memiliki kepercayaan diri yang berlebihan dalam menilai diri sendiri.

Rasa percaya diri memang baik untuk membantu kita sebagai investor dalam mengambil keputusan, tetapi rasa percaya diri yang berlebihan dapat membuat seseorang mengambil keputusan yang cenderung nekat dan berujung kerugian.

 

Dunning Kruger Effect

Masih sedikit berhubungan dengan overconfidence bias, Dunning Kruger Effect adalah kondisi di mana seseorang merasa bahwa kemampuannya jauh lebih baik dibandingkan orang lain. Padahal, ternyata kemampuan orang tersebut tidak sebaik yang dikira.

Dunning-Kruger Effect Curve

Dunning-Kruger Effect Curve. Sumber: LEM UII

 

Berdasarkan kurva Dunning Kruger Effect di atas, dapat dilihat bahwa, pada saat seseorang tidak memiliki ilmu sama sekali, rasa kepercayaan dirinya akan sangat rendah.

Tetapi, begitu seseorang memiliki sedikit saja ilmu pengetahuan akan suatu hal, kepercayaan dirinya akan menjadi sangat tinggi (Peak of “Mount Stupid”).

Pada saat inilah seseorang harus waspada, karena dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi dengan pengetahuan yang tidak sebanding, seseorang akan cenderung mengambil keputusan nekat.

Seiring berjalannya waktu serta bertambahnya ilmu pengetahuan dan pengalaman, barulah seseorang akan berada di titik “Valley of Despair”, di mana ilmu pengetahuan yang dimiliki sudah lebih banyak namun, rasa percaya diri tidak lagi setinggi sebelumnya.

Tetapi, jangan khawatir. Apabila seseorang mau terus belajar, ia bisa meningkatkan ilmu yang dimiliki yang juga akan terus meningkatkan rasa percaya dirinya.

 

Cara Mengatasi Bias Psikologi

Lalu, gimana cara mengatasi bias psikologi ini?

 

Sadari Bias Psikologi yang Ada

Sadari bahwa bias psikologi ini memang bisa terjadi kepada setiap manusia baik dalam mengambil keputusan investasi, maupun keputusan lainnya dalam hidup. Karena dengan menyadari adanya bias-bias psikologi ini, kita bisa mencari cara untuk mengatasinya.

 

Terus Belajar

Seperti yang telah kita bahas di atas, sebagian besar kerugian investasi dapat terjadi karena ketidaktahuan dan rasa percaya diri yang terlalu tinggi hingga merasa enggan untuk terus belajar.

Oleh karena itu, pastikan kamu selalu rendah hati untuk mau terus belajar, baik belajar tentang cara berinvestasi maupun tentang psikologi manusia.

[Baca Juga: Kenali Behavioral Finance yang Bisa Kacaukan Investasimu]

 

Praktikkan Secara Konsisten

Dalam berinvestasi maupun mengendalikan emosi, diperlukan praktik yang dilakukan secara terus-menerus. Hal ini sama seperti berenang. Orang yang menguasai teori berenang saja belum tentu bisa berenang dengan baik.

namun, jika saat praktik kamu menemukan kesulitan, maka berdiskusi dan konsultasi dengan Perencana Keuangan Finansialku bisa menjadi salah satu solusinya.

Hubungi Perencana Keuangan Finansialku dan ceritakan apa yang menjadi kendalamu saat berinvestasi, agar nantinya kamu bisa menemukan solusi dan jalan keluar terbaik.

Pilih menu Konsultasi Keuangan di aplikasi Finansialku dan langsung chat gratis jika kamu member premium. Download aplikasi Finansialku di App Store atau Play Store sekarang!

Konsultasi Keuangan

 

Setelah membaca artikel ini, kamu sudah satu langkah lebih baik dalam berinvestasi. Jadi, pastikan kamu membagikan artikel ini kepada orang-orang terdekatmu agar mereka bisa mengenali bias psikologi ini dan menjadi lebih bijak dalam berinvestasi, ya!

 

Editor: Ratna SH