Obligasi merupakan bentuk lain dari pengakuan utang (iqrar bi al-dain) pihak perusahaan penerbit kepada pemegang obligasi.

Salah satu bentuk cara melakukan pengumpulan modal adalah jika tidak dengan harta milik bersama mitra usaha, maka dengan jalan berutang kepada pihak lain.

Lalu bagaimana hukum obligasi dalam Islam? Apakah ada obligasi yang sesuai dengan ketentuan Syariah? Cari tahu lebih lengkapnya pada artikel dibawah ini yaa.

 

Hukum Obligasi Dalam Islam

Pasar modal memiliki berbagai instrumen, diantara lain yang paling banyak dikenal dan berkembang adalah obligasi, saham, dan reksa dana.

Instrumen-instrumen tersebut lebih dikenal masyarakat karena selain sebagai instrumen pasar modal yang dapat diperjual belikan, obligasi, saham, dan reksa dana juga terkait fungsinya sebagai suatu bentuk pembiayaan bagi emiten.

Dalam mengembangkan usahanya, tentunya perusahaan memerlukan modal untuk dipergunakan. Modal dapat diperoleh dari dana yang bersumber dari luar perusahaan.

Untuk mengembangkan usaha modal yang diperoleh dari luar itu dapat berupa pinjaman dari bank serta dapat pula diperoleh melalui cara lain, salah satunya dengan menerbitkan obligasi.

 

Dengan menerbitkan obligasi maka perusahaan dapat memperoleh modal dan tidak adanya campur tangan pemilik dana (pembeli obligasi) terhadap perusahaan serta tidak adanya kontrol terhadap perusahaan, sama seperti perusahaan yang menerbitkan saham.

[Baca Juga: Ini Daftar Obligasi 2020 dan Jadwal Penerbitannya! ]

Obligasi mempunyai beberapa karakteristik tersendiri dibandingkan dengan saham antara lain meliputi risiko aktiva, jenis aktiva, siklus bisnis, kondisinya dan aspek legalnya.

Saat akan menerbitkan obligasi dan saham banyak perusahaan yang selalu memberikan pertimbangan untung dan rugi.

Perbandingan yang paling pokok diantara keduanya ialah bahwa dengan menerbitkan obligasi perusahaan secara langsung menerbitkan surat utang yang mengakibatkan kewajiban memberikan pembayaran tingkat suku bunga serta pelunasan pokok pinjaman.

Dengan menerbitkan saham, perusahaan tidak mempunyai kewajiban pembayaran.

Jenis resiko aktiva untuk obligasi juga relatif kecil sedangkan untuk saham relatif cukup besar serta tidak pasti. Jangka waktu instrumen obligasi ada batasnya sedangkan untuk saham tidak terbatas.

Biaya modal untuk obligasi adalah membayar tingkat suku bunga sebelum pembayaran pajak, sedangkan untuk saham diharapkan dividen dibagikan setelah pengenaan pajak.

Struktur biaya untuk suku bunga bisa bersifat tetap (fixed) dan (floating) yang dialokasikan dari aliran kas perusahaan sedangkan untuk saham adalah persentase dari laba.

Pada dasarnya instrumen obligasi tergolong instrumen yang diminati oleh sebagian investor karena merupakan instrumen yang sangat fleksibel dan sangat prospektif perkembangannya di masa yang akan datang, maka dengan adanya obligasi akan menjadi instrumen pasar modal yang diminati.

Obligasi mempunyai beberapa karakteristik yang melekat di dalamnya antara lain sebagai berikut:

Tertarik Berinvestasi Obligasi Cek Hukumnya Dalam Islam! 02-Finansialku

Sumber: insight.kontan.co.id – https://bit.ly/3yFLvpt

 

Nilai Penerbitan Obligasi (jumlah pinjaman dana)

Dalam penerbitan obligasi maka pihak emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi yang biasanya disebut sebagai “jumlah emisi obligasi”.

Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.

 

Jangka Waktu Obligasi

Setiap obligasi memiliki jangka waktu jatuh tempo umumnya berjangka waktu 5 tahun.

 

Tingkat Suku Bunga

Suku bunga dalam obligasi inilah yang menjadi daya tarik bagi para investor. Dengan membeli obligasi maka investor diberi insentif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik.

Pada umumnya, bunga yang diberikan ini disebut juga dengan istilah kupon obligasi.

 

Jadwal Pembayaran Suku Bunga

Pelaksanaan kewajiban pembayaran kupon (tingkat suku bunga obligasi) ini dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan yang dibuat sebelumnya. Dapat dilakukan setiap triwulan atau semesteran.

 

Jaminan

Kewajiban penyediaan jaminan dalam obligasi ini tidak harus mutlak. Dalam penerbitan obligasi apabila memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor.

Dalam hukum ekonomi Islam, obligasi yang berdasarkan pada utang dengan pendapatan keuntungan berupa bunga dipandang sebagai suatu bentuk produk keuangan yang mengandung unsur riba, sehingga bagi seorang muslim hal ini wajib untuk dihindari.

