Pernahkah Anda mendengar Merk Ban GT Radial?

Merk ban yang telah mendunia ini ternyata diproduksi oleh salah satu perusahaan publik di Indonesia, yaitu PT Gajah Tunggal Tbk (GT-Tires) yang berkode saham GJTL. Bagaimana prospek sahamnya secara Value Investing?

Mari kita simak pembahasan berikut.

 

Artikel ini dipersembahkan oleh:

 

Berkenalan Dengan Saham GJTL

Di saat IHSG meningkat 19,99% sepanjang 2017, banyak perusahaan yang meningkat harga sahamnya seiring dengan kenaikan IHSG itu sendiri. Namun dalam pasar saham, selalu saja ada perusahaan yang harga sahamnya justru bergerak berlawanan dengan arah pasar.

Salah satu saham yang saya maksud adalah PT Gajah Tunggal (GJTL). Dalam 1 tahun terakhir, harga saham GJTL turun dari posisi tertinggi nya di Rp1.265 per lembar saham pada bulan Maret 2017, menjadi Rp665 an di bulan November 2017 (terkoreksi hampir 50%), sebelum akhirnya naik ke 900 belakangan ini.

saham gjtl pt gajah tunggal tbk gt radial

Pergerakan Harga Saham GJTL selama 1 tahun terakhir

 

So, pertanyaannya apakah penurunan saham ini bisa disebut opportunity atau bukan? Dan apakah di harga Rp800 an per lembar saham ini, GJTL sudah dapat disebut undervalue atau salah harga?

Mari kita bahas bersama dalam artikel ini.

 

Apakah Anda tertarik untuk memulai berinvestasi saham? Jika iya, silahkan download Gratis ebook: Panduan Berinvestasi Saham Untuk Pemula.

Gratis Download Ebook Panduan Berinvestasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg

 

Sekilas Tentang PT Gajah Tunggal Tbk.

PT Gajah Tunggal (GJTL) adalah produsen ban terbesar di Asia Tenggara. Perusahaan didirikan pada tahun 1951. Awalnya Perusahaan berdiri sebagai produsen sekaligus distributor ban sepeda.

Setelah lebih dari 2 dekade beroperasi, atau tepatnya di tahun 1971, Perusahaan mulai memproduksi ban sepeda motor. Perusahaan baru mulai memproduksi ban bias untuk kendaraan penumpang dan komersial pada tahun 1981.

Dan akhirnya pada tahun 1993, Perusahaan mulai memproduksi dan menjual ban radial untuk mobil penumpang dan truk ringan.

Saat ini 49,5% saham GJTL dimiliki oleh Denham Pte Limited (anak perusahaan Giti Tire Pte. Ltd) yang berpusat di Singapura. Giti Tire sendiri merupakan pemain besar industri ban di Tiongkok.

Giti Tires dari Singapura adalah pemegang saham mayoritas PT Gajah Tunggal Tbk.

 

Michelin juga memegang 10% saham GJTL, di mana sejak 2004 GJTL menjalin kerjasama strategis dengan Michelin. GJTL dalam hal ini memproduksi ban untuk Michelin untuk pasar ekspor. Dan public shareholders memegang 40,5% saham GJTL.

GJTL saat ini juga memegang 25,6% saham PT Polychem Indonesia Tbk. (terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham: ADMG) dan 99,0% saham PT Prima Sentra Megah.

 

Produk Ban Gajah Tunggal (GT Radial)

Saat ini GJTL tengah memegang beberapa merek dagang untuk ban bus, truk, mobil, dan motor di Indonesia.

Merek-merek yang dipegang di bawah GJTL antara lain GT-Tires (Gajah Tunggal Tires) dan GT Radial untuk ban mobil dan kendaraan besar, sementara ada juga IRC Tire dan Zeneos untuk ban motor.

Pada tahun 2017 pun, GJTL telah menambah merk yang dikelolanya, yaitu yang terbaru adalah Giti Fleet.

PT Gajah Tunggal Tbk GT Radial Saham GJTL

Merek-merek Ban yang diproduksi oleh PT Gajah Tunggal Tbk.

