Polusi udara Jakarta yang semakin memburuk membuat Presiden Joko Widodo menghimbau para pekerja untuk menerapkan kebijakan work from home atau WFH.

Berikut akan Finansialku bahas seputar permasalahan polusi udara Jakarta hingga potensi kerugian finansial yang diakibatkan.

 

Permasalahan Polusi Udara Jakarta Kian Mengkhawatirkan

Masyarakat yang tinggal di sekitar daerah Jabodetabek tentu sudah mengetahui bahwa langit Jakarta belakangan ini semakin gelap.

Penyebabnya karena polusi udara yang kian memburuk hingga berpengaruh pada kualitas udara yang masyarakat hirup setiap hari.

Seperti terlihat dalam postingan Twitter aktris Ayudia Bing Slamet @ayudiac yang memperlihatkan perbedaan kondisi langit Jakarta yang terhalang polusi.

 

Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada Minggu, 13 Agustus 2023 pagi, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta mencapai 170.

Ini artinya kualitas udara di Jakarta berada di dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2,5.

Mengutip dari laman IQAir, Senin (14/08/2023) hingga pukul 10.20 WIB, Jakarta berada di urutan ketiga sebagai kota paling berpolusi di dunia.

[Baca Juga: Biaya Cek Kesehatan di Laboratorium Klinik Prodia, Lengkap!]

 

Presiden Dorong Kebijakan WFH

Terkait semakin buruknya polusi udara Jakarta, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah usulan untuk penanganan atas permasalahan tersebut.

Adapun usulan-usulan tersebut Presiden Jokowi sampaikan dalam rapat di Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Senin, 14 Agustus 2023.

“Saya memiliki beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian seluruh kementerian dan lembaga terkait. Yang pertama jangka pendek, secepatnya harus dilakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek lebih baik,” kata Jokowi dalam arahannya.

 

Jokowi kemudian meminta adanya rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek.

Lebih lanjut, Jokowi memerintahkan untuk menerapkan regulasi percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek.

“Tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran dan jika diperlukan kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan hybrid working, work from office (jadi) work from home mungkin. Saya enggak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini apakah 75% (di rumah) 25% (di kantor) atau angka yang lain,” kata Jokowi.

 

Untuk jangka menengah, Jokowi meminta para menterinya konsisten menerapkan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal.

Contohnya, lanjut Jokowi, seperti LRT dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang bakal segera beroperasi untuk umum.

Terakhir, Jokowi meminta agar ada penguatan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Jokowi mengintruksikan untuk melakukan pengawasan terhadap sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar Jabodetabek.

Selain itu, ia juga meminta agar publik mendapatkan edukasi soal polusi udara Jakarta tersebut.

 

Kemenhub Kaji Penerapan 4 in 1

Di sisi lain, pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan berbagai langkah untuk mengatasi permasalahan polusi.

Salah satunya adalah penerapan sistem ‘4 in 1’ dalam mobil yang melintas di area Jabodetabek.

Sistem ‘4 in 1’ ini nantinya hanya akan memperbolehkan mobil pribadi melintas dengan minimal empat orang penumpang di dalamnya.

“Berkaitan dengan utilitas pada kendaraan. Kendaraan-kendaraan ini banyak yang menggunakan satu orang atau maksimal dua orang. Oleh karenanya, dipertimbangkan untuk membuat ‘3 in 1’ ini menjadi ‘4 in 1’,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Senin (14/08/2023).

 

Penerapan sistem ‘4 in 1’ ini memungkinkan para pekerja yang berasal dari Bekasi, Tangerang, ataupun Depok untuk menggunakan satu mobil yang sama.

Dengan demikian, jumlah kendaraan yang melintas di daerah Jabodetabek akan berkurang sehingga polusi udara Jakarta dapat berangsur membaik.

Adapun daerah DKI Jakarta sempat menerapkan sistem ‘3 in 1’ pada beberapa tahun yang lalu.