Namun jika dilihat dalam sudut pandang yang lain, obligasi sebagai suatu bentuk pembiayaaan dirasa sudah menjadi suatu kebutuhan.

Dengan dasar inilah upaya merekontruksi obligasi konvensional dilakukan dengan pendekatan prinsip-prinsip syariah sehingga dikenal istilah obligasi syariah atau sukuk.

 

Pengertian Obligasi Syariah/Sukuk

Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada pemegang obligasi syariah (shahib al-maal) harus bersih dari unsur non-halal dan sesuai dengan akad yang digunakan.

[Baca Juga: Kata-kata Motivasi Benjamin Graham: Alokasi Saham dan Obligasi ]

Adapun akad yang dapat digunakan dalam obligasi syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), antara lain: mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istihna dan ijarah.

Secara umum obligasi konvensional atau bond merupakan surat utang dari suatu lembaga atau perusahaan, yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar.

Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu, yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis dan bonafiditas penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau berjenjang.

Dalam pasar uang yang sudah berkembang dengan baik bentuk dan jenis obligasi bisa mencapai belasan bahkan puluhan termasuk di antaranya ada yang bisa dikonversikan dengan saham perusahaan penerbit (convertible bonds).

Berbeda dengan konsep umum obligasi di atas, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil.

Landasan transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond. Muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah.

 

Dasar Hukum Obligasi Syariah/Sukuk

Obligasi syariah ini merupakan jenis usaha yang baru muncul di dalam perkembangan ekonomi syariah, tentu tidak mudah mencari landasan syariah-nya.

Namun demikian, dalam mencari rujukan bagi keabsahan obligasi syariah ini, secara umum mengacu pada aspek latar belakang sosio-historis dengan menganalisa wacana-wacana kegiatan muamalah Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang terjadi pada waktu itu.

Seperti diriwayatkan bahwa dua putra Umar r.a., Abdullah dan Ubaidillah menemui Abu Musa al-Asy’ari di Basrah pada saat pulang dari peperangan Nawahand di Persia.

Abu Musa al-Asy’ari memberikan uang kepada kedua orang tersebut agar mereka memberikannya kepada bapaknya, Umar di Madinah. Dalam perjalanannya menuju Madinah, mereka membelikan sesuatu dari uang tersebut.

Setelah sampai di Madinah mereka menjual barang tersebut dan mendapatkan beberapa keuntungan. Kemudian mereka memberikan uang modal saja kepada Umar.

Umar menolak uang itu dan mengharap agar disertakan dengan keuntungannya. Mereka menolak dan menjelaskan bahwa jika uang ini hilang, mereka akan menanggungnya.

[Baca Juga: Apa Itu Pasar Sekunder dalam Jual Beli Obligasi Sukuk ]

Akhir riwayat Umar menerima keputusan itu dan menyetujui bagi hasil yang telah didapatkannya.

Diceritakan pula oleh Ibnu Abbas bahwa bapaknya al-Abbas telah mempraktekkan mudharabah/muqaradhah ketika ia memberi uang kepada temannya di mana dia mempersyaratkan agar mitranya tidak digunakannya dengan jalan mengarungi lautan, menuruni lembah atau membelikan sesuatu yang hidup.

Jika dia melakukan salah satunya, maka dia akan menjadi tanggungannya. Peristiwa ini dilaporkan kepada Nabi, dan beliau pun menyetujuinya.

Beberapa peristiwa di atas dapat dijadikan landasan hukum obligasi syariah, karena para ulama menjadikan peristiwa tersebut sebagai landasan keabsahan muqaradhah/mudharabah.

Menurutnya, segala sesuatu yang dilakukan dan dibiarkan oleh Rasulullah SAW merupakan sunnah taqririyah yang dapat menjadi sumber hukum Islam.

Dengan demikian, keabsahan/dasar hukum obligasi syariah ini lebih mengarah pada konsensus (ijma’) para ulama fiqh yang menilai muqaradhah/mudharabah sebagai kerja sama yang mengandung nilai solidaritas yang tinggi dan dapat memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.

 

Perbedaan Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional

Untuk lebih memudahkan dan memperjelas persamaan dan perbedaan obligasi Syariah dan obligasi konvensional, Finansialku akan menggambarkan dalam bentuk tabel dibawah ini,

Variabel

Pembeda

Obligasi Syariah

Obligasi Konvensional

Mudharabah

Ijarah

Akad (transaksi)

Mudharabah (Bagi Hasil)

Ijarah (Sewa/Lease)

