Siapa yang tidak tahu program bagi-bagi sertifikat tanah untuk rakyat? Dari sekian banyak program yang dijalankan pemerintah, program ini merupakan salah satu fokus program Presiden ke-7 Republik Indonesia.

 

Rubrik Finansialku

Rubrik Finansialku and News

 

Pemerintah Targetkan Reforma Agraria 9 Juta Hektare (Ha)

Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo atau sering disapa Jokowi memang sering melakukan program-program gebrakan, meskipun ada program yang berjalan dan ada juga program yang kurang maksimal.

Dari segudang program Presiden Jokowi, yang paling mencuri perhatian masyarakat tanah air adalah program reforma agrarian, upaya yang memperjuangkan agar masyarakat Indonesia dapat memiliki sertifikat tanahnya secara legal.

Program sertifikat tanah untuk rakyat ini termuat dalam Nawacita yang merupakan rangkuman rencana kerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Setelah keduanya resmi menjabat sebagai orang nomor satu dan nomor dua Republik Indonesia, program reforma agraria ini diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 tahun 2015. Perpres ini mengatur tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019.

Salah satu poinnya berbunyi bahwa pemerintah menargetkan pelaksanaan reforma agraria 9 juta hektare (ha) dan perhutanan sosial 12,7 juta ha.

Dari tujuannya, program ini diharapkan mampu menekan angka kemiskinan, mengurangi ketimpangan penguasaan lahan, dan menyelesaikan konflik lahan yang kerap terjadi di tengah masyarakat.

Reforma-Agraria-Melalui-Sertifikasi-Tanah-Ala-Jokowi-4-Finansialku

[Baca Juga: Ekonom: Di Indonesia, Bank Bisa Ikuti Sistem Fintech]

 

Baik konflik antar masyarakat, konflik masyarakat dengan korporasi, maupun sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak pemerintah. Kebijakan ini akan memberikan pengaruh yang besar jika pelaksanaanya sukses.  

Salah satu pakar agraria Indonesia, Syaiful Bahari mencatat, problem terbesar kebanyakan petani di Indonesia adalah soal penguasaan atau kepemilikan lahan yang tidak memadai. Rata-rata lahan yang dimiliki atau dikuasai oleh petani cuma 0,2 ha.

Padahal, idealnya untuk di wilayah Pulau Jawa kepemilikannya 2 ha, dan petani di luar Jawa sebesar 5 ha.

Kepemilikan lahan yang minim berpengaruh terhadap kesejahteraan petani. Dengan memberikan akses terhadap kepemilikan, persoalan ini diharapkan bisa dituntaskan.

 

Kritik Terhadap Program Reforma Agraria Jokowi (Redistribusi Tanah)

Empat tahun sudah Presiden Jokowi memimpin Indonesia. Namun, masih banyak kalangan menilai program reforma agraria belum sesuai dengan harapan. Dampaknya belum terlihat lantaran reforma agraria tidak cuma soal redistribusi tanah.

Beberapa kalangan menilai masyarakat termasuk petani, masih perlu mendapat bantuan. Mulai dari akses teknologi, bibit, pemasaran, permodalan, dan pengembangan usaha pertanian, ini yang belum terlihat.

Di sisi lain, Dewi Kartika selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), memiliki sejumlah catatan lain atas pelaksanaan reforma agraria di Indonesia. Salah satunya terkait kebijakan yang tidak sinergis antar kementerian yang terkait.

Reforma-Agraria-Melalui-Sertifikasi-Tanah-Ala-Jokowi-3-Finansialku

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Sartika.

 

Reforma agraria paling tidak berhubungan dengan tiga kementerian, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Kementerian Desa.

Banyaknya pintu birokrasi dan kebijakan yang tidak satu pintu kembali menjadi persoalan. Menurut Dewi, Ketiga kementerian ini terkesan berjalan sendiri-sendiri.

Usaha sinkronisasi pemerintah baru terlihat Mei tahun 2017 lalu. Saat itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengambil-alih kendali koordinasi program reforma agraria.

Mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengeluarkan Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 73 Tahun 2017 yang bertajuk Tim Reforma Agraria.

Namun, kehadiran tim ini juga belum sanggup menyelesaikan persoalan agraria secara tuntas. Yang muncul dan marak di permukaan malah sekedar program bagi-bagi sertifikat tanah dari pemerintah untuk rakyat.

Reforma-Agraria-Melalui-Sertifikasi-Tanah-Ala-Jokowi-2-Finansialku

[Baca Juga: IDC Prediksikan 13 Fintech yang Akan Tumbuh Pesat di 2018]

 

Tidak habis cara, pemerintah pun membentuk badan khusus pelaksana reforma agraria. Badan khusus ini lahir dari desakan masyarakat sejak lama. Hingga akhirnya keberadaan lembaga khusus ini diakomodasi lewat Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria.

Sayangnya, meski digadang sejak 2015 silam, sejauh ini regulasi itu masih berstatus rancangan. Alhasil, kehadiran lembaga khusus pelaksana reforma agraria yang dinantikan pun masih sebatas rencana.