Selain sistem ‘4 in 1’, Menhub Budi Karya juga mengatakan bahwa pihaknya akan bekerjasama dengan Pemda dan kepolisian.

Hal ini untuk memperketat uji emisi kendaraan yang melintas di Jabodetabek. Sehingga kendaraan yang tidak lolos uji emisi, tidak mempunyai hak untuk melakukan perjalanan di Jabodetabek.

 

Pemprov DKI Harus Tetapkan Status Bahaya

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Yoga menilai, Pemprov DKI Jakarta harus menetapkan status bahaya polusi di Ibu Kota.

“Dengan kondisi udara yang buruk dan suhu udara yang ekstrem, harusnya pemerintah DKI Jakarta menetapkan status berbahaya bagi kesehatan,” ujar Nirwono, mengutip dari Kompas.com, Senin (14/08/2023).

 

Ia melanjutkan, Pemprov DKI seharusnya mengambil kebijakan yang tegas dan signifikan untuk menangani polusi di Ibu Kota.

Dalam hal ini, Nirwono mengusulkan tiga fokus penanganan polusi tinggi di daerah Jabodetabek.

Pertama, soal pengembangan transportasi publik terpadu dalam jangka panjang serta ideal untuk masyarakat.

Kedua, pembatasan kendaraan pribadi ke pusat kota, dan perluasan ganjil genap se-Jabodetabek yang berlaku untuk semua kendaraan pribadi, baik BBM fosil maupun listrik.

Nirwono juga menyarankan penerapan jalan berbayar elektronik untuk semua kendaraan pribadi, dan rekayasa lalu lintas dengan menutup u-turn.

Selain itu, butuh adanya penerapan jalan satu arah pada jam sibuk, dan peniadaan parkir liar ataupun parkir tepi jalan.

Ia melanjutkan, perlu adanya pembenahan ulang tata ruang kota di Jabodetabek, dengan penyediaan hunian vertikal yang terjangkau.

Pengembangan TOD (transit-oriented development) di titik simpul transportasi massal, pembangunan trotoar dan jalur sepeda ke pemukiman di sekitar koridor transportasi massal,” jelas Nirwono.

 

Apa yang Menjadi Penyumbang Terbesar Polusi di Jakarta?

Dalam gelaran rapat di Istana Merdeka, Jokowi sempat menjelaskan soal kualitas udara di Jakarta yang terjadi karena kemarau panjang selama tiga bulan terakhir.

Selain itu, pembuangan emisi dari transportasi serta aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara juga turut menyumbang pencemaran udara Jakarta.

Sementara itu, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK, Sigit Reliantoro menyebutkan bahwa sektor transportasi adalah penyumbang emisi terbanyak di Indonesia.

“Sektor transportasi menjadi penyumbang sumber emisi terbanyak di Indonesia, 44% emisi berasal dari mobilitas kendaraan bermotor,” ujar Sigit.

 

Namun, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin mengatakan pemerintah juga perlu memperhatikan kawasan industri di Jabodetabek.

Pasalnya, kawasan industri juga menjadi penyumbang 31% dari polusi udara berdasarkan data inventarisasi KLHK.

Ini terjadi karena masih banyak kawasan industri berupa PLTU dan pabrik-pabrik lainnya yang membuang limbah perusahaan hingga berakibat pada pencemaran udara.

[Baca Juga: 4 Layanan Call Center BPJS Kesehatan Terbaru 24 Jam]

 

Potensi Kerugian Finansial Akibat Polusi Udara

Melansir dari laporan IQAir: World Air Quality Report 2021, polusi udara yang tinggi di Jakarta diperkirakan telah menyebabkan 3.700 kematian warga.

Sedangkan, potensi kerugiannya mencapai USD960 juta atau sekitar Rp14 triliun (kurs Rp14.600 per dolar AS).

