Pernahkah Anda mendengar sosok Sjamsul Nursalim? Sudahkah Anda tahu kelanjutan kisahnya?

Simak ulasan selengkapnya dalam artikel Finansialku berikut ini. Selamat membaca!

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku and News

 

Janggal, Belum Terpecahkan

Tahun 2004 lalu, Indonesia dikagetkan dengan kasus salah seorang pengusaha bernama Sjamsul Nursalim dan istrinya, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga bersama-sama melakukan tindakan yang merugikan negara.

Tindakan ini dilakukan bersama Syafruddin Arsyad Temenggung yang juga sudah ditetapkan tersangka kala itu. Syafruddin Arsyad ialah mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Data membuktikan bahwa Sjamsul disebut telah merugikan uang negara senilai Rp4,58 triliun.

Jumlah tersebut menjadi salah satu jumlah kerugian terbesar bagi negara.

Dilansir dari Cnbcindonesia.com, Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan bahwa pada Februari 2004 lalu sempat dilakukan rapat kabinet terbatas (ratas) untuk menyelesaikan kasus ini.

Saat itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melaporkan dan meminta izin pada Presiden RI kala itu, yaitu Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarno Putri, untuk menyetujui penghapusbukuan (write off) atas sisa utang petani tambak Dipasena dari Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Hasil menunjukkan bahwa Mantan Presiden RI tersebut tidak pernah memberikan izin surat keterangan lunas untuk obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim.

Hal tersebut terungkap dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan dalam konferensi pers pada Senin, 10 Juni 2019.

“Ratas tersebut tidak memberikan keputusan atau tidak ada persetujuan terhadap usulan write off dari BPPN.” 

 

Hal ini dikarenakan permintaan write off senilai Rp4,8 triliun tersebut dianggap janggal karena BPPN telah menemukan bahwa aset tersebut dianggap macet.

Selain itu hal tersebut masuk dalam kategori misrepresentasi dalam penyelesaian kewajiban BLBI.

Saat itu, BPPN juga telah meminta agar Sjamsul menambah aset untuk mengganti kerugian BPPN.

Sjamsul Nursalim 02 - Finansialku

[Baca Juga: Kreatif! Ide Desain Ruang Tamu yang Bikin Tamu Nyaman di Rumahmu]

 

Laode menambahkan, setelah melalui beberapa proses, hasil Ratas tetap tidak memberikan persetujuan.

Namun pada 12 April 2004, Syafruddin Arsyad Tumenggung dan Itjih Nursalim menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir yang pada pokoknya berisikan bahwa pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA).

Alhasil setelah BPPN menyerahkan aset eks BDNI ke PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tenyata yang tertagih hanya Rp200 miliar dari total kewajiban Rp4,8 triliun. Dengan demikian, ada kerugian negara senilai Rp4,58 triliun. 

 

Gratis Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Usia 30 an

Perencanaan Keuangan Untuk Usia 30 an - Finansialku Mock Up

 

Pengacara Sjamsul Nursalim: “Tak Masuk Akal”

Sejak 10 Juni lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sjamsul beserta istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Bagi yang belum mengetahuinya, BLBI adalah skema bantuan atau pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat terjadi krisis moneter tahun 1998 di Indonesia.

Pengacara pengusaha Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail ikut menanggapi akan penetapan dari KPK tersebut.

Maqdir menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak masuk akal.

Hal ini dikarenakan status Sjamsul Nursalim yang sudah tidak berkaitan dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), meskipun hal ini masih belum jelas.

“Keputusan KPK yang menetapkan Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Sjamsul Nursalim (ISN) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sangat janggal dan tidak masuk akal.”

 

Maqdir mengatakan Sjamsul telah membebaskan dia dari segala tindakan hukum terkait dengan kasus BLBI.

Dia menyebut Sjamsul sendiri telah menyelesaikan kewajibannya sebagai pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) sejak 1998.

“Bahwa seluruh kewajiban Sjamsul telah terselesaikan, serta membebaskan dan melepaskan dirinya dan afiliasinya dari segala tindakan hukum yang mungkin ada sehubungan dengan BLBI dan hal terkait lainnya.”

 

Sjamsul Nursalim 03 - Finansialku

[Baca Juga: Mengintip 10 Desain Interior Apartemen Minimalis Super Nyaman]

 

Maqdir menilai bahwa penetapan status sebagai tersangka oleh KPK tidak mempertimbangkan pernyataan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menyatakan Sjamsul telah memenuhi kewajibannya sebagai pemegang saham dan tidak terkait dengan kasus BLBI yang merugikan negara. 

Menurutnya, penetapan tersangka itu hanya bersumber dari satu bukti, yakni SKL dari pimpinan BPPN.

“Penetapan tersangka tersebut bersumber dari Surat Keterangan Lunas (SKL) yang merupakan tindakan administratif dari pimpinan BPPN. Selain itu, kalau terjadi kerugian negara akibat penjualan aset Dipasena, dapat dipastikan hal itu terjadi bukan atas persetujuan Bapak dan Ibu Sjamsul Nursalim.”

 

Keputusan KPK dibuat karena masih janggalnya hasil keputusan dari sejumlah proses yang telah dilakukan sebelumnya.

Sjamsul dan Itjih sempat dipanggil oleh KPK, hanya saja Sjamsul dan Itjih selalu mangkir dalam tiga kali panggilan KPK, yakni 8-9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018, dan 28 Desember 2018.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, dalam pernyataannya, mengungkapkan KPK juga pernah mengirimkan informasi pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan tersangka Sjamsul dan Itjih ke empat alamat.

