Dalam melakukan analisis fundamental, ada hal yang perlu investor lakukan supaya keuntungan bisa maksimal. Apa saja, ya? Mari simak ulasan berikut.

 

Summary:

  • Investor perlu melakukan analisis fundamental untuk mengetahui kondisi perusahaan yang sahamnya akan kita beli secara kuantitatif (keuangan) maupun kualitatif (non keuangan).
  • Hal yang perlu dilakukan ketika menganalisis fundamental adalah pendekatan top down approach dan menghitung nilai intrinsik sebuah saham.

 

Mengapa Perlu Analisis Fundamental Saham?

Ada pepatah mengatakan, “ibarat kucing dalam karung”, yang artinya seseorang membeli sesuatu tanpa mempelajari apa yang dibelinya terlebih dahulu.

Sementara, salah satu prinsip dasar dalam berinvestasi adalah: “Buy what you know, and know what you buy”, yang artinya “Belilah yang Anda ketahui, dan ketahuilah yang Anda beli”.

Artinya dalam berinvestasi, jangan pernah sekalipun membeli produk investasi yang tidak kita kenali, dan tidak kita ketahui perkiraan nilainya.

Dalam berinvestasi saham, agar terhindar dari risiko stres, maka kita harus mengetahui kondisi perusahaan yang sahamnya akan kita beli.

Analisis untuk mengetahui kondisi perusahaan tersebut dikenal sebagai Analisis Fundamental, di mana analisis tersebut mempelajari hal yang berkaitan dengan kondisi dasar (fundamental) sebuah perusahaan, baik secara kuantitatif (keuangan), maupun kualitatif (non-keuangan). 

Analisis fundamental merupakan analisis yang mempelajari kondisi fundamental perusahaan termasuk mempelajari rasio keuangan perusahaan, dan umumnya digunakan untuk menentukan saham yang ingin dibeli atau dijual.

Analogi untuk analisis fundamental saham ini seperti membeli sapi, kita perlu mengamati bentuk badan, bulu, bobot, kesehatan, hingga mental sapi tersebut sebelum memutuskan untuk membelinya.

Analisis fundamental memperhatikan sampai ke kondisi kandang dan kesehatan sapinya.

Demikian pula ketika membeli sebuah saham, kita perlu menganalisis semua aspek penting yang menentukan prospek sebuah perusahaan dan memperkirakan nilainya.

Dalam hal ini, sapi adalah analogi untuk perusahaan, dan kandang adalah kondisi pasar modal. Seorang investor ternama Warren Buffet pun mengatakan:

“Membeli saham adalah membeli sebuah bisnis, artinya kita harus menganalisis bisnisnya, bukan sekadar pergerakan harga sahamnya”

 [Baca Juga: Penting! Pahami Dulu Support dan Resistance Sebelum Main Saham]

 

Analisis Fundamental: Top Down Approach

Salah satu pendekatan analisis fundamental yang sering digunakan adalah top down approach, yaitu analisis yang dimulai dari kondisi ekonomi makro, industri perusahaan, baru kemudian menganalisis kondisi perusahaannya.

Berikut adalah ketiga tahap top down approach tersebut:

 

#1 Kondisi Makro Dunia Usaha

Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi pemerintah, seperti kebijakan suku bunga.

Jika suku bunga tinggi, investor lebih suka menanamkan uangnya di bank, sehingga menghambat pertumbuhan bisnis perusahaan.

Sebaliknya, jika suku bunga rendah, saham menjadi pilihan investor dan perusahaan juga lebih giat berbisnis.

Pertumbuhan ekonomi juga menentukan harga saham, jika ekonomi lesu, maka kinerja perusahaan ikut memburuk dan membuat harga saham turun.

Jika ekonomi menguat, prospek perusahaan akan bertambah cerah, demikian pula harga sahamnya.

Faktor kestabilan politik pun ikut mempengaruhi kondisi dunia usaha dan juga tentunya harga saham.

 

#2 Kondisi Sektor dan Industri

Kondisi industri di mana suatu perusahaan berada juga mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Industri yang bertumbuh pesat akan melambungkan harga saham perusahaan industri tersebut.