Pada tahun 2020, polusi udara disebut dapat membawa kerugian ekonomi hingga USD8 miliar per hari di seluruh dunia atau Rp112 triliun. Jumlah ini mencapai 3,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) dan Greenpeace Asia Tenggara menemukan kerugian tersebut berasal dari pembakaran minyak dan gas (migas), termasuk batu bara.

Menurut laporannya, China daratan, Amerika Serikat (AS), dan India menanggung rugi tertinggi akibat polusi udara dari bahan bakar fosil di seluruh dunia.

Perkiraan kerugiannya mencapai USD900 miliar, USD600 miliar, dan USD150 miliar per tahun.

Peneliti CREA menyebut partikel-partikel yang terbuang dari penggunaan bahan bakar fosil mengakibatkan 4,5 juta kematian setiap tahun di dunia. Ini termasuk di antaranya 1,8 juta kematian di China, dan 1 juta kematian di India.

Angka itu sejalan dengan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi 4,2 juta kematian setiap tahun terkait dengan polusi udara di permukaan tanah.

“Polusi udara dari bahan bakar fosil adalah ancaman bagi kesehatan kita dan ekonomi kita, yang merenggut jutaan nyawa dan menelan biaya hingga triliunan dolar AS,” jelas Minwoo Son, Juru Kampanye Udara Bersih di Greenpeace Asia Timur.

 

Secara total, ia memperkirakan kerugian akibat polusi udara dari bahan bakar fosil pada 2018 lalu mencapai USD2,9 triliun.

Tetapi, ini adalah masalah yang kita tahu bagaimana menyelesaikannya. Misalnya dengan beralih ke sumber energi terbarukan, menghapus mobil diesel dan bensin, termasuk membangun transportasi umum,” imbuhnya.

 

Pindah Tempat Tinggal, Apakah Solusi?

Lantas, apakah pindah tempat tinggal menjadi solusi atas permalasahan polusi udara?

Berdasarkan data AQI Air, indeks kualitas polusi udara di Jakarta sudah masuk kategori tidak sehat.

Bahkan sempat menduduki peringkat kedua negara dengan kadar udara di dunia pada 178 AQI.

Terkait permasalahan polusi udara Jakarta, Sigit Reliantoro mengatakan saat ini pemerintah sedang fokus pada upaya mengendalikan polusi udara di bidang transportasi.

Beberapa solusi tersebut mencakup penerapan uji emisi kendaraan dengan tarif parkir lebih tinggi untuk kendaraan yang tidak lolos uji emisi.

Solusi lainnya yaitu perbaikan fasilitas transportasi umum, dan mendorong penggunaan kendaraan listrik.

Berbagai solusi itu Sigit sampaikan berdasarkan data yang tertera pada kajian inventaris emisi pencemar udara.

Data tersebut menunjukkan bahwa transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, dengan 44%. Sementara bidang industri menyumbang polusi udara sebesar 31%.

Padahal, pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan pabrik industri merupakan pencemar udara utama.

Ini berdasarkan hasil riset Center for Research on Energy and Clean Air yang terbit pada Agustus 2020 lalu.

Dalam inventarisasi emisi, mereka menemukan bahwa Banten dan Jawa Barat memiliki emisi PM2,5, SO2, dan NOx yang lebih tinggi daripada Jakarta. Sebagian besar penyebabnya yakni karena industri dan pembangkit listrik.

Kawasan industri diyakini menjadi penyebab mengapa ketika kegiatan lalu lintas menurun pada masa pandemi, namun pencemaran udara tak kunjung turun.

Sehingga, kesimpulan dalam riset itu mengatakan pengendalian emisi dari sektor transportasi tidak cukup untuk menangani polusi udara di Jakarta.

Demikian juga dengan solusi pindah tempat tinggal yang tidak akan berpengaruh pada polusi udara di Jakarta.

Sebab, penyebab utama polusi udara Jakarta adalah kawasan industri dan pembangkit listrik berbahan fosil.