Ada tiga alamat di Singapura dan satu alamat di Indonesia. 

 

 

Masih Memegang Saham

Pada 2018 lalu, Sjamsul tercatat menjadi orang terkaya di Indonesia nomor 36 versi Forbes 2018, dengan kekayaan bersih mencapai US$810 juta atau setara dengan Rp12 triliun (US$1 = Rp 14.300).

Sjamsul juga tercatat mendirikan perusahaan ritel fesyen PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).

Namun kini pertanyaannya, apakah Sjamsul masih memegang saham Gajah Tunggal seperti dahulu kala?

Sjamsul Nursalim 04 - Finansialku

[Baca Juga: Kapan Waktu yang Tepat Memilih Antara Saham Atau Obligasi?]

 

Mengacu laporan keuangan audit 2018 Gajah Tunggal, memang tak ada nama Sjamsul di daftar kepemilikan langsung saham perusahaan.

Per akhir Desember 2018, saham mayoritas GJTL dipegang oleh Denham Pte Ltd sebesar 49,5%, sementara sisanya Compagnie Financiere Michelin sebesar 10%, dan 40,50% sisanya milik investor publik.

Ada dugaan Sjamsul masih memegang saham Gajah Tunggal melalui kepemilikan saham lewat Denham.

Forum Keadilan pada 20 Mei 2017, pernah memberitakan bahwa ketika Gajah Tunggal milik Sjamsul dilego, kabarnya dipakai oleh Denham dan Lightspeed Resources Ltd di Singapura yang berbasis di British Virgin Islands.

Pemiliknya juga disebut tak jelas.

Kepemilikan Denham sebesar 49,51% itu setara dengan kepemilikan 1.724.972.443 saham atau jika dikalikan dengan harga saham GJTL pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Senin 10 Juni, yakni Rp685/saham, maka nilai kepemilikan saham Denham di GJTL mencapai Rp1,18 triliun.

Pertanyaan selanjutnya, apa hubungannya Denham dengan Giti, perusahaan tempat alamat surat yang dikirim KPK kepada Sjamsul?

Laporan keuangan Gajah Tunggal mencatat, Denham diketahui beroperasi sebagai anak usaha Giti yang juga berlokasi di Singapura.

Situs resmi Giti mengungkapkan, Giti Tire secara tidak langsung memiliki 49,7% di GJTL sebagai pemegang saham mayoritas Denham.

Hubungan afiliasi ini juga berkaitan dengan bisnis perusahaan yang saling terkait.

Bahkan dari total penjualan GJTL sepanjang 2018, penjualan kepada pelanggan yang melebihi 10% dari jumlah penjualan bersih adalah penjualan kepada Giti Tire Global Trading Pte. Ltd. sebesar 18,59%.

Situs resmi Giti mengungkapkan, produsen ban ini beroperasi di lebih dari 130 negara dan menjadi salah satu produsen ban terbesar di dunia dengan pendapatan US$3,4 miliar pada 2017.

Sjamsul diisukan masih menguasai kepemilikan Giti Group, yang memiliki pabrik ban di Shanghai, China ini.

Sjamsul Nursalim 05 - Finansialku

[Baca Juga: Mengenal Obligasi Syariah: Karakteristik, Jenis dan Penerapannya!]

 

Selain itu, dari pemegang saham publik di GJTL itu, ada nama Lei Huai Chin (komisaris GJTL) dengan kepemilikan saham 1% atau 34.838.700 saham.

Kepemilikan saham Lei di Gajah Tunggal terdaftar atas nama DBS Bank dan HSBC Ltd-Hongkong Private Banking.

Lei menjabat sebagai Managing Director di Giti Tire Pte Ltd sejak tahun 2004, sebagaimana terungkap dalam laporan keuangan Gajah Tunggal.

Sepanjang tahun 2018, pendapatan Gajah Tunggal mencapai Rp15,35 triliun, naik dari tahun 2017 sebesar Rp14,15 triliun.

Laba bersih komprehensif entitas induk tercatat Rp186,36 miliar, dari rugi di 2017 Rp141,29 miliar.

Saat ini, komisaris utama perusahaan dipegang oleh Sutanto, mantan Kapolri era 2005 dan mantan Kepala BIN pada 2009, sementara direktur utama dijabat Sugeng Rahardjo, mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok merangkap Mongolia sejak Maret 2014-2017.

 

Apakah pendapat Anda mengenai kasus ini? Berikan pendapat dan komentar di kolom bawah ini. Bagikan artikel ini kepada mereka yang belum mengetahuinya. Terima kasih!

 

Sumber Referensi:

  • Donald Banjarnahor. 10 Juni 2019. Sjamsul Nursalim Tersangka, Pengacara: KPK Tak Masuk Akal. Cnbcindonesia.com – http://bit.ly/2wOfqOF
  • Yuni Astutik. 10 Juni 2019. Penghapusan Utang BLBI Sjamsul Nursalim Tanpa Izin Megawati. Cnbcindonesia.com – http://bit.ly/2KcKY9P
  • Tahir Saleh. 10 Juni 2019. Apakah Sjamsul Nursalim Masih Kendalikan Gajah Tunggal?. Cnbcindonesia.com – http://bit.ly/2wPxyYs

 

Sumber Gambar:

  • Sjamsul Nursalim 1 – http://bit.ly/2wNNmen
  • Sjamsul Nursalim 2 – http://bit.ly/2IFcFof
  • Sjamsul Nursalim 3 – http://bit.ly/2RaVyib
  • Sjamsul Nursalim 4 – http://bit.ly/2XHLU9g
  • Sjamsul Nursalim 5 – http://bit.ly/2IalzLt