Ambil contoh, sektor pertambangan pada tahun 2007 harga komoditas meroket tajam akibat harga minyak dunia yang naik drastis.

Harga-harga saham tambang batu bara dan minyak pun ikut naik tajam karena pendapatan melambung dan laba yang dihasilkan semakin besar.

Namun ketika tahun 2015 harga minyak dunia turun hingga titik terendahnya, harga saham pertambangan pun mengalami kelesuan hingga banyak yang turun drastis.

 

#3 Kondisi Fundamental Perusahaan

Kondisi fundamental perusahaan pastinya mempengaruhi pergerakan harga sahamnya. Apakah perusahaan memiliki manajemen yang solid dan profesional?

Seperti apa kondisi keuangan perusahaan? Apakah manajemen dikelola oleh orang yang jujur dan beretika?

Hal tersebut sangatlah vital untuk menentukan bagus tidaknya fundamental sebuah perusahaan. Perusahaan berfundamental kokoh biasanya memiliki harga saham yang bagus.

 

Anda bisa cek video ini untuk lebih memahami perbedaan analisis fundamental dan teknikal.

 

 

Analisis Fundamental: Nilai Instrinsik dan Rasio Keuangan

Setelah melakukan pendekatan analisis top down approach, hal selanjutnya yang juga penting adalah menghitung nilai wajar (fair price) alias nilai intrinsik sebuah saham.

Nilai wajar ini pun kemudian dibandingkan dengan harga pasar saham tersebut. Keputusan transaksi beli atau jual pun nantinya didasarkan pada perbandingan nilai wajar dan harga pasar saham tersebut.

Untuk menghitung nilai wajar ini kita harus mengestimasi arus kas yang akan dihasilkan oleh perusahaan dari sekarang hingga seterusnya.

Arus kas ini berasal dari laba bersih usaha. Arus kas ini kemudian divaluasikan dalam nilai saat ini dan dijumlah untuk mendapatkan nilai wajar.

Metode ini ditemukan oleh Benjamin Graham, penulis buku The Intelligent Investor.

Perusahaan sekuritas biasanya memiliki analis saham yang menghitung nilai wajar sebuah saham. Analisis ini dilakukan secara berkala karena kondisi makro dan mikro sebuah perusahaan tentunya akan terus berubah.

Para analis ini pun memiliki spesialisasi sektor industri untuk mempertajam keakuratan analisisnya. 

Secara sederhana, harga saham dapat diprediksi dengan menganalisis data keuangan yang tersedia.

Untuk menganalisis kondisi keuangan perusahaan, investor dapat memanfaatkan laporan keuangann yang merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu saat atau selama periode tertentu.

Laporan keuangan perusahaan yang sering dianalisis adalah laporan neraca dan laporan laba rugi. 

Neraca memperlihatkan seluruh aset yang perusahaan miliki pada suatu titik waktu serta sumber modal untuk membeli aset tersebut.

Secara berkala, perusahaan publik yang terdaftar di bursa wajib mempublikasikan laporan keuangannya.

Ada 6 rasio keuangan penting dalam analisis fundamental yang sering digunakan para analis fundamental dalam memilih saham, yaitu:

 

#1 EPS (Earning Per Share)

Rasio pertama adalah EPS, atau Earning Per Share, yang berarti laba bersih per lembar saham.

Bila EPS bernilai Rp100, artinya setiap lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp 100. Cara menghitung EPS yaitu jumlah laba bersih dibagi dengan jumlah lembar saham beredar.

Rumus menghitung EPS adalah:

EPS = Laba Bersih : Jumlah Lembar Saham

 

Carilah perusahaan yang memiliki EPS yang bertumbuh dari waktu ke waktu (tren positif). EPS yang menanjak menunjukkan perusahaan bertumbuh dengan baik.

Kemungkinan besar penjualan dan labanya naik. Sebaliknya, EPS yang turun menunjukkan penurunan penjualan dan laba.