 

Melalui public expose yang diadakan di akhir tahun 2017, GJTL memaparkan bahwa telah memiliki sejumlah jaringan OEM (Original Engine Manufacturer) dengan banyak merek truk, mobil, dan motor di Indonesia.

 

Profit Saham GJTL yang Tidak Konsisten

PT Gajah Tunggal Tbk sendiri pertama kali mencatatkan penawaran saham secara publik (IPO) pada tahun 1990, yang mana artinya Perusahaan sudah hampir 3 dekade malang melintang di Bursa Efek Indonesia.

Sebagai perusahaan yang sudah memiliki history yang cukup panjang, sayangnya saham GJTL termasuk perusahaan yang kurang konsisten dalam hal pencetakan laba.

Sebagai gambaran, dalam 7 tahun terakhir, perusahaan mencetak 2x kerugian yaitu di tahun 2015 dan 2017. Yup jadi sejatinya, Saham GJTL per artikel ini ditulis masih menyandang status Perusahaan Rugi.

Selepas perusahaan membukukan laba bersih Rp1,1 triliun di tahun 2012, Perusahaan hanya mampu mencetak laba bersih Rp120 miliar di 2013 dan Rp283 miliar di tahun 2014.

Harapan bahwa Saham GJTL akan mampu kembali ke masa jayanya sempat muncul ke permukaan, ketika GJTL membukukan laba bersih Rp627 miliar di tahun 2016. Sayangnya, seperti dikemukakan di atas, GJTL kembali menderita kerugian di tahun 2017 ini.

Ada banyak faktor yang menyebabkan inkonsistensi GJTL dalam hal pencetakan profit. Harga bahan baku karet yang berfluktuasi misalkan, menjadi faktor yang turut mempengaruhi profitabilitas GJTL.

Penampakan Pabrik Ban Gajah Tunggal, Ini Caranya Memilih Ban Mobil

 

Di awal tahun 2017 harga karet sempat melonjak tinggi yang membuat beban produksi GJTL menjadi meningkat. Hal ini membuat Gross Profit Margin (GPM) GJTL menurun dari 23,8% di tahun 2016 menjadi 16,8% di tahun 2017.

Nilai tukar rupiah juga menjadi faktor yang turut mempengaruhi profitabilitas GJTL. Di tahun 2015 misalkan ketika nilai tukar rupiah melemah secara signifikan terhadap dolar AS turut membuat GJTL harus menanggung Rp705 miliar dari kerugian kurs mata uang asing, yang membuat GJTL akhirnya kembali mengalami kerugian Rp313 miliar.

Grafik Net Profit Saham GJTL Tahun 2011 – 2017

 

Di tahun 2017 sendiri, ada satu faktor lain penarikan produk secara sukarela (voluntary recall) sebanyak hampir Rp400 ribu ban yang sudah didistribusikan yang terjadi di Juli 2017.

Meskipun Perusahaan tidak konsisten dalam hal pencetakan laba, perusahaan masih termasuk konsisten dalam hal Pendapatan perusahaan. Selama 2011 – 2017, Pendapatan perusahaan selalu bertumbuh.

Hanya saja perlu dicatat bahwa CAGR atau rata-rata pertumbuhan Perusahaan hanya sekitar 3,3% per tahunnya atau dibawah rata-rata pertumbuhan inflasi tahunan 7%.

Grafik Pendapatan Revenue Saham GJTL tahun 2011 – 2017

 

Saat ini, mayoritas pendapatan GJTL berasal dari penjualan ban radial (merek ban GT Radial) untuk mobil penumpang, truck, dan bus. Penjualan ban GT Radial ini memberikan kontribusi terhadap 45% dari total revenue.

Sementara itu, penjualan ban bias untuk kendaraan komersial (merk Gajah Tunggal) memberikan kontribusi 26% revenue, dan ban sepeda motor (merk IRC Tire dan Zeneos) memberi kontribusi 25% revenue.

Sisa 4% lainnya adalah penjualan ban dalam, aksesoris, serta kain ban dan karet sintetis (integrasi vertikal). Perlu dicatat bahwa GJTL tidak hanya menjual ban untuk kendaraan baru, melainkan juga kendaraan lama (replacement).

Hal ini cukup menguntungkan posisi GJTL karena misalkan di tahun 2015 industri otomotif lesu darah, penjualan GJTL “hanya” turun 1% (lihat lagi grafik penjualan di atas).