Dampaknya, semua kementerian masih berjalan sendiri-sendiri. Kementerian LHK menetapkan objek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dengan kriterianya sendiri. Sementara Kementerian ATR juga punya kriteria sendiri.

Dewi mengaku bahwa masih belum ada kemajuan berarti selama tiga tahun ke belakang, dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (14/3/18):

“Ketika masyarakat mengusulkan tempat, tidak relevan antara yang dibuat di atas dengan usulan di bawah. Tiga tahun ini kita masih berdebat di mana sih tanahnya.”

 

Dewi mengusulkan agar pengusulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) menggunakan skema bottom up. Masyarakat mengajukan usulan, lalu pemerintah melakukan validasi.

Reforma agraria juga belum terlalu menampakkan tajinya lantaran operasionalisasinya tidak difokuskan pada kawasan yang menyimpan konflik.

Sejatinya, program reforma agraria bertujuan mengurangi ketimpangan penguasaan lahan dan menekan konflik tanah. Maka, fokus di kawasan konflik akan menyelesaikan dua persoalan sekaligus.

Tumpang tindih lahan dan penguasaan yang sedemikian luas oleh korporasi. Lalu, menyelesaikan persoalan petani gurem yang tidak memiliki akses ke tanah.

Reforma-Agraria-Melalui-Sertifikasi-Tanah-Ala-Jokowi-5-Finansialku

[Baca Juga: Menanti Gebrakan Bos Baru Bank Indonesia]

 

Penyelesaian konflik lahan juga bisa dilakukan jika pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap tanah-tanah berstatus hak guna usaha (HGU). Jika ditemukan ditelantarkan atau peruntukannya tak sesuai ketentuan, HGU tersebut lantas dicabut. Atau, dengan mengurangi luasannya.

Menurut catatan Syaiful Bahari, di Jawa Barat saja terdapat sekitar 2 juta hektare lahan HGU yang terlantar. Lahan tersebut kini sudah diduduki oleh masyarakat.

Pakar agraria tersebut berpendapat, jika HGU ini dievaluasi, pemerintah bisa menarik kembali lahan tersebut. Untuk kemudian diserahkan kepada masyarakat yang sudah mendiami wilayah tersebut:

“Kalau memang perusahaan perkebunan itu tidak mampu untuk mengelola lahan HGU itu, ya, harus dikembalikan pada negara. Nah, negara nanti memberikan akses lahan tersebut kepada masyarakat.”

 

Reforma Agraria Belum Tuntas

Pemerintahan Jokowi juga menjalankan program perhutanan sosial. Namun program yang menjadi andalan untuk redistribusi tanah ini juga bukan hal yang istimewa. Ini merupakan program lama yang diwarisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Belakangan, program ini memancing kritik lantaran tidak mampu menyelesaikan masalah. Namun program ini tetap dilanjutkan tanpa perubahan berarti oleh pemerintah sekarang.

Ide dari program perhutanan sosial adalah menyerahkan pengelolaan kawasan hutan ke masyarakat di sekitarnya yang kurang mampu.

Kawasan hutan diberdayakan dengan partisipasi penuh masyarakat agar bisa menghasilkan nilai ekonomi, tanpa mengenyampingkan perlindungan dan fungsi hutan untuk kelestarian lingkungan hidup.

Perhutanan sosial digelar melalui berbagai skema, mulai dari hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan hutan adat.

Hingga akhir Januari 2018, luasan perhutanan sosial sudah mencapai 1,42 juta ha. Kementerian LHK tahun ini menargetkan tambahan alokasi kawasan hutan seluas 2 juta ha untuk program perhutanan sosial. Hingga tahun 2019, ditargetkan luasannya sudah mencapai 4,3 juta ha.

Awalnya, program perhutanan sosial melingkupi lahan seluas 12,7 ha. Namun, kata Siti Nurbaya, Menteri LHK, berdasar tinjauan terkini, yang paling mungkin hanya seluas 4,38 juta hektare.

Cuma, masih ada persoalan di program ini. Salah satu titik lemah perhutanan sosial di mata Dewi adalah tidak semua masalah agraria dapat diselesaikan dengan program ini. Pasalnya, ada sekitar 33.000 titik di kawasan hutan yang kini sudah berubah menjadi desa.

Kondisi di lapangan tempat-tempat itu tidak bisa lagi disebut hutan. Tanpa segera dilepas dari klaim kawasan hutan maka sulit berharap ada solusi yang menyeluruh.

 

 

Silakan beri komentar dan pendapat Anda pada kolom di bawah ini, terima kasih.

 

Sumber Referensi:

  • Arsy Ani Sucianingsih, Ragil Nugroho, Tedy Gumilar. Bagi-bagi sertifikat ala Jokowi (1). Kontan.co.id – https://goo.gl/1cJ8AW

 

Sumber Gambar:

  • Reforma Agraria – https://goo.gl/cuvfDm
  • Reforma Agraria 2 – https://goo.gl/htpCyW
  • Reforma Agraria 3 – https://goo.gl/fAmDiv
  • Reforma Agraria 4 – https://goo.gl/AA6jeH
  • Reforma Agraria 5 – https://goo.gl/1Ykmvd

 

Free Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula

Ebook Panduan Investasi Saham untuk Pemula Finansialku.jpg