 [Baca Juga: Pengertian Margin Call, Jenis, Penyebab, dan Cara Mencegahnya]

 

#2 PER (Price to Earning Ratio)

Rasio kedua adalah PER atau Price to Earning Ratio, yaitu rasio yang menggambarkan keuntungan sebuah perusahaan dibandingkan harga sahamnya.

Rumus untuk menghitung PER adalah:

PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham

 

PER adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal yang dipakai untuk membeli saham.

Misalnya, saham seharga Rp100 dengan EPS sebesar Rp20 per tahun, artinya saham tersebut memiliki PER sebesar: 

PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham

PER = Rp100 : Rp20 = 5x.

 

Artinya jika laba perusahaan tidak bertumbuh atau menyusut, alias tetap Rp20 per tahun, kita membutuhkan waktu 5 tahun untuk kembali modal. Ada 2 cara menghitung PER:

  • Trailing PER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS tahun lalu.
  • ForwardPER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS estimasi di masa mendatang.

 

Sebuah saham dianggap murah bila PER-nya lebih rendah daripada PER rata-rata di dalam sebuah industri.

Misalkan sebuah perusahaan tambang memiliki PER di bawah rata-rata PER industri pertambangan, maka saham tambang tersebut akan dianggap murah.

Alternatifnya, bila kita tidak melihat rata-rata PER industri, sebagai patokan umumnya, saham dengan PER di bawah 10x dianggap murah, dan saham yang memiliki PER di atas 20x dianggap mahal.

 

#3 PBV (Price to Book Value)

Rasio ketiga adalah PBV atau Price to Book Value, rasio yang menggambarkan seberapa besar pasar menilai harga sebuah perusahaan dibandingkan kekayaan bersihnya.

Rumus untuk menghitung PBV adalah:

PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BV)

 

Misalkan PBV sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar dua kali lipat dibandingkan kekayaan bersih suatu perusahaan.

Umumnya investor disarankan untuk mencari saham dengan PBV yang lebih rndah daripada rata-rata PBV industri.

PBV yang tinggi bisa jadi disebabkan oleh harga pasar yang sudah terlampau tinggi. PBV rendah sering dijadikan indikator mencari saham yang murah atau undervalued.

 

#4 ROE (Return On Equity)

Rasio keempat adalah ROE atau Return On Equity, yaitu rasio perolehan laba bersih yang dibukukan perusahaan dibandingkan dengan total kekayaan bersih yang dimiliki oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung ROE adalah:

ROE = Laba Bersih : Kekayaan Bersih

 

Misalnya, ROE sebesar 10% berarti setiap Rp100 kekayaan bersih perusahaan yang ditanamkan oleh pemodal dapat memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp10.

ROE merupakan indikator seberapa efisien sebuah perusahaan dijalankan.

Pertanyaannya, bagaimana cara menilai ROE? Apakah misalnya ROE sebesar 20% itu bagus atau tidak? Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menilai ROE, yaitu:

  1. Bandingkan dengan ROE perusahaan sejenis dalam industri yang sama, atau bisa juga membandingkan dengan rata-rata ROE industri.
  1. Bandingkan ROE perusahaan dari waktu ke waktu (melihattrennya), apakah cenderung naik atau turun.

 

Sebaiknya kedua cara di atas digunakan bersama-sama untuk memperoleh analisis yang lebih lengkap.

Carilah saham yang memiliki ROE yang meningkat serta cukup stabil. Angka ROE sebaiknya kalau bisa minimal 10%.

 [Baca Juga: Mengenal Moving Average, Pahami Sebelum Trading Saham!]

 

#5 DY (Dividend Yield)

Rasio kelima adalah Dividend Yield, yaitu rasio yang menggambarkan seberapa besar pembagian dividen yang dibagikan oleh perusahaan terhadap harga sahamnya di pasar. Rumus untuk menghitung Dividend Yield adalah:

DY = Dividend per Lembar Saham : Harga Saham

 

Misalnya, jika sebuah perusahaan membagikan dividen per lembar saham sebesar Rp100, dan harga saham saat ini sebesar Rp1.000, maka dividend yield-nya adalah sebesar 10%.