GJTL juga tidak hanya menjual produk-produk nya ke domestik, melainkan juga ekspor ke market internasional. Komposisi penjualan GJTL ke pasar domestik dan pasar ekspor saat ini adalah sekitar 60%:40%.

Sebagai gambaran, dari total pendapatan GJTL US$10,8 juta per Kuartal III 2017, US$6,5 juta adalah penjualan ke pasar domestik (Jawa dan Luar Jawa), sementara total penjualan ke market ekspor adalah US$4,3 juta.

Untuk market ekspor penjualan GJTL ke pasar Amerika cukup signifikan, di mana penjualan ke Amerika bahkan saat ini sudah mengalahkan penjualan ke market domestik di luar Jawa.

Ban GT Radial, Produk GJTL yang paling banyak diekspor

 

Meningkatnya penjualan ekspor ban ke Amerika sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijakan Amerika yang membatasi impor dari Tiongkok, yang membuka peluang bagi GJTL untuk meningkatkan ekspornya ke Amerika. Sayangnya penjualan ke Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika mengalami penurunan di tahun 2017 ini.

Di satu sisi, hal ini menjadi kekuatan GJTL karena komposisi penjualan yang cukup berimbang antara market domestik dengan market ekspor. Ketika misalkan penjualan ke market domestik masih cenderung stagnan, total penjualan tetap meningkat karena didorong meningkatnya penjualan ekspor GJTL ke produk Amerika.

Namun di sisi lain hal ini juga menjadi risiko bagi GJTL karena otomatis currency atau mata uang yang digunakan GJTL juga memakai dollar AS, termasuk utang usaha.

Ban Zeneos, Salah satu Merk produksi GJTL yang menyasar ke pasar domestik

 

Refinancing Utang GJTL

Dari segi struktur permodalan, Saya sebenarnya menilai saham GJTL cukup berisiko. GJTL ini termasuk perusahaan yang utangnya banyak.

Per Kuartal III 2017, Debt to Equity Ratio (DER) saham GJTL mencapai 2,4x, yang mana artinya perusahaan memiliki jumlah hutang 2,4x lipat lebih besar ketimbang Ekuitas nya.

Angka ini jauh lebih besar ketimbang perusahaan lain di industri yang sama. Perusahaan memang terkenal doyan menerbitkan surat utang.

  • Tahun 2005: US$325 juta
  • Tahun 2007: US$95 juta
  • Tahun 2009: US$435 juta
  • Tahun 2013: US$500 juta (obligasi baru untuk membayar obligasi lama, jatuh tempo 2018)
  • Tahun 2017: US$500 juta (obligasi baru untuk membayar obligasi lama, jatuh tempo 2022)

 

GJTL sendiri saat pada pertengahan tahun 2017 kemarin kembali melakukan refinancing utang melalui penerbitan global bond plus pinjaman perbankan.

Penerbitan surat hutang baru atau notes tersebut adalah sebesar US$500 juta dengan kupon 8,375%.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, dana hasil penerbitan obligasi ini adalah untuk melunasi surat utang sebelumnya (senior notes) dengan besaran yang sama (dengan kupon 7,75%) yang diterbitkan pada tahun 2013 dan akan jatuh tempo pada Februari 2018 ini.

Surat utang/notes yang baru ini akan jatuh tempo pada tahun 2022.

Secara Value Investing, penerbitan hutang baru untuk melunasi hutang yang lama sebenarnya bukan indikator yang baik bagi sebuah perusahaan. Akan tetapi, ada faktor lain yang perlu dijadikan pertimbangan oleh investor.

Faktor X tersebut adalah faktor credit rating.

Kabar baiknya, Moody’s sebagai Lembaga pemeringkat telah menaikkan rating surat hutang GJTL dari Caa1 menjadi B2, yang mana artinya Moody’s menganggap surat utang GJTL memiliki risiko relatif rendah.

Bahkan, rating bisa kembali dinaikkan jika GJTL mampu meningkatkan basis pendapatan dan menjaga EBITDA Margin pada kisaran 20%, memperoleh Free Cash Flow positif, serta mempertahankan level Debt to EBITDA di level 3,25x.

