Pola tindakan investor dalam mengambil keputusan dilatarbelakangi oleh banyak hal, salah satunya behavioral finance.

Lalu, bagaimana aspek ini berpengaruh terhadap keputusan investasi? Yuk, pahami bersama di artikel berikut ini!

 

Summary:

  • Pengambilan keputusan investor tidak selalu berdasarkan pada sikap rasional, tetapi dapat dipengaruhi oleh batasan pengendalian diri.
  • Pemahaman tentang perilaku keuangan dapat membuat keputusan investasi yang lebih bijaksana.

 

Apa Itu Behavioral Finance?

Investasi merupakan bidang yang menarik untuk Anda pelajari. Pasalnya, banyak skenario dalam investasi yang membuat investor sulit mengendalikan diri.

Misalnya, penurunan harga saham dapat diidentifikasi dari perilaku investasi. Sementara perilaku investasi tersebut dipengaruhi oleh behavioral finance (perilaku keuangan) investor.

Istilah behavioral finance dikemukakan oleh ahli psikologis Daniel Kahneman dan Amos Tversky serta ahli ekonomi Ribert J Shiller dalam kurun 1970 sampai 1980-an.

Frasa ini mengacu pada kajian yang mempelajari pengaruh psikologis investor terhadap pengambilan keputusan saat berinvestasi.

Kendati demikian, perkembangan kajian ini sudah dimulai sejak 1841, yakni ketika Chalers MacKay menyajikan runtutan peristiwa mengenai serangan panik di pasar saham akibat dampak psikologis investor.

Kemudian, dalam The Crowd: Study of The Popular Mind karya Gustave Le Bon pada 1895, dituliskan bahwa crowds yang diterjemahkan sebagai investor mencoba kebolehan di bidang perilaku keuangan, sosiologis, sejarah, dan psikologi sosial.

Terakhir, pada 1912, G.C. Shelden menerapkan behavioral finance dalam konteks psikologi pasar modal.

Behavioral finance perlu Anda pahami agar investor membuat keputusan yang benar dalam berinvestasi sehingga mendapat keuntungan, dan meminimalisasi rugi belasan bahkan puluhan persen.

Untuk lebih memahaminya, yuk, tonton video Finansialku berikut ini!

 

Teori behavioral menunjukkan bahwa pengambilan keputusan oleh investor tidak selalu berdasarkan sikap rasional. Sebab, tiap orang memiliki batasan pengendalian diri dan kerap dapat dari pengaruh subjektifitas.

Behavioral finance bertujuan untuk memahami atau memperkirakan dampak sistematis pasar modal dari sisi psikologi. Meski begitu, hingga kini belum ada teori behavioral finance terintegrasi.

Teori yang banyak orang gunakan hanya mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi pengambilan keputusan.

 

Konsep dalam Behavioral Finance

Ada beberapa alasan yang menyebabkan bias bisa muncul dalam pengambilan keputusan. Karena alasan inilah, konsep behavioral finance dibuat.

Berikut adalah konsep behavioral finance yang ada saat ini:

 

#1 Mental Accounting

Dalam behavioral finance, mental accounting artinya adalah kecenderungan seseorang untuk menyimpan atau mengalokasikan dana untuk tujuan tertentu.

Maksudnya, mereka akan mengeluarkan dana dengan nilai yang sama untuk nilai yang berbeda. Akibatnya, muncul ketidakteraturan kegiatan keuangan.

Untuk menyiasati hal ini, investor sebaiknya hanya menggunakan nilai yang sama untuk aset yang setara serta mengenali bias saat memutuskan sesuatu.

 

#2 Herd Behavior

Herd behavior merupakan kecenderungan seseorang untuk mengikuti pola atau individu lain di sekitarnya. Misalnya mengikuti jejak teman investasi di perusahaan tertentu tanpa analisis mendalam.

Perilaku herd behavior dalam behavioral finance sangat membahayakan. Sebab, Anda bisa merugi dalam sekejap.

 

#3 Emotional Gap

Emosi investor yang kuat saat mengambil keputusan akan menimbulkan dampak yang kurang baik. Pasalnya, investor tidak mampu menentukan opsi yang rasional.