Tidak Ada

Jenis transaksi

Uncertainty Contract

Certainty Contract

Instrument Pengakuan Utang

Penerbit

Pemerintah, Korporasi

Pemerintah, Korporasi

Pemerintah, Korporasi

Pihak yang terkait

Obligor, SPV, Investor, trustee

Obligor, SPV, Investor, trustee

Obligor/Issuer, Investor

Harga penawaran

100%

100%

100%

Kupon/ penghasilan

Pendapatan/ Bagi Hasil

Imbalan/ Fee

Bunga/ Riba

Pembayaran pokok

Bullet atau amortisasi

Bullet atau amortisasi

Bullet atau amortisasi

Jangka waktu

Pendek-menengah

Pendek-menengah

Menengah-panjang

Pengembalian

Indikatif berdasarkan pendapatan/income

Ditentukan sebelumnya

Float/ tetap

Underlying asset

Perlu

Perlu

Tidak perlu

Jenis Investor

Syariah/ konvensional

Syariah/ konvensional

Konvensional

Akibat

Halal

Halal

Haram

Hukum

Maslahat dunia dan akhirat

Maslahat dunia dan akhirat

Mudharat

Harga

Harga pasar

Harga pasar

Harga pasar

Penggunaan Hasil Penerbitan

Harus sesuai syariah

Harus sesuai Syariah

Bebas

 

Prinsip dan Karakteristik Obligasi Syariah/Sukuk

Secara umum, prinsip dan karakteristik obligasi syariah adalah sebagai berikut:

  1. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi syariah dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.
  2. Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur non-halal.
  3. Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan pada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya, tetapi berdasarkan pada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya ditentukan sesuai kesepakatan pihak emiten dan investor sebelum penerbitan obligasi tersebut.
  4. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.
  5. Mekanisme obligasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah atau oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI sejak dari penerbitan obligasi hingga akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor diharapkan bisa lebih terjamin.
  6. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, maka wajib dilakukan pengembalian dana investor, atau pihak investor dapat menarik dananya.
  7. Hak kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dipindah tangan kepada pihak lain sesuai dengan kesepakatan akad perjanjian.

Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan sebagai pengelola (mudharib) dan dibeli oleh investor (shahib al-maal).

Dana yang terhimpun dapat disalurkan untuk pengembangan usaha lama atau pembangunan unit baru yang benar-benar berbeda dari usaha lama.

[Baca Juga: Mari Analisis 3+ Faktor Penyebab Gagal Bayar Obligasi ]

Bentuk alokasi dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah.

Atas penyertaan investor berhak mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara proporsional dan dibayarkan secara periodik.

Obligasi syariah termasuk dalam kategori permasalahan mudharabah muqayyadah dari segi transaksi.

Para ulama fiqh membagi akad mudharabah kepada dua bentuk: yaitu, mudharabah muthlaqah (penyerahan modal secara muthlak, tanpa syarat dan pembatasan); dan mudharabah muqayyadhah (penyerahan modal dengan syarat dan batasan tertentu).

Dalam mudharabah muthlaqah pekerja (emiten obligasi) bebas mengelola modal itu dengan usaha apa saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan.

Akan tetapi dalam mudharabah muqayyadhah harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh pemilik modal. Misalnya, harus sesuai dengan syariah dan bersih dari unsur-unsur bisnis yang dilarang (haram).

 

Jenis-Jenis Obligasi Syariah/Sukuk

Jenis Sukuk yang direkomendasikan oleh AAOIFI adalah sebagai berikut:

  1. Sukuk Ijarah merupakan Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri.
  2. Sukuk Mudharabah yakni Sukuk yang diterbitkan dengan akad mudharabah, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disepakati bersama sebelumnya. Sedangkan kerugian yang timbul sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal (Shahibul mal).
  3. Sukuk Musyarakah yakni Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan ataupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan partisipasi modal masing-masing pihak.
  4. Sukuk Istisna’ yakni Sukuk yang diterbitkan akad istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

 

Kini Anda Siap Berinvestasi dalam Obligasi Syariah

Kini, Anda sudah mengenal lebih dalam mengenai hukum obligasi, terlebih produk obligasi syariah. Anda sudah siap berinvestasi di dalamnya bukan?

Jika artikel ini bermanfaat bagi Anda, jangan lupa share artikel ini kepada mereka yang juga membutuhkan informasi mengenai investasi syariah (terutama Obligasi Syariah).

 

banner -perencanaan keuangan usia 30an

 

 

Kini, Sobat Finansialku sudah mengenal lebih dalam mengenai hukum obligasi, terlebih produk obligasi syariah. Berikan komentar kamu pada kolom komentar yang disediakan dan jangan lupa share artikel ini ya. Semoga bermanfaat.

 

Editor: Julius Fallen

 

Sumber Referensi:

  • Sapto Rahardjo. 2003. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
  • Khaerul Umam. 2013. Pasar Modal Syariah & Praktik Pasar Modal Syariah. Bandung: Pustaka Setia.
  • Adrian Sutedi. 2009. Aspek Hukum Obligasi & Sukuk. Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002.
  • Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz I, Suriah: Dar al-Fikr, 1997.
  • Al-Kasani, Badai’ al-Shanai’ fi Tartibi al-Syara’i, Juz VI, Beirut: Dar al-Fikr, 1996.

 

Sumber Gambar:

  • Cover – https://bit.ly/3BRjtJN