Sebaliknya, rating ini bisa suatu saat diturunkan jika ternyata ke depannya EBITDA Margin turun di bawah 15%, serta posisi Debt to EBITDA melewati level 4,5x.

Cara menganalisis fundamental saham dengan rasio keuangan

 

Jadi, Bagaimana Peluang Saham GJTL?

Di bagian sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa di satu sisi saham GJTL termasuk perusahaan yang inkonsisten dari segi pencetakan laba bersih, kemudian juga tergolong perusahaan yang memiliki banyak hutang.

Apakah ini artinya GJTL termasuk perusahaan dengan fundamental jelek? Saya berani katakan tidak demikian.

Salah satu indikator nya adalah meskipun kompetisi pasar Indonesia sangat ketat, Ban Mobil GT Radial tetap mampu menduduki posisi keempat (di bawah Goodyear, Bridgestone, Dunlop).

Sementara itu IRC menduduki posisi pertama di segmen Ban Motor. Yang perlu menjadi catatan di sini meskipun kompetisi untuk Ban sangat ketat di Indonesia, GJTL memiliki penjualan ekspor yang hampir sama besar dengan market domestik.

Selain itu, GJTL juga memiliki sejumlah keunggulan lain, misalkan lini produk perusahaan yang terintegrasi dengan karet sintetis dan kain ban sehingga membuat supply terjaga dan meminimalisasi fluktuasi produksi ban.

GJTL juga memiliki kedekatan dengan bahan baku seperti karet alam, sehingga mengurangi biaya logistik dan inventory. Di awal tahun 2018 sendiri, sejumlah kondisi lebih menguntungkan untuk GJTL:

  1. Pertama, Harga karet yang menjadi bahan utama pembuatan ban sudah mengalami penurunan dan cukup stabil, sehingga kita bisa cukup optimis untuk melihat margin profit GJTL kembali meningkat.
  2. Kedua, Perusahaan juga akan meningkatkan kapasitas produksi ban TBR dari 2.000 ban per hari menjadi 3.500 ban per hari pada tahun 2018 ini.
  3. Ketiga, faktor kurs rupiah terhadap mata uang asing juga masih relatif stabil, setidaknya hingga saat ini.
  4. Keempat, faktor penarikan produk juga telah diantisipasi oleh manajemen agar tidak terulang kembali.

 

Secara valuasi, di harga 800, Saham GJTL bisa dikatakan tergolong undervalue. Meskipun kita tidak bisa menjadikan PER sebagai patokan (karena saat ini perusahaan masih merugi), namun dari segi Ekuitas perusahaan, saat ini PBV GJTL hanya 0,5x atau terendah dalam kurun waktu 6-7 tahun terakhir ini (GJTL rata-rata dihargai di PBV 0,9x – 2,3x).

Dengan catatan perusahaan mampu untuk menurunkan biaya dan kembali meningkatkan revenue (serta kasus hukum terkait kasus BLBI yang belakangan beredar sudah selesai), maka kita bisa berharap bahwa perusahaan akan kembali membukukan laba di tahun 2018 ini dan tentu saja dibarengi dengan kenaikan harganya. 

Selamat Berinvestasi!

 

Disclaimer: Artikel ini adalah sebagai edukasi, bukan sebagai saran investasi atau rekomendasi membeli saham. Keputusan pembelian saham tetap ada pada masing-masing investor.

Note: Saat menyusun dan menyunting artikel ini, penulis juga penyunting artikel juga sedang memegang saham GJTL dalam portofolionya.

 

Setelah pembahasan di atas, apakah Anda tertarik untuk membeli saham GJTL?

Anda bisa mengisi comment berikut atau share informasi ini ke pembaca lainnya ya. Terima Kasih.

 

Sumber Referensi:

 

Sumber Gambar:

  • Elephant – https://goo.gl/sBxoN3
  • GT Products – https://goo.gl/162GU1
  • Giti Tire – https://goo.gl/NBWFSQ
  • GT Radial Tire – https://goo.gl/m5Mx8w
  • Zeneos Tire – https://goo.gl/9N6s2E
  • Tire Factory – https://goo.gl/qxAYjh
  • GJTL Chart – Aplikasi HOTS Mirae Asset