Sementara itu, anggota Dewan Penasihat IDI, Prof Zubairi Djoerban merekomendasikan masyarakat Jabodetabek untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan hingga penggunaan sunscreen.

Kemudian, penerapan work from home (WFH) juga bisa menjadi pertimbangan sebagai strategi terbaik dalam mengatasi masalah polusi udara.

[Baca Juga: PPKM lagi? Simak 5 Tips WFH Supaya Tetap Produktif ya!]

 

Kualitas Udara Makin Buruk, Perlukah Ambil Asuransi?

Di tengah kualitas udara yang kian memburuk belakangan ini, adanya asuransi kesehatan dianggap mampu mencegah risiko kerugian yang masyarakat hadapi.

Pasalnya, polusi udara dapat memicu sejumlah penyakit seperti alergi, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), asma, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Dengan adanya asuransi, biaya perawatan di Rumah Sakit akan lebih ringan sehingga tidak terlalu membebani keuangan pribadi.

Selain itu, memiliki asuransi sejak dini dan selagi sehat juga akan mengurangi harga premi asuransi yang harus Anda bayarkan.

Jika dokter sudah mendiagnosis Anda dengan kondisi kesehatan tertentu, maka harga premi tentu akan semakin mahal.

Bahkan pada beberapa kasus, pihak asuransi dapat menolak pengajuan asuransi apabila Anda sudah terdiagnosa penyakit berat.

Terkait asuransi kesehatan, Anda bisa ketahui lebih lanjut melalui ebook gratis berikut ini 👉 Anti Pusing Mikirin Biaya Kalau Sakit.

Jika Anda ingin pembahasan lebih mendalam dan diskusi lebih lanjut, Anda bisa berkonsultasi dengan Perencana Keuangan Finansialku untuk mengetahui strategi memilih asuransi yang tepat sesuai budget dan kebutuhan.

Hubungi Customer Advisory via WhatsApp di nomor 0851 5866 2940.

 

Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

 

Proteksi seperti apa yang sudah Sobat Finansialku lakukan untuk menghindari bahaya polusi udara Jakarta yang semakin memburuk?

Tuliskan komentarmu di bawah ini, ya! Setelah itu, bagikan informasinya dan ajak rekan-rekan Anda untuk mengambil asuransi kesehatan selagi sehat.

 

Editor: Ratna Sri Haryati

Sumber Referensi:

  • Tim Redaksi. 12 Agustus 2023. Kualitas udara DKI Jakarta disebut sudah ‘sangat krisis’, Pemprov siapkan Razia uji emisi. Bbc.com – https://shorturl.at/xKLQU
  • M Julnis Firmansyah. 14 Agustus 2023. Jokowi Instruksikan WFH Hingga Rekayasa Cuaca Atasi Polusi Udara Jakarta. Tempo.co – https://shorturl.at/eFN59
  • Zintan Prihatini. 14 Agustus 2023. Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Pengamat: Pemprov DKI Harus Tetapkan Status Bahaya. Kompas.com – https://shorturl.at/wxEOX
  • Averus Kautsar. 15 Agustus 2023. Menhub Kaji Kebijakan 4 in 1 demi Tekan Polusi Udara di Jakarta. Detik.com – https://shorturl.at/lBDW4
  • Pernita Hestin Untari. 15 Agustus 2023. Kualitas Udara Buruk, Masyarakat Disebut Perlu Ambil Asuransi. Bisnis.com – https://shorturl.at/BQS15
  • Tim Redaksi. 12 Februari 2020. Kerugian Akibat Polusi Udara Rp112 Triliun per Hari. Cnnindonesia.com – https://shorturl.at/sBHPR
  • Tim Redaksi. 16 Mei 2022. Potensi Kerugian dari Polusi Udara Jakarta Capai Rp 14 T di 2021. Kumparan.com – https://shorturl.at/oABQ0