Pengambilan keputusan dengan emotional gap pun kerap terjadi pada orang yang terlampau percaya dengan tren.

Pola ini dapat terhindar dengan menanamkan komitmen ke diri sendiri untuk melakukan analisis mendalam sebelum membeli produk investasi. Dengan begitu, kerugian akibat “latah” dapat terminimalisir.

 

#4 Anchoring

Jika seorang investor memiliki standar harga saham untuk mengambil keputusan, maka dia memiliki anchoring behavioral finance.

Menggunakan anchoring untuk investasi menyebabkan seseorang hanya terpaku dengan nilai tertentu dan mengabaikan banyak hal penting.

Misalnya, Ale berinvestasi Rp25 juta di perusahaan W.

Selanjutnya, dia menggunakan harga pembelian untuk menentukan nilai sahamnya. Padahal, nilai saham fluktuatif.

 

#5 Self-attribution

Dalam behavioral finance, self-attribution merupakan kecenderungan seseorang untuk mengambil keputusan berdasarkan kemampuan atau ilmu yang ia miliki.

Umumnya, orang-orang ini memandang diri mereka sebagai ahli atau lebih cakap daripada investor lain.

Bias dalam behavioral finance ini mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah.  Perilaku ini dapat teratasi dengan konsultasi bersama profesional.

Dengan begitu, investor akan mendapat perspektif lain yang akan membantu menentukan keputusan investasi yang tepat.

[Baca Juga: Pengertian PBV, Fungsi, dan Cara Perhitungannya, Penting!]

 

Bias Kognitif dalam Behavioral Finance

Yuk, kenali bias kognitif dalam behavioral finance berikut ini:

 

#1 Representativeness Bias

Representativeness bias adalah kecenderungan seseorang untuk menilai objek berdasarkan purwarupa atau konsep yang ia miliki di dalam pikiran.

Konsep atau purwarupa biasanya seseorang dapat dari masa lalu dan ,mereka menganggapnya masih relevan dengan kondisi saat ini.

Hal ini menyebabkan investor tidak melakukan analisis mendalam saat membuat keputusan.

Contohnya, seorang investor pernah membeli saham perusahaan ABCD pada 1990 dan menjualnya tujuh tahun kemudian. Tahun ini, dia membeli saham yang sama menggunakan analisis dari 23 tahun lalu.

 

#2 Anchoring and Adjustment Bias

Anchoring and adjustment bias adalah kecenderungan seseorang untuk menggunakan satu informasi sebagai dasar saat mengambil keputusan investasi.

Bias ini pun bisa mengakibatkan ketidakakuratan analisis.

 

#3 Availability Bias

Availability bias adalah kecenderungan investor untuk membuat keputusan berdasarkan kemudahan atau kemampuan membayangkan hal tersebut.

Investor pun akan mengambil keputusan berdasarkan hal yang paling mudah untuk mereka lakukan. Mereka juga yakin bahwa investor lain juga melakukan langkah serupa.

 

#4 Self-Attribution Bias

Self-attribution bias adalah kecenderungan seseorang yang menganggap bahwa keberhasilannya berinvestasi hanya terjadi oleh kapasitasnya sendiri.

Akibatnya, investor akan menyalahkan pihak lain jika strateginya mengalami kegagalan.

[Baca Juga: Biar Tetap Untung, Ikuti Tips Investasi Rumah Untuk Pemula Ini!]

 

#5 Illusion of Control Bias

Illusion of control adalah kecenderungan investor yang percaya bahwa dirinya punya kendali penuh atas pencapaiannya.

Padahal, keberhasilan investasi terjadi karena banyak hal, termasuk pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi perusahaan.

Beberapa prediksi yang investor lakukan mungkin berhasil dalam jangka pendek. Tapi, tidak ada yang menjamin strategi yang sama bisa menghasilkan keuntungan serupa dalam jangka panjang.

 

#6 Conservatism Bias

Seseorang yang memiliki bias konservatif cenderung menggunakan penilaian di awal dan menyangkal perubahan yang terjadi pada investasinya.

Kecenderungan ini akan menyebabkan keterlambatan pengambilan keputusan lantaran investor tidak mengikuti kabar terkini.