Carilah saham yang memiliki dividend yield yang cukup besar karena hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kestabilan laba bersih. Disarankan dividen yield minimal sebesar 3%.

Namun perlu Anda catat, tidak semua emiten di Bursa Efek Indonesia membayar dividen.

Perusahaan bisa saja ‘pelit’ dalam membagi dividen asal harga sahamnya terus naik, karena keuntungan investasi saham sebetulnya bukan hanya dari dividen, namun juga dari capital gain.

Misalnya Microsoft. Inc yang harganya telah naik sebesar 240 kali lipat selama tahun 1986 hingga 2003, padahal pada periode tersebut Microsoft tidak pernah membagikan dividen.

Nah, jika Anda ingin mengetahui informasi seputar emiten saham yang rajin bagi-bagi deviden maupun informasi seputar saham lainnya, yuk isi form ini.

1 Step 1
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

 

#6 DER (Debt to Equity Ratio)

Rasio keenam adalah DER atau Debt to Equity Ratio, yaitu rasio jumlah utang dan kewajiban yang perusahaan miliki dibandingkan dengan modal bersihnya.

Rumus untuk menghitung DER adalah:

DER = Total Kewajiban (Utang) : Kekayaan Bersih (Modal Sendiri)

 

Bila DER < 1, maka menunjukkan bahwa perusahaan memiliki utang lebih sedikit dibandingkan modal bersihnya, sedangkan bila DER > 1, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang besar.

Secara umum, investor disarankan untuk mencari saham yang memiliki DER tidak lebih dari 1.

Selain dengan cara menganalis fundamentalnya, Anda juga ketahui cara mendapatkan keuntungan dari saham melalui ebook gratis Petunjuk Praktis Dapat Keuntungan Di Saham. Download sekarang, yuk!

 

Analisis Fundamental dan Rasio Keuangan

Analisis fundamental meliputi perhitungan nilai wajar (fair price) saham dan analisis rasio-rasio keuangan. Nilai wajar tersebut kemudian dibandingkan dengan harga pasar.

Jika nilai wajar lebih tinggi dari harga saham, maka ada potensi keuntungan, dan keputusannya adalah membeli saham tersebut.

Sebaliknya bila nilai wajar lebih rendah, maka keputusannya adalah menjual saham tersebut.

Ada 6 rasio keuangan yang perlu diingat dalam melakukan analisis fundamental, seperti yang sudah kita simak di atas. 

Selain menganalisis rasio keuangan, para investor juga dapat melakukan analisis kualitatif (non-keuangan), yaitu mencari tahu mengenai manajemen perusahaan, keunggulan bersaing perusahaan, bagaimana cara perusahaan menghasilkan laba, dan bagaimana model bisnis perusahaan tersebut.

Setelah menganalisis sahamnya, jangan lupa untuk review portofolio Anda secara berkala. Hal ini supaya Anda tetap bisa memaksimalkan keuntungan dari investasi yang Anda lakukan.

Untuk membantu Anda melakukan review portofolio, Anda bisa menggunakan jasa Perencana Keuangan Finansialku untuk menganalisisnya.

Yuk, hubungi dan buat janji temu sekarang di nomor 0851 5866 2940 sebelum portofolio Anda minus!

konsul- INVESTASI Q3 23

 

Disclaimer:  Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi. 

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya.

Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

 

Apakah Anda pernah berinvestasi Saham? Seberapa signifikan kegunaan dan manfaat analisis fundamental yang Anda dapatkan?

Mari ceritakan pendapat Anda mengenai analisis fundamental beserta rasio keuangan penting dalam berinvestasi saham di atas dengan menulis komentar di kolom berikut. Terima kasih.

 

Editor: Ratna Sri Haryati

Sumber Referensi:

  • Lukas Setia Atmaja, dan Thomdean. 2011. Who Wants To Be A Smiling Investor. Jakarta: Kompas Gramedia

Sumber Gambar:

  • Cover – https://rb.gy/8px91