 

#7 Confirmation Bias (Selection Bias)

Dalam bias konfirmasi, seseorang cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan atau keputusannya.

Jadi, investor akan mengabaikan semua kabar yang bertentangan.

 

#8 Hindsight Bias

Hindsight bias adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan keberhasilan atau prestasi investasi di masa lalu.

Mereka akan membanggakan strategi yang mereka jalankan dan keuntungan yang telah mereka dapatkan. Padahal, bisa jadi pencapaian tersebut hanya keberuntungan.

 

Contoh Behavioral Finance

Yuk, simak contoh behavioral finance dalam penjelasan berikut ini:

 

#1 Contoh Bias Pengalaman

Pada tahun 2015, perusahaan mi instan A digugat akibat produknya yang mengandung pengawet yang dilarang BPOM RI.

Tahun 2023, perusahaan mi instan B menerima gugatan yang sama. Karena peristiwa ini pernah terjadi, maka seluruh investor perusahaan B langsung menjualnya sahamnya.

Media menyebarkan berita mengenai masalah perusahaan mi instan B. Karena khawatir dengan ancaman serupa, investor perusahaan Y dan Z juga menjual sahamnya.

Situasi ini menyebabkan saham perusahaan mi instan di Indonesia terjun bebas.

Dalam kasus ini, investor perusahaan Y dan Z bias dengan peristiwa sebelumnya. Mereka mengalami emotional gap, yakni mengambil keputusan berdasarkan tren.

Dari ilustrasi ini, dapat Anda lihat bahwa behavioral finance mempengaruhi harga saham di pasar modal.

 

#2 Contoh Bias Emosional Gap

Masyarakat ramai-ramai membeli saham perusahaan TSL karena dijanjikan keuntungan besar. Implikasinya, saham perusahaan tersebut ludes terjual.

Sebulan kemudian, baru teridentifikasi bahwa perusahaan tersebut memiliki saham gorengan, yakni saham yang pergerakannya tinggi tetapi tidak punya fundamental yang baik. Akhirnya, masyarakat pun merugi.

 

Pahami Kelemahan Diri Agar Tidak Salah Langkah Berinvestasi

Behavioral finance adalah kajian yang mempelajari pengaruh psikologis terhadap pengambilan keputusan investasi. Bias yang terjadi akibat situasi ini dapat berakibat buruk pada portofolio.

Setiap investor mestinya tahu kecenderungan atau biasnya. Dengan begitu, mereka bisa membuat prediksi secara netral.

Jika kesulitan mengidentifikasi perilaku keuangan sendiri, Anda bisa meminta saran dari pandangan ahli.

Agar lebih mudah, yuk, buat janji temu dengan Perencana Keuangan Finansialku di nomor WhatsApp 0851 5866 2940!

 

Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.

Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.

 

Demikian pembahasan tentang behavioral finance. Bagaimana pemahaman Anda tentang topik kali ini? Yuk sampaikan di kolom komentar.

Untuk membantu rekan yang baru terjun sebagai investor, Anda bisa membagikan informasi ini di media sosial. Terima kasih!

 

Editor: Omri Cristian

Sumber Referensi:

  • Adam Hayes. 3 Desember 2022. Behavioral Finance: Biases, Emotions, and Financial Behavior. Investopedia.com – https://bit.ly/3Jil2GF
  • Arie Widyastuti. 2012. Behavioural Finance dalam Proses Pengambilan Keputusan. Unpad.ac.id – https://bit.ly/46dlwrA
  • Ibnu. 08 Mei 2023. Pengertian Behavioral Finance dan 8 Bias yang Ada di Dalamnya. Accurate.id – https://bit.ly/3NdjXRI
  • Kriswangsa Bagus K.Y. 04 Maret 2018. Pengertian Behavioral Finance dan Cara Investor Menghadapinya. Inansialku.com – https://bit.ly/440xNOB
  • Raditya Maryam. 02 Februari 2023. Behavioral Finance: Definisi, Konsep, Bias, dan Pengaruhnya dalam Pengambilan Keputusan Investasi. konsultanku.com – https://bit.ly/46cvyJa
  • Umar Tusin. 23 November 2022. Behavioral Finance: Pengertian dan Contohnya. Landx.id – https://bit.ly/3CApNYg